Mengenang Tony Prasetiantono dari Opini ”Kompas”
Hari Jumat (18/1/2019) ini, ekonom senior Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, A Tony Prasetiantono, dimakamkan di Yogyakarta. Tony meninggal pada usia 56 tahun di Jakarta, Rabu (16/1/2019) malam.
Tony telah menjadi penulis lepas bagi kolom Opini di harian Kompas selama lebih dari tiga dekade. Dalam setahun terakhir saja, Tony menelurkan setidaknya 18 tulisan opini. Jumlah ini di luar artikel berita Kompas yang menggunakan Tony sebagai narasumber.
Baca juga: Ekonom dan Promotor Jazz Tony Prasetiantono Meninggal Dunia
Sejumlah pemikiran Tony terkait ekonomi makro tertulis dalam artikel opini. Sejumlah intisari penting ditemukan dalam berbagai artikel tersebut. Pada intinya, Tony menekankan sinergi kebijakan moneter dan fiskal agar mendukung satu sama lain demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan.
Berikut adalah sejumlah rangkuman pandangan Tony terkait perekonomian Indonesia dalam kolom Opini pada harian Kompas selama satu tahun terakhir.
Terkait kebijakan moneter, Tony melalui artikel ”Suku Bunga ’Normal’” menyampaikan, stabilisasi nilai tukar rupiah dengan meningkatkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi suatu keniscayaan. Pelemahan nilai tukar rupiah tidak dapat membawa dampak positif seperti yang diperkirakan sebelumnya, seperti kenaikan jumlah ekspor Indonesia ke negara lain, ternyata hampir seluruh mata uang emerging countries ikut melemah.
Strategi kenaikan suku bunga merupakan solusi jangka pendek, tetapi efektif untuk menstabilkan nilai tukar rupiah sebab mengundang investor global kembali ke Indonesia (”Mendahului Kurva”, 5 Juni 2018). Kenaikan suku bunga BI memang dapat memengaruhi target kredit industri perbankan untuk mencapai angka dua digit yang kemudian dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi bangsa. Namun, BI tetap harus menyesuaikannya dengan suku bunga The Fed.
Pelaku industri tidak perlu khawatir. Kondisi perbankan saat ini lebih kokoh dibandingkan dengan 1998. Bahkan, masih ada perbankan yang dapat mencatat laba dengan jumlah fantastis di tengah gejolak perekonomian.
Selain itu, Tony juga sepakat Indonesia memerlukan kebijakan yang lebih mengikat agar pelaku ekonomi menaruh devisa di dalam negeri. Kebijakan yang mengikat tersebut diperlukan untuk menangkal depresiasi rupiah.
Tony memiliki sejumlah gagasan terkait kebijakan fiskal. Kebijakan yang tepat diperlukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi.
Dalam ”Badai Agak Mereda”, Tony menilai keputusan pemerintah untuk menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada 2019 telah tepat dengan mempertimbangkan berbagai risiko yang ada, seperti kebijakan The Fed, perang dagang AS-China, dan harga minyak.
Untuk mencapai target, pemerintah perlu bergegas meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia guna memangkas defisit transaksi berjalan, menurunkan defisit fiskal melalui penerimaan pajak, serta mendorong hilirisasi ekspor berbasis manufaktur.
Dalam mencapai target tersebut, pemerintah sebenarnya telah mencicil kewajibannya. Misalnya, pemerintah telah membangun infrastruktur untuk mendorong konektivitas dan menurunkan biaya logistik.
Hanya saja, pembangunan tersebut akan sia-sia jika pemerintah tidak mengombinasikannya dengan perbaikan kualitas manusia dan memangkas hambatan birokrasi. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia semakin mendesak mengingat kehadiran industri 4.0 sudah di depan mata (”Revolusi Industri 4.0”, 10 April 2018).
Adapun utang luar negeri Indonesia masih dalam kategori aman, menurut Tony dalam ”Utang Luar Negeri” pada 20 Maret 2018. Hasil dari amnesti pajak masih belum optimal, sekalipun dana repatriasi yang masuk mencapai 12 miliar dollar AS dari luar negeri. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan mesti terus menggali potensi pajak yang belum terungkap.
Proyeksi 2019
Pada 2019, Tony melalui artikel ”Masih Ada Ruang” memproyeksikan perekonomian Indonesia dapat tumbuh lebih baik. Terdapat lima indikator yang melandasi analisisnya, yakni perekonomian AS mulai terkoreksi, penguatan rupiah, suku BI belum tentu naik, harga minyak dunia terkendali, dan kondisi fiskal Indonesia bisa tumbuh baik.
Adapun dalam artikel ”Normalisasi Rupiah”, Tony mengimbau agar aktor politik turut menjaga ketahanan rupiah untuk kembali ke level keseimbangan yang seharusnya pada tahun ini. Nilai tukar rupiah tidak hanya terpengaruh dari faktor kuantitatif, tetapi juga kualitatif, seperti sentimen dan psikologis investor.
Apalagi, sejak pertemuan IMF-Bank Dunia pada Oktober 2018, Pemerintah Indonesia dinilai telah berhasil menggalang semangat kolektivisme dalam konteks multilateral.
Baca juga: Keceriaan Tony hingga Ujung Usia
Hubungan dengan Kompas
Interaksi Tony dengan harian ini sudah tidak asing. Berdasarkan data Litbang Kompas, Tony pertama kali menulis opini untuk Kompas sebuah artikel dengan judul ”Sistem ’Home and Away’ Layak Dilaksanakan di Divisi Utama” pada 23 Februari 1986. Waktu itu, atribusi Tony ditulis sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.
Tulisan opini Tony muncul setahun kemudian dalam artikel berjudul ”Sudah Saatnya Penjadwalan Kembali Cicilan Utang?” pada 9 Januari 1987. Ia kini ”naik jabatan” karena ditulis sebagai pengajar muda pada Fakultas Ekonomi UGM.
Artikel terakhir Tony berjudul ”Masih Ada Ruang” diterbitkan pada 8 Januari 2019. Dalam artikel itu, Tony menyatakan masih ada kesempatan bagi perekonomian Indonesia untuk bertumbuh di tengah gejolak perekonomian pada 2019.
Adapun sebagai narasumber, Tony tercatat menjadi narasumber bagi harian Kompas sejak 20 Mei 1986 dari tulisan berjudul ”PHK adalah Rahmat Tersembunyi”. Di artikel ini, Tony ditulis sebagai wisudawan terbaik Fakultas Ekonomi UGM.
Baca juga: Tony Prasetiantono, Inspirator Ekonom Muda
Wawancara terakhir wartawan Kompas dengan Tony ditulis dalam artikel ”Bebas Tarif Masih Berlaku” pada 17 Januari 2019. Tulisan ini terbit sehari setelah Tony mengembuskan napas terakhir. Bisa dikatakan, sekalipun telah pergi, Tony masih sempat menitipkan gagasan kepada Kompas.
Tidak hanya tulisan. Hubungan Tony dan Kompas tidak hanya sebatas antara media massa dan penulis. Ia kerap diundang di sejumlah acara yang diadakan harian ini. Terakhir, ia menjadi moderator acara diskusi Kompas 100 CEO Forum pada November 2018.
Terima kasih atas waktu bersama Kompas selama lebih dari 30 tahun ini.
Selamat jalan A Tony Prasetiantono....