MATARAM, KOMPAS — Dalam tiga bulan ke depan, rekonstruksi dan rehabilitasi hunian untuk penyintas bencana gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, harus selesai. Oleh sebab itu, ketersediaan tenaga kerja dan akses material menjadi kunci.
Percepatan dalam tiga bulan itu dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Jumat (18/1/2019). Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi, Komandan Resor Militer 162/Wira Bhakti Kolonel (Czi) Ahmad Rizal R, dan Ahli Menteri Bidang Keterpaduan Pembangunan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Achmad Gani Ghazali hadir dalam rapat itu.
Tercatat, jumlah rumah rusak akibat gempa bumi di Lombok 216.519 unit. Secara tingkat kerusakan, angka itu terbagi menjadi rusak berat (75.138 unit rumah), rusak sedang (33.075 unit rumah), dan rusak ringan (108.306 unit rumah).
Dari segi pembagian penugasan, Gani Ghazali menangani di ranah rumah rusak berat. Adapun Ahmad Rizal di ranah rumah rusak sedang dan ringan.
”Dalam tiga bulan ke depan, rekonstruksi dan rehabilitasi (rumah penyintas bencana) ini harus selesai,” ucap Doni dalam rapat.
Pertimbangan target tiga bulan itu berdasarkan masa pertanggungjawaban dana bencana dari pemerintah pusat serta masa status penanganan bencana di daerah. Doni mengatakan, rumah dengan kondisi rusak sedang dan ringan menjadi prioritas.
Salah satu langkah yang diambil untuk mencapai target itu ialah mengerahkan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara RI (Polri). Doni menyatakan, BNPB mendukung adanya pengerahan 1.000 anggota TNI dan 500 anggota Polri untuk menuntaskan pengerjaan rekonstruksi dan rehabilitasi di NTB.
Adapun tambahan tenaga kerja itu juga dilibatkan untuk menjadi fasilitator bagi penyintas bencana. Berdasarkan pengalamannya, Rizal mengatakan, pendampingan dan rekomendasi fasilitator mempercepat pencairan dana untuk penyintas bencana.
Fasilitator untuk penanganan rumah rusak ringan dan sedang kini terdiri atas 500 anggota babinsa dan 1.000 orang penduduk yang berasal dari NTB. Hingga saat ini, Rizal menambahkan, pihaknya telah menuntaskan sekitar 7.000 unit rumah rusak ringan dan sedang.
Zulkieflimansyah dan Sitti menyambut baik usulan kehadiran anggota TNI dan Polri berdasarkan kinerja rehabilitasi dan rekonstruksi rumah rusak ringan dan sedang. Mereka pun optimistis target tuntas dalam tiga bulan ke depan akan tercapai.
Agar target itu realistis untuk dicapai, pengamat infrastruktur dari Universitas Indonesia (UI) Wicaksono Adi mengatakan, material, peralatan konstruksi, dan tenaga kerja menjadi kunci.
”Secara metode konstruksi, target tersebut dapat dicapai. Namun, pemangku kebijakan perlu memetakan lokasi suplai material bangunan yang siap memasok ke Lombok serta keberadaan alat-alat berat untuk konstruksi,” kata Wicaksono saat dihubungi.
Dalam hal ini, Wicaksono berpendapat, perlu adanya prioritas pengiriman dan logistik material dan peralatan konstruksi. Apalagi mengingat pusat pasokan kedua barang dan jasa itu mayoritas berada di luar Lombok.
Senada dengan Wicaksono, Direktur Eksekutif Center for Sustainable Infrastructure Development (CSID) Fakultas Teknik Universitas Indonesia M Ali Berawi menilai, target itu bisa dicapai. Namun, agar pengerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi itu memiliki standar yang sama, dia menyarankan menggunakan sistem pembangunan prapabrikasi.
Sistem pembangunan tersebut berprinsip, komponen-komponen rumah diproduksi di pabrik lalu dipasang di area yang dikehendaki. ”Hal ini membutuhkan pemetaan perusahaan-perusahaan konstruksi yang siap memproduksi dan menyuplai komponen untuk Lombok,” kata Ali.
Sementara itu, uang yang digelontorkan dari pemerintah pusat untuk rehabilitasi dan rekonstruksi rumah pascabencana Lombok sebesar Rp 3,5 triliun hingga saat ini. Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Harmensyah mengatakan, jumlahnya meningkat menjadi Rp 5,6 triliun berkaitan dengan penambahan data rumah rusak. Penambahan itu akan diajukan BNPB ke Kementerian Keuangan.