JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah biro perjalan yang tergabung dalam Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) mengeluhkan banyaknya usaha biro perjalanan yang gulung tikar. Mereka gulung tikar karena tidak sanggup bersaing dengan biro perjalanan daring (online) yang mempunyai modal sangat besar, dan tidak bermain dengan aturan yang sama.
"Jumlah perusahaan biro perjalanan di Indonesia itu lebih dari 8.000. Dari jumlah itu, yang masih bisa bertahan hanya yang besar yang jumlahnya hanya sekitar 50 perusahaan saja," kata Wakil Ketua Umum Astindo, Rudiana, saat bertemu dengan Komisi VI DPR-RI di Jakarta, Jumat (18/1/2019).
Menurut Rudiana, saat ini kondisi biro perjalanan sangat tertekan. Tidak saja karena desakan dari biro perjalanan daring, tetapi juga perlakuan maskapai penerbangan yang semakin semena-mena kepada mereka. "Ada beberapa maskapai penerbangan yang menurunkan komisi kepada agen, hingga tinggal dua persen saja. Padahal semula minimal lima persen," kata Rudiana.
Di lain pihak, maskapai juga menjual tiket lebih murah di lamannya dari pada harga tiket yang diberikan kepada biro perjalanan. "Dengan cara seperti ini, sama saja mau mematikan kami. Konsumen tentu saja akan mencari harga yang lebih murah," ujar dia.
Mengenai biro perjalanan daring, Rudiana mengatakan, saat ini penjualan tiket dikuasai oleh biro perjalanan daring. Mereka sudah menguasai 70 persen pangsa pasar di Indonesia. Sementara biro perjalanan konvensional yang jumlahnya 99,5 persen, hanya mendapatkan pangsa pasar sebesar 20 persen. Karena banyak biro perjalanan konvensional yang terjepit, akhirnya terjadi persaingan yang tidak sehat yang akhirnya saling mematikan diantara biro perjalanan konvensional.
"Tingginya harga tiket yang dijual di konvensional dibandingkan dengan biro perjalanan daring karena kami taat aturan. Kami memenuhi semua persyaratan dan aturan bagi biro perjalanan, serta membayar pajak. Sementara biro perjalanan daring tidak dituntut untuk melakukan kewajiban yang sama," ujar dia.
Rudiana menambahkan, keberadaan jaringan toko ritel juga menjadi pesaing mereka. Semula jaringan toko ritel itu hanya sebagai tempat pembayaran untuk pembelian daring. Namun sekarang di toko-toko itu, konsumen bisa melakukan reservasi dan memilih tempat duduk.
Anggota Komisi VI DPR-RI, Darmadi Durianto, yang menerima Astindo mengatakan, kedatangan Astindo ini menjadi yang pertama bagi Komisi VI. Selama ini asosiasi yang datang bukanlah yang berkaitan dengan pariwisata. Dia mengatakan, saat ini DPR sedang menggodok beberapa perundang-undangan yang berkaitan dengan daring.
"Saat ini memang sudah ada PP e-dagang, tetapi itu saja tidak cukup karena daring bisa ke semua sektor. Kita juga sedang menyiapkan soal undang-undang kewirausahaan dan perkoperasian. Nanti akan kami masukkan kepentingan asosiasi biro perjalanan ke dalam perundangan itu," kata Darmadi.