JAKARTA, KOMPAS — Pencegahan penularan demam berdarah dengue perlu ditingkatkan mengingat puncak musim hujan sudah terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Sebab, telur nyamuk aedes aegypti bisa bertahan dalam kondisi kering dan menetas dalam dua hari ketika terendam air.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, sampai 17 Januari 2019 terdapat laporan suspect DBD sebanyak 4.798 kasus dari 10 provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, NTT, Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
Banyaknya kasus suspect DBD itu seiring dengan peningkatan curah hujan di wilayah-wilayah tersebut. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, potensi peningkatan curah hujan di wilayah tersebut terjadi pada 16 Januari sampai 22 Januari 2019.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG R Mulyono R Prabowo mengatakan bahwa hal itu disebabkan adanya massa udara dingin dari Asia yang menjalar masuk ke wilayah Selat Karimata, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Selain itu, terdapat massa udara basah dari Samudra Hindia yang memasuki perairan barat Bengkulu, Selat Sunda, Lampung, Jawa, Bali, NTB, dan NTT.
”Terdapat pula pusat tekanan rendah di Samudra Hindia di selatan Jawa. Selain itu, ada beberapa sirkulasi angin yang dapat membentuk area pertemuan angin di sepanjang perairan barat Sumatera, Jawa, hingga Laut Banda. Area pertemuan angin ini juga mendukung pertumbuhan awan hujan yang signifikan di wilayah itu,” kata Mulyono.
Peneliti Dampak Kesehatan Perubahan Iklim Universitas Indonesia (UI), Budi Haryanto, mengatakan, secara umum peningkatan penyakit DBD signifikan dengan curah hujan di Indonesia dari tahun ke tahun. Selain itu, Budi mengatakan, meningkatnya angka DBD dari tahun ke tahun disebabkan juga oleh upaya penanggulangan yang kurang efektif dari pemerintah.
Budi mengatakan, untuk pencegahan penularan DBD, yang perlu dibasmi adalah nyamuk aedes aegypti dewasa. Fogging atau pengasapan yang selama ini dilakukan perlu dipantau dan dievaluasi agar efektif membasmi nyamuk.
”Permasalahannya teknis. Saat fogging, campuran solar dengan pestisida sudah tepat atau belum? Jika campuran dan setelan alatnya tepat, asap yang dikeluarkan tidak akan meninggalkan bekas di lantai atau di meja,” kata Budi ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (18/1/2019).
Budi mengatakan, komposisi cairan untuk pengasapan sudah memiliki standar dari Kementerian Kesehatan. Namun, praktik di lapangan kerap tidak diperhatikan dan kurang sosialisasi kepada petugas yang melaksanakan pengasapan. Jika tidak dilakukan dengan baik, pengasapan hanya membuat nyamuk pingsan dan bisa beraktivitas lagi.
Ia juga mengatakan, jika sudah ada yang terjangkit DBD, setidaknya radius 200 meter dari rumah terjangkit perlu dilakukan pengasapan. Sebab, nyamuk demam berdarah mampu terbang hingga 140 meter.
”Setelah dilakukan pengasapan, rumah sebaiknya ditutup sekitar setengah jam agar asap menempel di tubuh nyamuk dan membuat dia dehidrasi kemudian mati,” ujar Budi.
Waktu pengasapan yang tepat ialah saat nyamuk aedes aegypti tidak beraktivitas. Budi mengatakan, saat pagi hari sebaiknya pengasapan dilakukan sebelum pukul 09.00. Pengasapan bisa dilakukan kembali antara pukul 12.00 sampai 15.00.
Kebersihan lingkungan
Ahli penyakit tropik dan infeksi Fakultas Kedokteran UI, Erni Juwita Nelwan, mengatakan bahwa masyarakat perlu memperhatikan genangan air di sekitar tempat tinggal. Telur nyamuk aedes aegypti tahan berbagai macam kondisi di wilayah perkotaan.
”Dalam kondisi kering, telur itu bisa bertahan hingga enam bulan. Jika terendam air, telur itu bisa berkembang menjadi nyamuk dewasa sekitar satu minggu,” kata Erni.
Ia mengatakan, masyarakat bisa mengurangi tempat-tempat yang berpotensi menjadi tempat tinggal nyamuk dewasa, seperti tumpukan baju. Selain itu, genangan air bersih di sekitar lokasi rumah perlu rutin dibersihkan.
Erni mengatakan, DBD kebanyakan menjangkiti anak-anak. Menurut dia, hal ini terjadi karena anak atau orangtua kurang perhatian terhadap penyakit DBD. Ia mengatakan, jika anak belum buang air dalam sehari, sebaiknya langsung diperiksakan ke dokter.
”Kematian salah satunya disebabkan kebocoran pembuluh darah di seluruh tubuh. Jika begitu, tidak bisa dihentikan dari luar. Yang bisa dilakukan adalah mengganti cairan di dalam tubuh dengan cairan infus,” ujar Erni. (SUCIPTO)