Kita punya banyak produk, tetapi tidak cukup banyak di antaranya yang memiliki daya saing kuat. Demikian menurut Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Handito Joewono, awal tahun ini. Pernyataannya didasarkan pada hasil evaluasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama sejumlah pengelola marketplace terkait potensi ekspor dari negeri ini.
Pengenalan kemampuan internal penting dalam menggarap pasar global. Punya barang atau mampu memproduksi barang memang tidak selalu berarti mampu menguasai pasar ekspor. Kualitas, jaminan kontinuitas pasokan, dan harga yang kompetitif menjadi tuntutan pasar, sekaligus penting untuk merebut hati pembeli. Hal itu semua harus diperjuangkan, sebab tidak bisa datang sendiri.
Jaminan ketersediaan bahan baku, biaya energi yang mencakup tarif listrik dan harga gas industri yang kompetitif, serta dukungan pembiayaan ikut menentukan kemampuan industri dalam menghasilkan produk yang berdaya saing. Soal ini kerap diperbincangkan di berbagai kesempatan, tetapi masih jadi pekerjaan rumah yang belum tuntas.
Pelaku industri dapat memberikan jawaban berderet ketika ditanya mengenai dukungan yang mereka harapkan untuk mengerek ekspor. Dukungan yang dibutuhkan dari pemerintah, misalnya, terkait kebijakan afirmatif yang mendukung daya saing di sisi biaya manufaktur, seperti diskon pajak penghasilan bagi pelaku ekspor.
Demikian pula pemberian diskon tarif dasar listrik untuk kegiatan manufaktur ekspor hingga pembebasan terminal handling charge bagi barang ekspor manufaktur. Bahkan, selain fasilitas kemudahan impor bahan baku untuk produk ekspor, diusulkan pula pemberian kemudahan pengadaan domestik untuk tujuan ekspor.
Kadin Indonesia tengah menyiapkan program pengembangan ekosistem dan peningkatan ekspor dengan mengoptimalkan pasar dalam negeri. Peningkatan ekspor akan dimulai dengan memperbanyak jumlah eksportir, baik dari perusahaan besar maupun menengah dan kecil.
Sejumlah pengusaha juga mengharapkan penyelesaian perjanjian perdagangan bebas, termasuk dengan Uni Eropa, untuk memacu ekspor. Dukungan bagi industri pengolahan sangat penting menilik kontribusinya yang signifikan terhadap kinerja ekspor.
Merujuk data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia Januari-Desember 2018 mencapai 180,06 miliar dollar AS. Nilai ekspor nonmigas tercatat 162,65 miliar dollar AS atau 90,33 persen dari total ekspor sepanjang tahun 2018 tersebut. Jika dirinci menurut sektor dan dibandingkan dengan periode sama tahun 2017, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan pada Januari-Desember 2018 sebesar 129,93 miliar dollar AS atau naik 3,86 persen.
Ekspor hasil tambang dan lainnya sebesar 29,29 miliar dollar AS atau naik 20,47 persen. Adapun ekspor hasil pertanian 3,44 miliar dollar AS atau turun 6,40 persen dibanding periode sama tahun 2017.
Peningkatan volume, nilai, dan pertumbuhan ekspor industri pengolahan nonmigas menjadi harapan untuk mengatasi defisit neraca perdagangan yang mencapai "rekor" terdalam tahun lalu, yakni 8,57 miliar dollar AS. Pelaku industri tak bisa bergerak sendiri untuk mendongkrak kinerja ekspor. Para pemangku mesti bergandeng tangan.