JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri makanan olahan mulai menyesuaikan harga produk karena kenaikan sejumlah komponen produksi. Penyesuaian atau kenaikan harga sejumlah produk makanan olahan diperkirakan 5-10 persen.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman, di Jakarta, Jumat (18/1/2019), menyatakan, sejumlah pelaku usaha produk makanan olahan mulai melakukan penyesuaian harga karena ada beberapa komponen biaya yang naik.
Komponen biaya itu, misalnya, upah minimum atau upah pekerja. Selain kenaikan upah, pelemahan nilai tukar rupiah selama ini juga menjadi pertimbangan karena berpengaruh terhadap harga pembelian bahan baku. Saat rupiah melemah tahun lalu, pelaku usaha makanan olahan, terutama di perusahaan berskala besar, belum melakukan penyesuaian harga.
Adhi mencontohkan, harga komoditas terigu yang dihasilkan sejumlah produsen terigu naik karena depresiasi nilai tukar rupiah tahun 2018 berdampak pada harga pembelian bahan baku gandum impor. Kenaikan harga terigu dapat memicu kenaikan produk makanan olahan, seperti biskuit.
”Pelaku usaha kecil dan menengah sudah terlebih dahulu menaikkan harga produk pada tahun lalu,” katanya.
Selain itu, harga produk rumput laut juga mengalami kenaikan sehingga memengaruhi produk makanan olahan seperti agar-agar atau jelly. ”Kenaikan sekitar 5 persen,” katanya.
Terkait hari raya Imlek, sampai saat ini, belum terlihat ada peningkatan permintaan. ”Belum ada pergerakan. Masih biasa saja,” lanjutnya.
Produsen tepung terigu sudah menaikkan harga sejak tahun 2018, yaitu sekitar 5 persen.
Dari data Badan Pusat Statistik, inflasi pada Desember 2018 sebesar 0,62 persen. Tingkat inflasi tahun kalender Januari-Desember 2018 sebesar 3,13 persen.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga dari seluruh indeks kelompok pengeluaran, antara lain kelompok bahan makanan 1,45 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,22 persen. Dari kelompok makanan jadi, subkelompok makanan jadi sebesar 0,12 persen dan subkelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar 0,48 persen.
Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Lopies mengatakan, produsen tepung terigu sudah menaikkan harga sejak tahun 2018, yaitu sekitar 5 persen. Pada tahun 2018, nilai tukar rupiah melemah sehingga berdampak pada pembelian bahan baku gandum impor.
Ratna menambahkan, harga terigu sangat bergantung pada harga gandum internasional. Selain faktor nilai tukar rupiah, harga gandum pada 2018 cenderung naik karena produksi gandum berkurang. Namun, kenaikan upah minimum dinilai bukan menjadi alasan untuk menaikkan harga terigu. ”Harga terigu sudah naik tahun lalu karena depresiasi nilai tukar rupiah,” katanya.