Sikap Kepemimpinan Menjadi Tantangan Generasi Muda
Oleh
Madina Nusrat
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Generasi muda dihadapkan pada tantangan mengembangkan sikap kepemimpinan. Hal ini menjadi keperluan mendesak seiring dengan era disrupsi serta digitalisasi industri yang semakin menantang di tahun 2019.
Riset dari lembaga konsultan Mckinsey and Company bertajuk "Unlocking Indonesia\'s Digital Opportunity" pada 2016 menyebutkan, sektor ekonomi digital Indonesia dapat berkontribusi sebesar 150 milyar dollar AS pada 2025. Terkait dengan hal itu, Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan sebagai pemimpin di berbagai bidang profesi.
Topik itu mengemuka dalam jumpa pers konferensi tahunan Yayasan Pemimpin Muda Indonesia atau Young Leaders for Indonesia (YLI) 2019, di Jakarta, Sabtu (19/1/2019). Ketua Yayasan Pemimpin Muda Indonesia, Tuty Collyer, sebagai salah satu penggagas program YLI, mengatakan, bahwa kita masih membutuhkan pemimpin yang tidak sekadar memimpin, tetapi juga yang mampu memecahkan masalah.
"Saya melihat lulusan pendidikan tinggi di Indonesia tidak kalah berkualitas, tetapi rasa percaya diri dan sikap kepemimpinan mereka belum muncul," kata Tuty.
Menurut Tuty, tantangan pemuda dalam kepemimpinan dihadapkan pada tiga hal. Pertama, pemuda memimpin diri pada kebaikan (lead self), lalu memimpin kelompok (lead team), kemudian memimpin adanya perubahan (lead change).
Sejumlah alumnus program YLI turut menyampaikan pandangan terhadap tantangan generasi muda. Staf Analis Perencanaan Bisnis PT Pertamina (Persero), Fadel Muhammad, menilai generasi muda masih kesulitan mengaktualisasikan ide ke dalam produk atau aksi tertentu.
"Kalau dari kalangan pegawai muda di BUMN, mereka kritis dan menghasilkan ide-ide kreatif. Namun, saat mengeksekusi ide, biasanya orang-orang yang mengerjakan lebih sedikit dari jumlah keseluruhan," ucap Fadel, alumni YLI tahun 2013.
Chief Product Officer Perusahaan Rintisan Ruangguru, Iman Usman, memiliki pendapat yang berbeda. Menurut Iman, generasi muda masih belum bertindak dengan basis informasi atau data.
Kesulitan itu, menurut dia, juga berkaitan dengan tingkat literasi yang masih rendah. Penelitian Central Connecticut State University tahun 2016 di Amerika Serikat, menempatkan Indonesia pada posisi peringkat kedua terbawah dari 61 negara untuk tingkat literasi baca (Kompas, 6/1/2019).
"Perihal literasi ini berpengaruh pada keputusan yang berbasis data. Saya melihat hal ini belum dilakukan generasi muda," tutur Iman.
Optimistis
Walau dihadapkan dengan tantangan, Iman menilai generasi muda usia pendidikan sekolah memiliki modal sikap kritis yang cukup. Hal ini ia manfaatkan di platform jasa pendidikan daringnya, Ruangguru, untuk memasukkan pelajaran yang tidak diajarkan kurikulum sekolah.
"Sejumlah pelajaran terkait cara berpikir kritis, analitis, dan bagaimana memecahkan masalah, perlu dipelajari siswa tingkat sekolah," ujar Iman sebagai Alumni YLI tahun 2011.
Fadel turut mengatakan hal serupa. Ia merasakan pekerja muda saat ini sudah cukup kritis dalam cara berpikir. Tantangan selanjutnya, yaitu bagaimana hal itu berkembang menjadi eksekusi kebijakan atau program yang lebih baik.