MELBOURNE, JUMAT — Petenis 21 tahun asal Amerika Serikat, Taylor Fritz, sangat senang ketika bisa memenangi satu dari tiga set saat melawan Roger Federer pada turnamen ATP Hamburg 2016. Namun, mengulangi hal yang sama melawan sang maestro di arena Grand Slam tidaklah mudah. Fritz masih harus banyak belajar, termasuk dari Federer.
Setelah Hamburg 2016, Fritz dan Federer bertemu kembali pada babak ketiga Australia Terbuka di Rod Laver Arena, Melbourne Park, Jumat (18/1/2019). Dalam format best of five sets, di mana petenis harus memenangi tiga dari maksimal lima set, Fritz kesulitan. Federer memenangi laga tersebut, 6-2, 7-5, 6-2.
Berbeda dengan format best of three set (harus menang dua dari maksimal tiga set), seperti yang digunakan di Hamburg, bermain dalam best of five sets diperlukan konsistensi penampilan dalam pertandingan yang lebih panjang. Inilah yang umumnya belum dimiliki petenis muda berusia 22 tahun ke bawah. Kekurangan itu makin terlihat ketika mereka berhadapan dengan petenis papan atas dunia, seperti Federer.
Federer, yang telah 20 kali menjuarai Grand Slam dan enam di antaranya di Australia Terbuka, mengajarkan bagaimana meraih poin seefektif mungkin. Kecepatan maksimal servis Federer (203 km/jam) tak secepat servis Fritz yang mencapai 224 km/jam. Rata-rata kecepatan servis Federer (185 km/jam) juga di bawah Fritz (193 km/jam).
Akan tetapi, Federer memperlihatkan bahwa kecepatan tak menjadi satu-satunya faktor untuk meraih poin dari servis. Penempatan bola juga penting. Bola servis yang diarahkan ke garis tengah lapangan atau dengan sudut lebar agar pantulannya menjauhi lapangan cukup merepotkan Fritz. Dengan servis bersudut lebar itu, Federer bisa dengan mudah menyerang dari depan net (servis dan voli).
Keunggulan itu diperlihatkan dengan tingginya persentase Federer dalam meraih poin dari servis pertama. Dari 43 servis pertama yang masuk, 40 di antaranya (93 persen) menghasilkan poin. Adapun Fritz hanya bisa mendapat 28 poin dari 45 servis pertama yang masuk (62 persen).
Sebanyak 15 poin juga didapatnya dari 18 percobaan pukulan depan net (83 persen). Adapun Fritz hanya mendapat 6 poin dari 14 percobaan (43 persen).
Mantan petenis John McEnroe mengatakan, tubuh, kekuatan, kemampuan, dan mental petenis muda belum terbentuk untuk tampil konsisten dalam Grand Slam. Apalagi, untuk menjuarai Grand Slam, diperlukan tujuh kemenangan beruntun.
”Saya tahu tantangan yang saya hadapi melawan Fritz lebih besar, saya harus ekstrafokus pada pertandingan tadi. Dia pemain bagus dan saya yakin dia akan memiliki masa depan yang bagus,” kata Federer yang penampilan pada set pertamanya disaksikan salah satu putra kembarnya, Lenny, di tribune tim.
Menang melawan Fritz, Federer ditantang pemain muda lainnya, Stefanos Tsitsipas. Petenis Yunani berusia 20 tahun itu mengalahkan Nikoloz Basilashvili (Georgia), 6-3, 3-6, 7-6 (7), 6-4, pada babak ketiga. Tsitsipas, yang berperingkat ke-15, adalah petenis termuda di jajaran 20 petenis peringkat tertinggi dunia.
Tsitsipas belum pernah berhadapan dengan Federer dalam turnamen ATP atau Grand Slam. Dia pun sangat menantikan pertemuan itu saat Yunani berkesempatan melawan Swiss pada kejuaraan beregu campuran, Piala Hopman, di Perth, 29 Desember 2018-5 Januari 2019. Tsitsipas kalah dengan skor 6-7 (5), 6-7 (4). Namun, pada nomor ganda campuran, Tsitsipas yang berpasangan dengan Maria Sakkari mengalahkan Federer/Belinda Bencic, 4-3 (4), 2-4, 4-3 (3).
Selain Federer melawan Fritz, pertemuan para jagoan tua dan petenis generasi muda juga terjadi pada laga Rafael Nadal melawan Alex de Minaur, Jumat malam. De Minaur adalah petenis Australia berusia 19 tahun. Petenis 19 tahun lainnya, Denis Shapovalov, akan menantang petenis nomor satu dunia, Novak Djokovic, pada babak ketiga yang berlangsung Sabtu. (AP)