Agar Efektif, ”Fogging” Harus Dilakukan Sesuai Aturan
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jika suatu wilayah terdapat kasus demam berdarah dengue, fogging atau pengasapan dilakukan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti dewasa. Pengasapan yang baik perlu diperhatikan agar pemberantasan nyamuk efektif dan dapat memotong rantai penularan penyakit.
Peneliti Dampak Kesehatan Perubahan Iklim Universitas Indonesia (UI), Budi Haryanto, mengatakan, kerap terdapat pengasapan yang tidak sempurna di lapangan. Itu mengakibatkan nyamuk yang terkena asap tidak mati, tetapi hanya pingsan.
Kementerian Kesehatan mencatat, hingga 17 Januari 2019, penetapan penyakit DBD sebagai kejadian luar biasa (KLB) dilakukan di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Selain itu, KLB juga ditetapkan di Nusa Tenggara Barat, yakni di Kabupaten Sumba Timur, Sumba Barat, Ende, Ngada, Timor Tengah Utara, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur.
Selain itu, Kemenkes juga mendapat laporan suspect DBD sebanyak 4.798 kasus dari 10 provinsi, antara lain Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, NTT, Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
”Ketika sudah ada yang sakit, seharusnya nyamuk dewasa diberantas karena mereka bisa terbang hingga 140 meter. Caranya, dengan fogging yang baik,” kata Budi ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (18/1/2019).
Budi mengatakan, tata cara pengasapan sudah disediakan oleh Kemenkes. Namun, menurut dia, hal-hal teknis di lapangan kerap membuat pengasapan tidak sempurna.
”Fogging yang baik itu tidak meninggalkan bekas minyak di lantai atau di meja. Jika tidak sempurna, pemberantasan nyamuk tidak efektif,” ujar Budi.
Ia mengatakan, takaran solar dan insektisida harus tepat sehingga bisa menghasilkan campuran cairan yang bisa membasmi nyamuk. Selain itu, spesifikasi alat pengasapan pun harus tepat. Menurut Budi, ujung pipa tempat keluar asap memiliki ukurannya sendiri sehingga mengeluarkan asap yang sempurna.
Setelah dilakukan pengasapan, kata Budi, sebaiknya rumah ditutup terlebih dulu selama lebih kurang 30 menit. Hal itu dilakukan agar asap bisa merata di sekitar rumah dan mengepung nyamuk di tempat-tempat persembunyian.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono mengatakan, di setiap kabupaten dan kota terdapat pengawas teknis untuk memantau pengasapan. Semua sudah menjalani pelatihan dan mengerti tentang pelaksanaan pengasapan.
Ketika sudah ada yang sakit, seharusnya nyamuk dewasa diberantas karena nyamuk bisa terbang hingga 140 meter. Caranya dengan fogging yang baik.
”Tenaga pelaksana fogging biasanya diambil dari luar PNS, tetapi diawasi oleh pengawas teknis di dinas kesehatan masing-masing kabupaten dan kota,” kata Anung ketika dihubungi Minggu (20/1/2019).
Pencegahan
Anung mengatakan, bagi wilayah yang belum terjangkit DBD, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan hal utama yang perlu dilakukan untuk pencegahan DBD. PSN dilakukan dengan program 3M plus, yakni menguras dan membersihkan penampungan air, menutup penampungan air, dan mendaur ulang barang yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
Maksud dari plus adalah melakukan pencegahan tambahan berupa menaburkan larvasida atau abate di tempat penampungan yang sulit dibersihkan, menggunakan obat antinyamuk, menaruh ikan pemangsa jentik di kolam, dan tidak menggantung pakaian yang berpotensi jadi tempat istirahat nyamuk.
Selain itu, peran juru pemantau jentik (jumantik) juga diharapkan mampu mengedukasi masyarakat dalam menekan perkembangbiakan nyamuk. Sejak Juni 2015, Kemenkes mengenalkan program satu rumah satu jumantik.
Namun, program satu rumah satu jumantik masih belum terlaksana dengan baik. Di RW 017, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, kader jumantik belum merata ada di setiap RT. Hal itu membuat pengawasan dilakukan oleh kader jumantik dari RT lain.
Salah satu kader jumantik RT 008 RW 017, Kelurahan Penjaringan, Refiana, mengatakan, setiap satu minggu sekali kader jumantik memeriksa setiap rumah. Namun, kader itu memiliki tanggung jawab untuk memantau jentik di RT lain yang belum memiliki kader jumantik.
”Dari 56 RT, yang punya kader jumantik baru 34 RT. Setiap sebulan sekali RT yang memiliki kader jumantik turun ke wilayah yang tidak ada kader jumantik, bergiliran dengan RT lain,” ujar Refiana. (SUCIPTO)