Pascapenyerangan, PKL Kucing-kucingan dengan Satpol PP
JAKARTA, KOMPAS — Sehari setelah penertiban yang berujung ricuh, pedagang kaki lima atau PKL masih bertahan menggelar lapaknya di trotoar Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (18/1/2019). Agar tak terjaring operasi penertiban, pedagang pun kucing-kucingan dengan petugas yang berjaga.
Saat pengawasan longgar, pedagang biasanya baru menggelar lapak mereka. Sementara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta bersikukuh akan terus menertibkan hingga trotoar di sepanjang Jalan Jatibaru Raya benar-benar bebas dari PKL.
Sebelumnya, lebih dari 50 PKL dan warga di sekitar trotoar Jalan Jatibaru Raya menyerang belasan anggota satpol PP. Serangan itu dipicu karena petugas menyita perkakas berdagang PKL. Serangan itu terjadi karena ada sejumlah pedagang yang membandel dan provokasi oleh sejumlah pihak.
Jika penertiban selesai, Cecep dan PKL lainnya kembali lagi ke tempat semula di trotoar.
Akibat kejadian itu, tiga anggota satpol PP mengalami luka lecet. Sementara itu, kaca truk operasional dan spion mobil patroli dirusak massa. Polisi menangkap tiga orang yang diduga provokator dan penyerang aparat.
Pada Jumat siang, suasana di trotoar Jalan Jatibaru Raya relatif sepi dari PKL. Namun, semakin sore PKL semakin banyak karena pengawasan dari satpol PP mulai longgar. PKL mengeluarkan barang-barang dagangannya, seperti gantungan baju yang diisi dengan baju-baju wanita, kaus, dan sarung bantal. Beberapa lainnya menggelar tas, sandal, dan kaus kaki di atas karung.
Baca juga: Pedagang Tanah Abang Serang Satpol PP
Umumnya mereka berjualan di area trotoar di antara kios dengan jalur pemandu kuning. Sementara yang lain menggelar dagangannya di sisi pagar putih yang membatasi trotoar dengan jalan.
Para pedagang yang masih membandel itu pun terus mengawasi area di sekitar mereka. Jika ada petugas yang muncul di kawasan itu, mereka pun akan segera mengangkut barang dagangannya.
Cecep (20) yang berjualan di area trotoar depan kios Toko Terang mengatakan, dagangannya adalah milik kios Toko Terang. Dia bersikukuh, caranya berjualan dengan menempati trotoar itu tak melanggar peraturan. ”Saya berjualan di bahu trotoar,” ucapnya memberikan alasan.
Namun, saat satpol PP datang, Cecep pun segera bergegas merapikan berbagai kaus dan kemeja yang dijualnya, seperti PKL lainnya. Jika penertiban selesai, Cecep dan PKL lainnya kembali ke tempat semula di trotoar.
Andi (23), pedagang baju di dekat pagar pembatas trotoar, beberapa kali menyembunyikan dagangannya ke Jalan Jatibaru IV ketika petugas satpol PP mendekat. Namun, ia merasa tak punya pilihan selain berdagang di situ.
Setelah dua tahun berdagang di trotoar Jalan Jatibaru Raya, Andi tidak terdata sebagai PKL yang mendapat tempat di salah satu kios di Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang. Ia menilai, biaya sewa kios di jembatan itu juga cukup mahal.
”Masalahnya balik lagi ke duit. Saya dengar sewanya Rp 3 juta-Rp 4 juta per tiga bulan, enggak sanggup bayar. Orang-orang yang lewat sini (trotoar Jalan Jatibaru Raya) juga berkurang gara-gara ada JPM. Pembeli makin sedikit. Padahal, saya juga harus makan dan bayar kontrakan,” tutur pria asal Cirebon, Jawa Barat, itu.
Andi berharap, pedagang seperti dirinya diberi tempat di area trotoar secara resmi dan gratis. Sebab, ia lelah jika terus dikejar petugas satpol PP seperti saat ini.
Baca juga: Alasan PKL Tanah Abang Nekat Melawan Satpol PP
Boy (34), PKL lainnya, mengatakan, pedagang merasa diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah. Menurut dia, pemerintah hanya menertibkan PKL tanpa memberikan solusi yang layak. JPM yang digadang-gadang sebagai solusi tidak bisa menampung semua PKL. Bahkan, menurut Boy, pendataan pedagang yang bisa mendapatkan tempat di JPM juga tidak tepat sasaran.
”Banyak orang yang bukan pedagang mendapatkan kios di JPM, sementara yang PKL malah tidak dapat. Saya tidak sanggup menyewa kios ke mereka,” ujar Boy.
Area lantai 7 Blok F Pasar Tanah Abang yang disediakan pemerintah untuk menampung PKL yang tak memperoleh kios di JPM dianggap tak menarik oleh sejumlah PKL. Boy, salah satunya, menolak menggunakan tempat itu untuk berdagang. ”Tempatnya susah diakses dan sepi pengunjung,” ucapnya.
Boy menilai, tak ada yang salah dengan berdagang di trotoar selama tidak mengganggu pejalan kaki. Menurut dia, trotoar yang ada cukup lebar, 4-5 meter, sedangkan PKL hanya berdagang di tepian trotoar.
”Lebih baik pedagang diizinkan berdagang di trotoar, tetapi diatur dengan batas-batas tertentu, misalnya tidak menghambat pejalan kaki. Kami sebenarnya mau saja ditata, tetapi tidak rela diusir,” ujarnya.
L Tarigan, pemimpin regu satpol PP yang menertibkan PKL pada Jumat siang, mengatakan, trotoar tidak boleh digunakan berdagang 1 sentimeter pun. Ia meminta PKL dan pemilik kios yang berdagang di trotoar segera mengosongkan trotoar. ”Memang di lapangan selalu ada dilema, tapi peraturannya begitu,” ucapnya.
Cara persuasif
Kepala Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Penindakan Satpol PP Jakarta Pusat Santoso mengatakan, pihaknya seperti biasa menertibkan PKL yang membandel. Satpol PP menurunkan 80 personel untuk mengamankan kawasan Pasar Tanah Abang, yaitu 70 personel menjaga titik-titik rawan di pasar, sedangkan 10 personel menertibkan pelanggaran, termasuk di trotoar Jalan Jatibaru Raya.
Santoso melanjutkan, pihaknya mengedepankan cara-cara persuasif dalam menertibkan PKL. Namun, jika PKL tetap membandel, petugas mau tidak mau harus bertindak tegas. Menurut dia, tindakan yang diambil tetap memenuhi prosedur.
”Untuk kasus (penyerangan) kemarin, kami sudah ingatkan hingga tiga kali agar tidak berjualan di trotoar. Mereka mengiyakan, tetapi selepas petugas pergi, mereka berdagang lagi. Makanya kami ambil perkakas mereka, tetapi mendapat penolakan dan perlawanan,” tuturnya.
Santoso menambahkan, berdasarkan penelusuran pihaknya, tidak sedikit PKL yang masih berjualan di trotoar adalah pendatang baru. Ada yang baru berjualan sekitar dua bulan, ada pula yang baru dua minggu. Namun, ia tidak mengetahui jumlah PKL pendatang baru itu. Keberadaan JPM diduga menjadi daya tarik bagi PKL lain untuk mengadu peruntungan meskipun tidak mendapat tempat di JPM.
Walau penuh tantangan, Santoso mengatakan, satpol PP akan terus menertibkan PKL. Dia percaya, penertiban secara terus-menerus akan mengubah perilaku dan menimbulkan kesadaran pedagang bahwa trotoar adalah tempat untuk berjalan kaki, bukan berdagang. (KRISTIAN OKA PRASETYADI/YOLA SASTRA)