Asa Anak Pedalaman akan Rumah Baca
Lima tahun ini, komunitas Love Borneo Kalimantan Barat ”blusukan” ke kampung-kampung di pedalaman dan mendirikan rumah baca. Misi mereka, mewujudkan asa dan membuka cakrawala berpikir anak-anak di pedalaman Kalbar.
Sebanyak 20 anak SD di Kampung Pangkalan Durian, Desa Ngarak, Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalbar, Minggu (6/1/2019) siang, berkumpul di salah satu gereja di kampung itu. Mereka membawa buku tulis dan pensil.
Elfrida Marpaung (27) dan Doni Liau (21), anggota komunitas Love Borneo, duduk di hadapan anak-anak itu. Tangan Elfrida memegang alat bantu berupa jam dinding. Hari itu, ia mengajar pengetahuan tentang waktu.
Sesekali Elfrida bertanya kepada anak-anak untuk menguji pemahaman mereka. Anak-anak itu pun menjawab dengan antusias. Pengajaran yang diberikan tidak hanya dalam bahasa Indonesia, tetapi sesekali juga dalam Bahasa Inggris.
”Anak-anak di sini senang bahasa Inggris. Apalagi SD di pedalaman Kalbar rata-rata belum ada pelajaran Bahasa Inggris. Mereka juga senang membaca. Sayangnya, akses terhadap buku minim. SD mereka tidak memiliki perpustakaan,” ujar Elfrida.
Setelah pelajaran mengenai waktu berakhir, Doni mengeluarkan buku-buku koleksi rumah baca dari dalam kardus. Di situ ada banyak buku cerita yang ramah anak. Anak-anak langsung memilih buku bacaan sesuai minat.
Dua anggota Love Borneo lainnya, Delin (26) dan Primus Dendi Prayoga (17), ikut mendampingi anak-anak yang belum lancar membaca.
”Senang sekali kalau kakak-kakak (Love Borneo) datang. Bisa belajar, bisa baca buku dari mereka,” kata Dina (10), salah satu anak yang mengikuti kegiatan itu.
Aktivitas komunitas Love Borneo itu menginspirasi Dina. ”Saya ingin jadi guru, mengajar seperti kakak-kakak ini,” kata siswa kelas V SD itu sambil tangannya menggenggam buku dongeng.
”Banyak sekali buku yang bisa dipilih. Dulu tidak ada,” kata Paulina (11), anak lainnya yang antusias memilih-milih buku cerita anak.
Aktivitas anggota Love Borneo dan anak-anak yang mereka dampingi itu berlangsung hampir tiap akhir pekan. Di saat pemuda lain beristirahat atau berlibur di hari Sabtu dan Minggu, anggota Love Borneo yang sebagian besar berada di Pontianak itu menempuh jarak puluhan kilometer untuk mengunjungi anak-anak di pedalaman. Mereka bersemangat karena gayung bersambut. Anak-anak yang dikunjungi juga antusias belajar dan membaca.
Gerakan literasi di Kampung Pangkalan Durian, sekitar 80 kilometer dari Pontianak, dimulai sejak tiga tahun lalu. Gerakan itu dimulai dengan mendirikan rumah baca dengan 300-an koleksi buku.
”Rumah baca didirikan dengan membuat rak-rak buku di tempat yang nyaman bagi anak-anak. Rumah baca itu bisa di sekolah, rumah warga, ataupun gereja,” ujar Elfrida.
Keprihatinan
Gerakan literasi yang dilakukan komunitas Love Borneo berangkat dari keprihatinan akan minimnya minat baca anak-anak di pedalaman. Hal itu karena akses pada buku bacaan juga minim.
Raynaldo Ginting, mentor Love Borneo, mengisahkan, para pemuda yang tergabung di komunitas ini awalnya melakukan pelayanan gereja berupa pendampingan rohani, atau dikenal dengan istilah sekolah Minggu, bagi anak-anak di kampung-kampung. Dari situ ditemui fakta rendahnya kebiasaan membaca pada anak-anak. Prihatin atas situasi itu, pada 2013 muncul ide mendirikan rumah baca untuk mendorong minat baca.
Anggota Love Borneo lantas datang ke kampung-kampung, mencari orang yang mau menjadi mitra untuk menjaga buku-buku dan mengatur waktu membaca anak-anak, yakni 3-4 kali seminggu. Setelah menemukan mitra warga setempat, baru mereka membuat rumah baca. Dalam perkembangannya, Love Borneo juga memberikan bimbingan belajar.
Love Borneo menghimpun buku-buku bacaan sumbangan orang dari sejumlah daerah di Indonesia. Aktivitas Love Borneo diunggah di media sosial sehingga banyak yang tertarik menyumbang buku untuk anak-anak pedalaman.
Kini sudah ada 14 rumah baca yang didirikan Love Borneo yang tersebar di lima kabupaten/kota. Agar anakanak tidak bosan, koleksi buku di rumah baca itu ditukar bergiliran dengan rumah baca lain dalam periode tertentu.
Saat ini ada 40 anggota Love Borneo. Mereka dibagi dalam beberapa kelompok untuk mendampingi setiap desa yang memiliki rumah baca. Pendampingan dilakukan dalam periode tertentu, ada yang setiap minggu, ada pula beberapa minggu sekali. Melalui rumah baca itu, mereka juga menuntun anak-anak pedalaman menemukan minat dan bakatnya.
Pengajar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Aswandi, menilai rendahnya budaya literasi di pedalaman karena akses terhadap buku yang sulit. Padahal, membaca penting bagi perkembangan anak-anak itu. Dengan banyak membaca, mereka kritis. Kreativitas dan imajinasi mereka juga berkembang.
Menurut data Kemdikbud, baru 65,5 persen dari 4.381 SD di Kalbar, atau 2.872 SD, yang punya perpustakaan. Secara nasional, baru 55 persen dari total 149.000 SD di Indonesia yang dilengkapi perpustakaan.
Gubernur Kalbar Sutarmidji berupaya meningkatkan minat baca dengan membangun taman baca di desa-desa yang masuk dalam program desa mandiri. Tahun ini ditargetkan ada 100 desa mandiri dari total 2.036 desa di Kalbar.