Suara Perubahan PSSI
Kongres tahunan PSSI di Bali, akhir pekan ini, diharapkan menjadi momentum perbaikan sepak bola nasional. Saatnya faktor integritas dikedepankan dalam pemilihan eksekutif.
JAKARTA, KOMPAS— PSSI perlu berbenah, khususnya memperbaiki integritasnya, demi iklim sepak bola yang lebih baik serta prestasi. Langkah besar itu bisa dimulai lewat kongres biasa PSSI yang digelar di Bali, Minggu (20/1/2019) lusa.
Pandangan tersebut disampaikan sejumlah anggota serta pemilik suara PSSI menyambut kongres tahunan PSSI. Mereka menilai, kongres itu adalah momentum tepat PSSI untuk berintrospeksi diri sekaligus mengambil langkah penting terkait dengan kasus-kasus yang tengah menerpanya, salah satunya pengaturan skor.
”Sudah saatnya kita (PSSI) melakukan perubahan dan perbaikan. Adanya kelemahan dan masalah (PSSI) membuat prestasi tim nasional (senior) tidak pernah maju, bahkan di level Asia Tenggara. Isu pengaturan skor kian menambah masalah itu,” ujar Ketua Asosiasi Provinsi PSSI DKI Jakarta Uden Kusuma, Kamis (17/1), di Jakarta.
Uden mendukung jika masalah pengaturan skor dibahas dalam Kongres PSSI. Ia menilai, sepak bola di Indonesia bakal selamanya sulit maju dan berprestasi jika masalah laten itu terus muncul. ”Itu sangat mengganggu sepak bola.
Padahal, tujuan sepak bola, seperti olahraga pada umumnya, adalah mengajarkan nilai-nilai sportivitas,” ujarnya. Salah satu agenda pada Kongres PSSI itu adalah membahas soal anggota komite eksekutif (exco) yang terjerat kasus pengaturan skor.
Selain Hidayat, yang telah mengundurkan diri, paling tidak ada dua nama anggota Exco PSSI lainnya yang tengah terbelit masalah itu, yakni Johar Lin Eng dan Papat Yunisal. Salah satu anggota Komisi Disiplin PSSI, Dwi Irianto, terjerat masalah serupa dan kini jadi tersangka.
Sabaruddin Labamba, Ketua Asprov Sulawesi Tenggara, berharap agar Kongres PSSI di Bali nantinya memberhentikan para anggota exco dan pengurus PSSI yang bermasalah itu. Proses pergantian atau pemilihan anggota exco yang baru diharapkan berjalan obyektif.
Uden menekankan perlunya uji integritas dalam pemilihan anggota exco pengganti. Hal serupa menjadi kebiasaan baru di FIFA sejak era reformasi pada 2016. ”Integritas harus diperhatikan agar orang-orang ini tidak lagi bisa ’bermain api’. Kita harus mencari orang yang tepat. Soal mekanismenya (uji integritas dan pemilihan anggota exco) nanti bagaimana, silakan dibahas di kongres nanti,” ujarnya.
Pengawasan lemah
Desakan menjadikan kongres di Bali sebagai tonggak reformasi PSSI juga muncul dari pihak luar. Amal Ganesha, pendiri Ganesport Institute, menilai, kongres itu adalah momentum PSSI memodernisasi diri dan memperbaiki tata kelola di dalam organisasinya.
Ia menilai, PSSI bak lembaga superior yang selama ini bekerja tanpa kontrol atau pengawasan. Para anggota lembaga yudisial di PSSI, seperti Komite Disiplin dan Komite Etik, misalnya, ditunjuk oleh para exco. Padahal, kedua komite itu punya peranan strategis yang semestinya tidak dikooptasi oleh pemegang eksekutif.
”Kasus pengaturan skor bisa terjadi karena lemahnya pengawasan. Masalah itu memang masih terjadi di negara dengan industri sepak bola yang maju sekali pun. Namun, itu bisa ditekan berkat pengawasan yang efektif,” ujar Ganesha.
Untuk itu, ia mengusulkan para anggota PSSI mendorong perubahan statuta yang salah satunya berisi tentang larangan pejabat tinggi di PSSI atau exco memiliki saham di klub sepak bola profesional untuk menghindari konflik kepentingan. Ia juga mengusulkan perlunya ada anggota independen di dalam komposisi exco PSSI.
”Tugas anggota independen di exco itu adalah memastikan check and balances di PSSI. Anggota exco juga wajib memahami kode etik dan statuta organisasi,” kata Ganesha.
Koordinator Save our Soccer, Akmal Marhali, menilai, kongres di Bali selaiknya menjadi kesempatan PSSI untuk bersih-bersih diri. ”Mereka wajib berbenah dan bersih-bersih dari orang-orang lama yang selama ini bermasalah,” ujarnya.
Ia mengibaratkan PSSI kapal oleng yang nyaris karam karena satu per satu pejabat dan anggota eksekutifnya diperiksa polisi dan dijadikan tersangka kasus pengaturan skor.
Total saat ini ada 11 tersangka pengaturan skor dari berbagai kalangan yang telah ditetapkan oleh Satuan Tugas Antimafia Bola. Sebagian dari mereka ini adalah para pengurus PSSI.
Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha mengakui, kongres di Bali adalah kesempatan lembaganya untuk berbenah. Terkait dengan hal itu, PSSI menggodok lahirnya komite ad hoc integritas yang khusus mengurusi pengaturan skor.