Penantian Panjang Keluarga Keraton Yogyakarta
Lukisan-lukisan berusia ratusan tahun tersimpan di Keraton Yogyakarta. Restorasi lukisan tua pernah dilakukan 30-40 tahun silam. Keluarga keraton menunggu waktu yang relatif lama, melakukan konservasi lukisan karena butuh tenaga ahli yang benar-benar profesional. Merestorasi lukisan demi sejarah, budaya, dan kepentingan keraton ke depan. Restorasi tidak akan menghilangkan keaslian sebuah lukisan.
Keraton Yogyakarta mencatat setidaknya terdapat 400 jenis koleksi karya seni yang tersimpan di keraton. Lukisan-lukisan itu sebagian besar adalah wajah Sultan Hamengku Buwono dari periode ke periode, lukisan tentang keraton, dan aktivitas keluarga keraton. Bukan hanya lukisan milik Raden Saleh Sjarif Boestaman, yang lebih populer disebut Raden Saleh, melainkan juga pelukis keraton lain.
Penghageng Kawedanan Hageng Nitya Budaya Keraton, Gusti Kanjeng Ratu Bendoro, dalam keterangan pers di Yogyakarta, Senin (14/1/2019), mengatakan, merestorasi lukisan itu butuh tenaga ahli yang benar-benar profesional.
”Rencana restorasi lukisan itu sudah lama digagas, tetapi keraton belum menemukan konservator yang pas.
Keterbatasan konservator dan pendidikan konservasi menyebabkan upaya konservasi lukisan keraton terhambat. Lukisan-lukisan itu selama ini dibiarkan begitu saja tanpa ada yang merawat karena keterbatasan tenaga tadi,” kata Bendoro.
Lukisan-lukisan itu tampak kusam dan buram. Meski sebagian lukisan dilapisi kaca, material lukisan sudah rapuh, kabur, dan dibaluti debu. Bahkan, di beberapa titik material lukisan sudah pudar. Usia lukisan tertua karya Raden Saleh, misalnya, 151 tahun.
Dalam dokumen sejarah visual keraton disebutkan, lukisan visual keraton pertama dari seorang prajurit penembak VOC, Johannes Rach, berkebangsaan Denmark, yang pindah ke Belanda 1762.
Salah satu karya Rach adalah lukisan Keraton Yogyakarta dari Alun-alun Utara sekitar 1771 atau 248 tahun silam. Rach memiliki beberapa murid yang juga melukis dengan gaya yang sama.
Seorang fotografer sekaligus pelukis dari Eropa menjadi kepercayaan Sultan HB VI, yakni Simon Willem Cemerik. Selama tahun 1861-1880, ia tinggal di Yogyakarta. Cemerik melatih seorang pribumi menjadi pelukis, yang sangat terkenal, yakni Kassian Cephas. Abad ke-18, Cephas dipercaya menjadi pelukis dan fotografer keraton. Cephas juga berperan sebagai abdi dalem.
Bendoro menuturkan, jika lukisan-lukisan di keraton itu sudah berusia 100-250 tahun, tidak mudah melakukan restorasi. Melakukan restorasi butuh tenaga yang benar-benar ahli di bidang ini.
Setelah bertemu tenaga ahli konservasi profesional dari Italia, Michaela Anselmini, keraton memastikan restorasi dapat dilakukan. Michaela seorang ahli restorasi karya seni dari Italia. Ia belajar dan bekerja di bidang karya seni dan konservasi sejak 1993 di Italia dan beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat hingga mendapat sejumlah penghargaan.
Tiga lukisan Raden Saleh sudah diidentifikasi oleh Michaela, dua di antaranya lukisan Sultan Hamengku Buwono VI, Gusti Kanjeng Ratu Hageng, dan satu lukisan lagi diyakini karya Raden Saleh dari sisi material lukisan dan teknik melukis. Dua lukisan pertama sudah direstorasi dan lukisan terakhir sedang dalam proses restorasi.
Lukisan tertua, yakni Gusti Kanjeng Ratu Hageng, dilukis oleh Raden Saleh tahun 1868. Jumlah 400 lukisan itu, sesuai hitungan ahli restorasi, pernah dilakukan restorasi 30-40 tahun lalu. Tetapi, siapa yang melakukan restorasi saat itu tidak disebutkan dalam literatur.
Tiada tenaga ahli
Keraton selama ini kesulitan melakukan restorasi karena belum menemukan tenaga ahli konservasi yang cocok. Di Indonesia tidak ada tenaga ahli restorasi. Perguruan tinggi hanya menyediakan fakultas seni rupa, tetapi sayangnya tidak memiliki tenaga ahli untuk restorasi.
Sementara di luar negeri, seperti Italia, sejak puluhan bahkan ratusan tahun silam, begitu fakultas seni dibuka, dibangun pula jurusan restorasi. Melukis dan merestorasi lukisan harus berjalan bersamaan.
Sebuah lukisan seperti lukisan Keraton memiliki makna sejarah, nilai budaya, tradisi, dan keistimewaan Yogyakarta yang sebagian dapat terbaca di dalam lukisan itu.
Keraton memilih tenaga ahli profesional dari Italia karena ini negara yang kaya pelukis ternama dan tentu juga dalam hal perawatan. Seorang ahli restorasi tahu bagaimana harus melakukan konservasi terhadap sebuah lukisan yang sudah berusia puluhan bahkan ratusan tahun.
Putri dari Sultan Hamengku Buwono X ini mengatakan, lukisan yang dipajang di keraton memiliki makna penting bagi keraton dan masyarakat Yogyakarta. Lukisan segera direstorasi demi kelestarian sejarah dan nilai budaya keraton.
Tidak hanya itu. Kegiatan restorasi didasarkan pada keinginan untuk mengembangkan pendidikan tentang kebudayaan dan sejarah keraton melalui kegiatan dan layanan konservasi.
Tempat merancang pekerjaan restorasi terbuka untuk masyarakat dalam rangka mengajari mereka untuk mempelajari pentingnya merawat warisan budaya secara profesional.
”Kami berharap, dengan adanya restorasi ini, cucu dan cicit ke depan dapat menikmati lukisan sesuai aslinya dan tetap mengingat sejarah panjang perjalanan keraton.
Tidak hanya itu, semua orang termasuk masyarakat Yogyakarta yang datang ke keraton selalu punya pengetahuan tentang keraton dengan segala nilai sejarahnya,” katanya.
Sementara Michaela Anselmi mengatakan, keputusan keraton melakukan restorasi lukisan sangat tepat. Setelah konservasi, lalu akan ditindaklanjuti dengan perawatan, yang akan dilakukan pihak keraton, dengan bimbingan dan petunjuk dari Michaela.
Pekerjaan konservasi berjalan seiring dengan dokumentasi foto yang dilaksanakan secara profesional dengan mempertimbangkan kondisi cuaca ultraviolet.
Restorasi tiga lukisan itu berlangsung 2-3 bulan, dimulai sejak Desember 2018 dan akan berakhir Februari 2019. Pekerjaan ini butuh dana yang tidak sedikit. Restorasi dilakukan secara bertahap sesuai dengan anggaran dan tenaga ahli yang tersedia.
Duta Besar Italia untuk Indonesia Vittorio Sandalli mengatakan, kerja sama ini sangat penting dalam rangka membangun hubungan antara Italia dan Indonesia di bidang kebudayaan. Italia memiliki pengalaman di bidang seni lukis, demikian pula Indonesia, yakni Yogyakarta.
”Kami mendukung kerja sama ini dan berharap semua berjalan sesuai rencana dan target. Michaela tentu bekerja sesuai keahliannya untuk membantu Keraton dan masyarakat Indonesia. Karena itu, mohon dukungan kepada Michaela agar ia menyelesaikan pekerjaan dengan baik,” kata Vittorio.
Secara terpisah, perupa asal Yogyakarta, Heri Dono, mengatakan tidak khawatir akan keaslian dari lukisan itu setelah direstorasi. Lukisan Raden Salen tahun 1800-an punya kualitas cat yang sama dengan kualitas cat yang dibuat di Eropa waktu itu.
Michaela akan meriset banyak hal dalam kaitan dengan restorasi. Misalnya, kanvas yang digunakan menyangkut material kanvas dan komposisi cat, yang menjadi ciri khas Raden Saleh. Ini harus menjadi bagian dari riset Michaela. Ia harus meyakini apa yang direstorasi itu tidak berubah dari aslinya.
”Meski dia dari Eropa, pelukis asli orang Indonesia tetap sama soal restorasi lukisan. Ahli restorasi tidak mengubah karya asli, ia tidak boleh memiliki emosi-emosi ketidakpuasan atas karya yang ada, apalagi sebuah karya sejarah, penuh dengan nilai-nilai kekeratonan,” kata Dono. (KOR/DRA)