BEKASI, KOMPAS - Aspek keselamatan kerja yang belum diperhatikan membuat Sariman (36) tewas di mesin pencacah plastik, Kamis (17/1/2019). Lapak diduga tidak berizin resmi.
Lapak PD Laju Mandiri itu berada di RT 02 RW 04 Kelurahan Sumurbatu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. Adapun alat pencacah ini berukuran sekitar 1,5x0,7x1,2 meter kubik, yang menyambung dengan penopang tumpukan plastik yang akan dicacah.
Sampah plastik yang dicacah antara lain selang dengan diameter 30 cm, helm, galon air, jeriken, dan tong. Kejadian ini membuat hampir seluruh tubuh korban hancur.
“Dugaan awal, ia (Sariman) mengantuk atau terpeleset. Tidak ada indikasi bunuh diri,” kata Kepala Kepolisan Sektor Bantargebang Komisaris Siswo di Bekasi, Jumat (18/1/2019).
Siswo menambahkan, dari keterangan saksi dan warga sekitar, para pekerja di lapak ini tidak menggunakan alat pelindung apapun saat bekerja. Berdasarkan keterangan saksi, korban pun kerap begadang sebelumnya. ”Meski bentuk tempat usahanya hanya bedeng, keselamatan kerja harus diperhatikan,” kata dia.
Setiap pekerja bekerja pukul 07.00-17.00. "Waktu kerja tidak sampai malam karena suara mesin pencacah amat bising. Suara mesin berpotensi mengganggu warga karena lapak berada di tengah permukiman," kata Siswo.
Dua pekerja lapak yang ada di lokasi ketika kejadian yaitu Ahmad dan Ahyat, serta pemilik lapak, AM, sudah dimintai keterangan. Namun, pemeriksaan belum tuntas karena para saksi trauma atas tewasnya Sariman. Mereka kerap pingsan saat mengingat kejadian ini.
“Berdasarkan pemeriksaan sejauh ini, kami menduga lapak tidak memiliki izin resmi dan tidak memenuhi standar ketenagakerjaan,” kata Siswo. Jika terbukti, AM bisa ditetapkan sebagai tersangka atas kasus ini.
Lapak yang beroperasi empat tahun terakhir itu mempekerjakan empat orang. Adapun Sariman baru bekerja sekitar dua minggu di situ. Lapak berdiri di lahan seluas 200 meter persegi, dibangun menggunakan besi, tripleks, dan asbes.
Daerah sekelilingnya dipagari seng. Tidak ada papan nama usaha. Lokasi lapak sulit dijangkau dari jalan raya karena melewati jalan berliku serta kebun dengan pepohonan yang rimbun.
Di dalam lapak, terdapat ruang untuk tumpukan sampah plastik, timbangan, dan mesin pencacah. Adapula loteng untuk beristirahat para pekerja.
Sami (49), warga yang rumahnya berjarak 50 meter dari lapak mengatakan, pemilik lapak sempat meminta tanda tangan dari beberapa rumah di depan lapak.
"Selain itu, AM memberikan kami uang Rp 100.000 untuk imbalan tanda tangan,” kata dia. Namun, Sami tidak mengetahui tanda tangan tersebut digunakan untuk apa.
Siti (48), warga RT 003 RW 004, Sumurbatu, yang rumahnya berjarak 30 meter dari lapak, tidak mendengar tanda-tanda kematian Sariman. Salah satunya lantaran suara mesin pencacah itu amat bising.