Backpacker Milenial, Bawalah Raga Keliling Dunia!
Arip Hidayat (25), seorang backpacker asal Karawang Jawa Barat, pada Sabtu (12/1/2019) sore, sedang menikmati pantai di Kota Darwin, Australia. Ini adalah kedatangannya yang kedua kali ke Australia untuk berkuliah di Universitas Charles Darwin jurusan cookery/memasak. Kedatangannya yang pertama ke Australia adalah tahun 2015 dengan mengikuti program Working Holiday Visa (WHV) selama setahun di Australia.
Perjalanan panjangnya menjelajah dunia selama sekian tahun ini bermula ketika dia memberanikan diri, membuka dirinya untuk menikmati pengalaman sebagai backpacker milenial/generasi milenial (Gen-Y, generasi yang lahir setelah tahun 1980 hingga tahun 2000) yang mendapatkan banyak kemudahan sebagai backpacker karena perkembangan teknologi.
Tentu pengalaman backpacker milenial berbeda dengan Gen-X (generasi baby boomers) yang menjelajah dunia hanya berbekal peta di buku sekolah, tidak ada telepon seluler, internet, media sosial, google di mana kita bisa mencari semua informasi kota-kota di seluruh dunia, ramalan cuaca hingga letak suatu kota dan negara dengan sekali klik. Tidak ada kecanggihan teknologi itu di masa Gen - X. Tidak heran, tak banyak orang Indonesia berani ber-backpacking menjelajah dunia di masa itu.
Sekarang di masa teknologi dalam jangkauan, backpacker milenial pun semakin banyak. Mereka dengan mudah mendapatkan informasi backpacking dari berbagai arah, baik informasi di internet ataupun dari komunitas-komunitas backpacker yang beraneka ragam.
Tentu pengalaman backpacker milenial berbeda dengan Gen-X (generasi baby boomers) yang menjelajah dunia hanya berbekal peta di buku sekolah, tidak ada telepon seluler, internet, media sosial, google dimana kita bisa mencari semua informasi kota-kota di seluruh dunia, ramalan cuaca hingga letak suatu kota dan negara dengan sekali klik. Tidak ada kecanggihan teknologi itu di masa Gen - X.
Dengan makin mudahnya informasi dia peroleh, ketika berusia 21 dan masih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang, Arip mulai melangkahkan kakinya berkeliling Asia Tenggara: Jakarta-Singapura-Malaysia (Kuala Lumpur)-Thailand (Phuket-Bangkok-Chiang Mai)-Laos (Luang Prabang)-Vietnam (Hanoi, Da Nang), lalu kembali ke Kuala Lumpur-Singapura, kemudian terbang pulang ke Jakarta. Semua ditempuh dalam 21 hari perjalanan dengan biaya total Rp 4,6 juta.
Itulah pertama kalinya dia naik pesawat terbang dan langsung ke luar negeri. Arip belajar mengatur waktu supaya tidak ketinggalan pesawat, belajar bagaimana check in pesawat, membayar pajak bandara dan berdebar-debar di gate keberangkatan sebelum terbang ke Singapura.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Adi Ankafia (26), yang dulu kuliah S-1 di Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat mahasiswa dia juga pertama kali ke luar negeri dengan berkeliling Asia Tenggara dengan rute Jakarta-Vietnam (Ho Chi Minh City)-Kamboja (Phnom Penh-Siem Reap)-Thailand (Bangkok-Had Yai)-Malaysia (Kuala Lumpur-Johor Bahru)-Singapura-Jakarta.
Selama 17 hari perjalanan Adi menghabiskan biaya Rp 2 jutaan. Cara berhematnya adalah mencari tiket pesawat setahun sebelumnya saat harga promo, dan menginap di bus malam saat berpindah kota dan negara sehingga dia tidak mengeluarkan ongkos akomodasi.
Fakhril Maulana Habibi, pertama kali backpacking ke luar negeri dengan rute: Surabaya – Malaysia – Bangkok tahun 2011 menghabiskan dana Rp 2,5juta untuk perjalanan selama delapan hari, namun itu belum termasuk ongkos tiket pesawat,
Sementara petualang lainnya adalah Erlangga Bintang Tasasati (25), memilih pergi ke Jepang sebagai negara tujuan pertamanya ke luar Indonesia. "Saat itu tahun 2016 dan saya ingin ke Jepang karena suka kebudayaan modern Jepang seperti anime (kartun Jepang), manga (komik Jepang) dan musik Jepang. Selain itu saya ingin merasakan musim dingin, semi dan gugur yang tidak ada di Indonesia,"kata Erlangga yang menghabiskan biaya Rp 12 juta untuk dua minggu perjalanannya ke Jepang.
Menabung dana
Lalu bagaimana mereka bisa menabung atau mengumpulkan dana untuk aktivitas backpacking mereka yang tentu tidak murah untuk ukuran kantung mahasiswa tersebut? Menurut Arip, sejak SMK hingga kuliah dia bekerja penuh di pabrik kerupuk milik ayahnya dan kadang-kadang membantu berdagang di warteg ibunya di Karawang. Untuk itu dia mendapatkan "upah" dari orangtuanya yang kemudian dia tabung.
Setelah yakin karena banyak informasi sudah digenggam, Arip pun membeli tiket penerbangan Jakarta-Singapura PP dan tiket Da Nang-Kuala Lumpur. Karena tiket sudah di tangan tapi tabungan masih kurang, dia merevisi itinerary atau rute perjalanannya dan memilih mendatangi tempat-tempat wisata yang tidak berbayar. Akhirnya dia berhasil melalui 12 kota di 5 negara di Asia Tenggara tersebut.
"Dengan segala keterbatasan yang kita miliki, membuat kita belajar untuk menahan diri dan merasakan bahwa ada hal-hal yang tidak bisa kita nikmati, mau makan mikir dulu, mau hura-hura mikir lagi, ada sisi yang kadang menjadikan kita tidak terlalu lupa diri,"kata Arip.
Sedangkan Adi Ankafia mendapatkan dana backpacking-nya dari upayanya mengerjakan proyek-proyek yang diberikan dosen IPB, seperti mengambil data penelitian, menganalisa data-data hasil dari kuesioner, dan beberapa pekerjaan penelitian lainnya yang membuatnya memiliki uang lebih untuk dia gunakan backpacking ke luar Indonesia pertama kalinya itu.
"Dengan segala keterbatasan yang kita miliki, membuat kita belajar untuk menahan diri dan merasakan bahwa ada hal-hal yang tidak bisa kita nikmati, mau makan mikir dulu, mau hura-hura mikir lagi, ada sisi yang kadang menjadikan kita tidak terlalu lupa diri,"kata Arip.
Fakhril yang saat itu masih mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya Malang melakukan pekerjaan sampingan agar memiliki uang saku setiap minggunya. "Metode yang saya lakukan adalah ketika mendapatkan uang di awal minggu langsung saya tabung dengan memasukannya ke rekening bank atau dimasukkan celengan, serta dipinjamkan ke teman,"kata Fakhril.
Sementara Erlangga mengaku berbagai macam cara dia lakukan untuk bisa memperoleh dana jalan-jalan ke Jepang. Mulai dari berhemat makan dan jajan, puasa Senin-Kamis, berdagang bareng teman, sengaja menabung Yen (mata uang Jepang), dan mencoba dagang valuta asing. Supaya perjalanannya tak memakan biaya besar, Erlangga mengontak temannya yang tinggal di Jepang supaya bisa menginap gratis.
Pengalaman menarik
Banyak pengalaman menarik yang mereka cecap selama di luar Indonesia. Arip yang biasa makan makanan warteg, tiba-tiba harus makan daun coriander, tiba-tiba harus makan makanan yang tidak asin, tidak manis, semua terasa kurang, termasuk kurang pedas.
"Susah untuk beradaptasi saat pertama kali. Saat perut lapar, saya malah makin diam dan lebih banyak berkontemplasi tentang keluarga. Saya menjadi lebih percaya diri, lebih berpikir dengan nalar. Setelah pulang, saya lebih dekat dengan sosok Ayah yang galak dan super disiplin. Saya makin bangga pada orangtua, merasa bersyukur memiliki mereka," kata Arip.
Keseruan yang sama dirasakan oleh Adi. Di Asia Tenggara, dia menikmati keberadaannya sebagai orang asing, menikmati keseharian warga setempat, bahasa yang digunakan, warung kopi tradisional, makanan tradisional yang terasa aneh di lidahnya. "Di Ho Chi Minh City, hampir semua masakan ada kayu manisnya. Sampai di Indonesia, saya menjadi anti makanan yang ada kayu manisnya,"kata Adi.
Hal paling berkesan bagi Adi adalah pengalaman menikmati moda transportasi darat dari bus hingga minivan dari Ho Chi Minh City hingga Singapura. "Perjalanan tak terlupakan adalah dari Bangkok ke Kuala Lumpur yang memakan waktu hampir 30 jam,"kata Adi.
Manfaat backpacking bagi Fakhril membuatnya memiliki kedisiplinan dan komitmen seperti, harus menabung agar impian yang di angan-angankannya tercapai, lebih terstruktur dalam memilah tujuan dan keinginan, serta dapat memahami sifat manusia serta kehidupannya.
Berkat backpacking pula, ketika Fakhril melakukan wawancara pekerjaan sangat membantu untuk mendapatkan nilai lebih. "Saya memiliki keyakinan bahwa jika kita memiliki pengalaman yang unik, seseorang itu akan menjadi spesial atau memiliki nilai tersendiri," kata Fakhril.
Bagi Erlangga banyak hal yang didapatkannya setelah melakukan backpacking ke Jepang. Yang terutama adalah mengubah cara pikir atau cara pandang. "Jadi bisa merasakan bagaimana menjadi minoritas di negara orang, merasakan banyak suasana baru yang berbeda, suasana alam yang baru, iklim dan cuaca yang baru, teknologi, adat istiadat, tata krama, sopan santun, bahasa, budaya yang baru yang berbeda dengan Indonesia,"kata Erlangga.
Menurutnya, masyarakat Jepang lebih baik dari Indonesia dalam hal kesopanan, kedisiplinan, pelayanan, ketepatan waktu, kejujuran, dan profesionalitas. Namun masyarakat Indonesia bagi Erlangga lebih baik dalam hal keramahan, spontanitas, kreativitas, paguyupan, keceriaan, dan lain-lain. "Pada akhirnya saya bisa merasakan kalau ternyata dunia itu lebih luas daripada yang selama ini saya bayangkan, lebih beragam dari yang selama ini ditulis di buku pelajaran,"ucap Erlangga.
Lihatlah Dunia
Bagi Adi, perjalanan backpacking ini bisa menjadi sarana kontemplasi untuk meneguhkan jati diri. Dia memiliki waktu untuk bicara dengan dirinya sendiri, lebih mengenal diri, menggali potensi diri, meningkatkan kepercayaan diri dan menjadikannya lebih dewasa.
Sedangkan bagi Arip, perjalanan backpacking membuatnya kian matang. "Saya iri terhadap orang-orang yang semakin hari semakin maju, iri dalam hal positif dan menjadikan itu acuan untuk makin maju juga. Tidak usah khawatir tidak punya teman jalan karena selama di perjalanan kita akan mendapatkan banyak teman-teman baru. Jadikan traveling untuk melihat dunia lain di luar sana dengan berbagai perbedaan. Bagaimana mereka? Semaju apa mereka? Budaya mereka seperti apa?
Untuk backpacker pemula, Arip menyarankan untuk memilih negara-negara seperti Thailand, Vietnam, Kamboja, Myanmar, Laos, Nepal, India karena negeri-negeri itu beragam, sehingga lebih banyak mengajarkan tentang nilai hidup.
Saran untuk anak muda sekarang, menurut Fakhril, sebaiknya memanfaatkan kemudahan akses untuk melakukan traveling ke luar negeri dengan biaya hemat karena sekarang akses untuk mengetahui informasi apapun seperti mencari tiket pesawat dan penginapan murah sangatlah mudah.
"Jangan biarkan waktu mudamu hanya berada di lingkungan aman dan nyaman, push your limit and out of the box, saya percaya meski sekarang belum berani, namun kelak seseorang akan memiliki keistimewaan yang tak terduga. Sisihkan uang saku agar bisa melihat sisi lain dunia yang lebih luas dan belajar akan nilai kehidupan sesungguhnya,"kata Fakhril.
Menurut Erlangga, selagi masih muda dan dalam kondisi fisik yang sehat dan prima, sebaiknya anak muda Indonesia berkeliling dunia dengan pergi ke luar Indonesia. "Jelajahi dunia agar merasakan sendiri betapa luasnya dunia, agar kita tidak hanya mengetahui dari buku pelajaran tetapi mengalami sendiri serunya berpetualang sehingga kita tidak menjadi orang yang sekadar berteori tetapi juga berpengalaman, memiliki sudut pandang yang luas, tidak jago kandang dan terkungkung seperti katak dalam tempurung. Kita juga bisa bersyukur kepada Tuhan yang telah menciptakan kita di dunia ini,"kata Erlangga.
Erlangga pun mengutip yang pernah disampaikan Presiden RI Soekarno: "Bawalah ragamu berkeliling dunia! Akan tetapi, tambatkanlah hati dan jiwamu hanya kepada Tuhan, kampung halamanmu, serta Republik Indonesia!".