Pembangunan Sekolah Permanen Pascagempa Belum Dipastikan
Oleh
Videlis Jemali
·2 menit baca
SIGI, KOMPAS — Tiga bulan pascagempa, pembangunan ruang kelas permanen yang rusak atau hancur akibat gempa bumi di Sulawesi Tengah belum bisa dipastikan. Pemerintah masih fokus menyediakan sekolah semipermanen. Hingga kini banyak sekolah yang masih menggunakan tenda darurat.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulteng Irwan Lahace menyatakan, ia baru selesai menilai kondisi sekolah-sekolah yang rusak. Penilaian itu penting untuk menentukan perbaikan sekolah, apakah hanya renovasi atau pembangunan baru. ”Pembangunan gedung sekolah permanen belum (dilakukan),” kata Irwan saat dihubungi dari Sigi, Sulteng, Jumat (18/1/2019).
Irwan menyebutkan, pembangunan gedung sekolah permanen membutuhkan waktu. Sambil menunggu kepastian hal itu, dibangun ruang kelas semipermanen dengan konstruksi utama papan lapis dan seng.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulteng, total 956 sekolah terdampak gempa bumi pada 28 September 2018, yang meliputi 1.001 ruang kelas rusak berat dan hilang serta 4.000 ruang kelas rusak sedang dan ringan.
Sekolah rusak dan hilang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala, tiga daerah yang paling terdampak gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi. Sekolah hilang terutama karena dilanda tsunami dan likuefaksi.
Di Sekolah Dasar Negeri 2 Biromaru, Desa Lolu, Sigi, sudah didirikan tiga ruang kelas semipermanen. Satu ruang kelas sudah dipakai. Ruang kelas lainnya masih dibangun. Kegiatan belajar sebagian besarnya masih dilakukan di tenda darurat. Ruang kelas lama di sekolah tersebut rusak berat dan sudah dirobohkan.
Hal sama terlihat di Sekolah Dasar Inpres Biromau di Desa Mpanau. Semua siswa masih belajar di tenda darurat. Tenda-tenda berupa terpal. Ada yang memiliki dinding terpal, ada juga yang tanpa dinding. Tinggi atap terpal 3-5 meter. Ruang kelas lama di sekolah itu juga telah dirobohkan karena rusak parah. Ruang kelas semipermanen sementara dibangun di bagian selatan ruang-ruang kelas darurat.
Merujuk data yang dihimpun Kompas pada pertengahan Desember 2018 di Kota Palu, sekitar 200 ruang kelas semipermanen telah dibangun untuk jenjang TK, sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama. Total ruang kelas rusak berat atau hilang 336 unit. Total sekolah yang terdampak gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Kota Palu 406 unit.
Panas
Kegiatan belajar mengajar di tenda-tenda darurat selama ini lancar di tengah sejumlah kendala. Salah satu kendalanya adalah hawa panas menjelang tengah hari. ”Anak-anak tak bisa tahan di dalam tenda sampai pukul 11.00 Wita. Dengan kondisi itu, anak-anak dipulangkan lebih awal,” kata Diana (39), guru SDI Biromaru.
Anak-anak tak bisa tahan di dalam tenda sampai pukul 11.00 Wita. Dengan kondisi itu, anak-anak dipulangkan lebih awal.
Kompas sempat berada di dalam salah satu tenda darurat yang menjadi ruang kelas. Tak sampai satu menit, keringat mengucur di wajah. Ubun-ubun terasa panas.