Potensi Energi Baru dan Terbarukan Butuh Tenaga Terampil
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Potensi energi baru dan terbarukan di 34 provinsi di Indonesia sangat melimpah. Namun, baru 1,32 persen dari lima jenis sumber energi itu yang kini dikembangkan. Butuh kerja sama semua pihak apabila ingin meraih target 23 persen pemanfaatan energi baru dan terbarukan pada tahun 2025.
Hal itu dikatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan ketika memberi kuliah umum bertema ”Peran Perguruan Tinggi dalam Membangun Energi Baru dan Terbarukan” di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jumat (17/1/2019). Kuliah umum ini dilakukan dalam rangka memperingati HUT Ke-73 Fakultas Teknik UGM.
”Potensi energi baru dan terbarukan atau EBT di Indonesia sangat melimpah. Hampir semua provinsi memilikinya. Di Flores, misalnya, punya panas bumi terbesar karena memiliki sejumlah gunung berapi dari ujung timur sampai ujung barat pulau,” kata Jonan.
Potensinya juga mulai dipetakan. Untuk panas bumi, sudah terdeteksi 11,0 gigawatt (GW) dan sudah terealisasi 1,949 GW atau 0,44 persen sampai tahun 2018. Potensi air yang dikonversi menjadi tenaga mikrohidro sebesar 75 GW dan sudah dimanfaatkan 1,858 GW atau 0,42 persen. Adapun angin sebesar 60,6 GW dan sudah terealisasi 76,1 megawatt (MW) atau 0,02 persen.
Selanjutnya, tenaga surya sebanyak 207,8 GW sudah termanfaatkan 0,090 GW atau 0,02 persen. Potensi biogas yang menghasilkan listrik saat ini 32,6 GW dan sudah terealisasi 1,858 GW atau 0,42 persen. Dengan demikian, EBT yang sudah termanfaatkan 1,32 persen. Energi listrik yang dihasilkan dari EBT ini sekitar 13 persen.
Jonan mengatakan, potensi EBT yang besar ini membutuhkan tenaga-tenaga ahli untuk mengeksplorasi dan mengembangkannya. Tenaga ahli yang ada saat ini perlu ditambah untuk mempercepat eksplorasi guna merealisasikan program percepatan EBT.
”Saat ini tenaga ahli disiapkan PT PLN. Jika PLN bisa bermitra dengan mitra lain, itu jauh lebih baik lagi,” ujarnya.
Jonan juga mengajak mahasiswa dan dosen Fakultas Teknik UGM terus meriset dan belajar tentang banyak hal melalui media digital. Misalnya, mahasiswa membuka aplikasi Youtube melihat video pengembangan EBT. Mahasiswa harus bisa membantu pemerintah mencari atau mengerjakan sumber EBT.
”Sekarang proses pendidikan sudah berubah seiring perubahan teknologi dunia. Banyak mahasiswa menjalani proses pembelajaran melalui Youtube. Banyak hal dapat dipelajari dan hal sesuatu yang baru dapat diciptakan berkat inspirasi dari Youtube, termasuk pengembangan EBT,” katanya.
Dihadapan Rektor UGM Panut Mulyono, Dekan Fakultas Teknik UGM Nizam, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM FX Sulijastono, dan mahasiswa FT UGM, Jonan mengingatkan, sumber energi tak terbarukan suatu saat akan habis, batubara, misalnya. Cadangannya 32,4 miliar ton dan produksi mencapai 393 juta ton per tahun. Batu bara diperkirakan habis 82 tahun lagi.
Selain itu, dengan cadangan gas sebanyak 98 TSCF dan sudah diproduksi 3,0 TSCF per tahun, gas akan habis 33 tahun lagi. Minyak bumi pun serupa. Dengan cadangan 3,6 miliar barel dan eksplorasi 288 juta ton barel per tahun, minyak rentan habis 12 tahun lagi.
Oleh karena itu, ke depan, program pengembangan EBT harus dikejar. Riset-riset tentang EBT segera mungkin dilakukan.
”Hasil riset perguruan tinggi jangan disimpan begitu saja. Biaya riset begitu mahal. Saat ini biaya riset yang ditangani Balitbang Kementerian EDSM sekitar Rp 450 miliar, sebelumnya sampai Rp 850 miliar. Sayang kalau hasil riset itu ditumpuk saja,” kata Jonan.