JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan kilang minyak akan menjadi pekerjaan rumah pemerintahan mendatang. Selama ini, pembangunan kilang kurang mendapat prioritas layaknya pembangunan infrastruktur jalan tol atau bendungan. Bila perlu, Presiden sebaiknya memimpin langsung pembangunan kilang baru di Indonesia.
Saat ini, kapasitas terpasang kilang di Indonesia 1 juta barrel per hari, sedangkan kebutuhan produk kilang berupa bahan bakar minyak (BBM) nasional mencapai 1,5 juta barel per hari sampai 1,6 juta barel per hari. Praktis, Indonesia masih bergantung pada impor BBM selain impor minyak mentah. Di satu sisi, kemampuan produksi minyak mentah dalam negeri kurang dari 800.000 barrel per hari.
"Seharusnya, pembangunan kilang diprioritaskan layaknya Presiden memimpin langsung pembangunan jalan tol atau bendungan. Sebab, impor migas akan membengkak sampai tiga kali lipat pada 2025. Salah satu sebabnya adalah kapasitas kilang dalam negeri yang terbatas," ucap Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas Andang Bachtiar dalam diskusi tentang proyeksi energi dan pertambangan Indonesia 2019, Kamis (17/1/2019), di Jakarta.
Meningkatnya impor minyak mentah dan BBM, lanjut Andang, menjadi penyebab utama defisit neraca perdagangan. Migas menyumbang defisit sebesar 12,4 miliar dollar AS sepanjang 2018 atau yang terbesar dalam sejarah perdagangan migas Indonesia. Peningkatan harga minyak dunia dan konsumsi BBM memicu defisit yang kian dalam.
"Di satu sisi, upaya substitusi BBM dengan bahan bakar gas maupun bahan bakar nabati belum berjalan optimal," kata Andang.
PT Pertamina (Persero) berkomitmen menuntaskan proyek pengembangan kilang dan pembangunan kilang baru di tahun 2026. Proyek pengembangan kilang dilakukan di empat kilang, termasuk kilang khusus pengolahan minyak kelapa sawit. Sebelumnya, megaproyek ini dijadwalkan rampung pada 2024.
Rencana pembangunan kilang baru ada di Bontang, Kalimantan Timur, dan di Tuban, Jawa Timur, dengan kapasitas masing-masing 300.000 barel per hari. Adapun pengembangan kilang dilakukan di kilang Balikpapan, Kaltim; kilang Cilacap, Jawa Tengah; kilang Balongan, Jawa Barat; dan kilang Dumai, Riau. Apabila semua proyek itu tuntas, kapasitas terpasang kilang naik dari 1 juta barel per hari jadi 2 juta barel per hari.
"Semua akan dilakukan secara paralel (proyek pengembangan dan pembangunan kilang baru). Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (Kompas, 11/12/2018).
Pertambangan
Sementara itu, Ketua Indonesia Mining Institute Irwandy Arif menyoroti tata kelola tambang yang masih menyisakan masalah, seperti tumpang tindih wilayah operasi tambang dengan kawasan hutan konservasi. Begitu pula persoalan pertambangan tanpa izin yang sampai sekarang belum ada jalan keluarnya. Di daerah, aparat penegak hukum tampak gamang menyelesaikan masalah tersebut.
"Masa depan mineral dan batubara Indonesia masih bagus. Hanya saja optimalisasi upaya menaikkan nilai tambah dengan dukungan penelitian, inovasi, dan pertimbangan pasar," kata Irwandy.
Di sektor energi baru dan terbarukan, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, pencapaian target 23 persen dalam bauran energi nasional di 2025 akan terasa menantang. Apalagi, capaian sampai akhir 2018 lalu baru delapan persen. Perlu usaha keras, seperti kebijakan, pendanaan, teknologi, dan sumber daya manusia, untuk mencapai target 23 persen dalam kurun tujuh tahun mendatang.
Secara keseluruhan, investasi bidang energi dan sumber daya mineral sepanjang 2018 naik menjadi 32,2 miliar dollar AS dibanding realisasi 2017 yang sebesar 27,5 miliar dollar AS. Sumbangan penerimaan negara bukan pajak di 2018 juga meningkat menjadi Rp 217,5 triliun dibanding realisasi 2017 yang sebesar Rp 132 triliun.