Jejak Langkah Jose Rizal
Dari salah satu diorama di Museum Ayala, Makati, Filipina, tampak delapan prajurit militer bersenjata bersiap mengarahkan senapan dan puluhan-ratusan prajurit lain terlihat mengelilingi tempat itu. Ada yang menabuh genderang, ada yang berjaga dengan senjata, dan ada juga yang memang hanya mengawal. Tak jauh di depan mereka berdiri seorang lelaki bertubuh kecil dengan kedua tangan diikat tali tambang menghadap ke belakang.
Diorama tersebut menggambarkan suasana menjelang hukuman mati seorang tokoh. Pada bagian bawah diorama itu ada papan penjelasan soal eksekusi terhadap Jose Rizal di Manila tahun 1896. Ia adalah seorang dokter dan penulis kelahiran Calamba, Laguna, Filipina, 19 Juni 1861.
Eksekusi terhadap pemuda yang saat itu baru berusia 35 tahun tersebut terjadi sudah lama sekali, yakni 122 tahun yang lalu. Namun, peristiwa itu tetap dikenang hingga sekarang sebagai salah satu rangkaian sejarah penting bagi bangsa Filipina.
”Rizal adalah kebanggaan Filipina. Selain genius, dia juga yang menyadarkan rakyat Filipina untuk merdeka dari Spanyol. Untuk itu, sejarah hidupnya jadi pelajaran wajib di sekolah-sekolah di Filipina. Hari kematiannya pada 30 Desember juga jadi hari libur nasional yang disebut Hari Rizal,” ujar warga Manila, Agrifino Camposano, di sela menemani Kompas yang diundang PB Percasi dan Japfa meliput Kejuaraan Catur Kontinental Asia di Makati, Filipina, Desember 2018.
Agrifino menyarankan untuk mengikuti jejak masa-masa akhir Rizal sebelum dan saat dieksekusi, yakni di Intramuros dan Taman Rizal yang jaraknya hanya sekitar 12 kilometer ke arah utara dari Makati. ”Dari dua tempat itu, kamu akan lebih banyak tahu tentang Rizal,” katanya.
Benteng Santiago
Tempat pertama yang perlu dikunjungi adalah Benteng Santiago di jantung kawasan Intramuros, Manila. Letaknya hanya sekitar 6 kilometer ke arah barat dari istana presiden Filipina dan sekitar 10 kilometer ke arah utara dari Bandara Internasional Ninoy Aquino.
Benteng Santiago adalah banteng pertama yang dibangun penjajah Spanyol setelah menundukkan kerajaan lokal, Kerajaan Maynila di Manila pada 1571, tepatnya dibangun pada 1590-1593. Benteng Santiago terletak di muara sungai terbesar di Manila, Sungai Pasig, yang menghadap Laut China Selatan.
Sejatinya, benteng tersebut berdiri di atas reruntuhan pusat Kerajaan Maynila yang dipimpin Rajah Sulayman yang berdarah Minangkabau (Sumatera Barat). Tak heran, di dalam benteng terdapat ruangan teater Rajah Sulayman guna mengenang jejak raja dan kerajaan tersebut.
Arsitektur Benteng Santiago mengusung gaya Eropa abad pertengahan. Benteng tersebut memiliki gerbang yang indah penuh dengan ukiran patung dewa-dewi dan hewan mitologi. Selain itu, benteng tersebut berdinding tinggi mencapai 6-7 meter dan tebal hingga 3-4 meter.
Selain bisa menikmati nuansa sejarah yang kental, dari puncak benteng, pengunjung juga bisa melihat pemandangan Sungai Pasig dan gedung-gedung pencakar langit Manila.
Saat ini, Benteng Santiago menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Manila. Untuk masuk ke sana, pengunjung harus membayar tiket seharga 75 peso Filipina atau sekitar Rp 20.000 per orang. Di samping bisa menikmati sejarah benteng dan pemandangan di sekitarnya, pengunjung juga bisa melihat langsung lokasi Rizal dipenjara.
Penjara yang mengurung Rizal selama lebih kurang 2 bulan sekarang menjadi Museum Rizal atau Kuil Rizal. Di dalam museum tersebut pengunjung bisa melihat sejumlah peninggalan Rizal, seperti peralatan kerjanya sebagai dokter mata, hasil tulisan, hingga foto dirinya.
Intramuros
Benteng Santiago menjadi salah satu wilayah pertahanan terkuat Spanyol di Manila dan menjadi lambang hegemoni penjajah terhadap masyarakat pribumi. Tak heran, Rizal yang dianggap berbahaya dipenjara di benteng tersebut. Kelak, benteng itu pun menjadi cikal bakal pembangunan kawasan Intramuros di Manila.
Intramuros berarti kota yang dikelilingi tembok. Kawasan seluas 64 hektar itu memang dikelilingi tembok tinggi nan tebal yang menjadi kelanjutan dari Benteng Santiago. Dengan tembok pertahanan kokoh yang diperkuat parit-parit dan pasukan militer, penjajah bisa membangun peradaban baru di Manila tanpa mengkhawatirkan serangan masyarakat pribumi ataupun bajak laut.
Tak pelak, Intramuros seolah menjadi Spanyol mini di Negeri Tagalog. Betapa tidak, di dalam Intramuros berdiri segalanya, dari permukiman, perdagangan, pemerintahan, militer, hingga keagamaan. Selain istana gubernur dan barak tentara, di Intramuros juga berdiri hingga 10 gereja berikut sekolahnya.
Sekalipun beberapa kali dipugar, hampir semua bangunan-bangunan itu masih berdiri hingga sekarang dengan bentuk aslinya. Sejumlah bangunan tersebut pun menjadi obyek wisata favorit, seperti lapangan yang dulu digunakan pasukan Spanyol pimpinan Miguel Lopez de Legazpi memproklamirkan penjajahan atas Filipina, Plaza de Roma; gedung bagi para bangsawan Spanyol di Intramuros, Casa Manila; gereja terbesar di Intramuros, Katedral Manila; hingga gereja tertua di Intramuros, Gereja San Agustin.
Semuanya itu dibangun dengan gaya Spanyol yang kental. Dulu, Intramuros hanya diperuntukkan bagi orang Spanyol dan campuran Spanyol. Saat ini, tempat itu dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah.
Wisatawan banyak mengunjungi Intramuros, apalagi biaya masuknya gratis. Pengunjung bisa berjalan kaki menyusuri jalan setapak di antara gedung-gedung tua di Intramuros. Atau, pengunjung bisa menyusurinya dari atas tembok benteng yang mengelilingi Intramuros.
Yang pasti, sekitar 122 tahun lalu, Rizal juga menyusuri jalan setapak kawasan Intramuros untuk menuju lokasi eksekusi di Taman Rizal. Apabila saat ini wisatawan menyusuri jalanan itu untuk menjemput kebahagiaan, dulu Rizal melaluinya untuk menjemput ajal.
Taman Rizal
Tempat selanjutnya yang patut diziarahi adalah Taman Rizal. Di taman kota yang konon terluas di Asia dengan luas lebih kurang 58 hektar itu, Rizal dieksekusi. Guna mengenang saat eksekusi itu, Pemerintah Filipina lewat sumbangan dana dari rakyat mendirikan Tugu Rizal pada 1908. Tugu itu bentuknya berupa tiang tunggal dengan tinggi 12,6 meter dan dilengkapi patung Rizal yang sedang berdiri gagah sambil memegang sebuah buku di lengan kiri. Di bawah tugu yang terbuat dari perunggu dan granit itu pula, jasad Rizal bersemayam.
Tugu itu dipelihara layaknya obyek vital negara. Dua tentara bersenjata lengkap menjaga tugu itu selama 24 jam sehari. Demi keamanan, pengunjung yang datang hanya bisa melihat dari kejauhan, yakni dari jarak lebih kurang 20 meter.
Tak jauh dari tugu itu terdapat tempat persis lokasi Rizal dieksekusi. Di sekitar tempat itu ada relief kehidupan Rizal dari kecil hingga dewasa, lengkap juga dengan cerita singkat sosok Rizal. Dari sana diketahui, Rizal adalah anak ketujuh dari 12 bersaudara. Ia lahir dari keluarga kelas menengah yang hangat. Sejak kecil hingga remaja, ia mendapat pendidikan yang baik sehingga bisa menjadi dokter dan konon menguasai 22 bahasa.
Selain cerdas, Rizal berhati lembut. Sebagai dokter, ia sering membantu masyarakat dengan keahlian medisnya. Dari situlah kesadarannya mengenai ketidakberesan pemerintah penjajah Spanyol di tanah airnya memuncak. Ia pun mulai mengkritik lewat tulisan di surat kabar hingga novel. Di antara karya-karyanya, dua novelnya berjudul Noli Me Tangere atau Jangan Sentuh Aku terbit pada 1887 dan El Filibusterismo atau Merajalelanya Keserakahan pada 1891 adalah yang paling berpengaruh.
Karena tulisan-tulisan itu pula, penguasa Spanyol dan pembesar Filipina yang jadi antek-antek Spanyol meradang. Dengan sewenang-wenang, mereka pun menangkap Rizal dan mengadilinya dengan hukuman mati pada akhir 1896.
Sekarang, di atas lokasi eksekusi itu berdiri patung raksasa berukuran rata-rata 3 meter yang menyerupai Rizal saat tertembak dan para algojo ketika menembak Rizal.
Tewasnya Rizal ternyata tidak meredam api semangat perjuangan masyarakat untuk merdeka dari Spanyol, tetapi sebaliknya, kian berkobar. Peristiwa itu menyulut terjadinya Revolusi Filipina pada 1896-1898 yang berujung kemerdekaan Filipina atas Spanyol pada 23 Januari 1899.
”Selain tempat penting untuk mengenang Rizal, Taman Rizal juga lokasi penting bagi Filipina karena tempat ini juga jadi lokasi semua festival besar nasional, antara lain perayaan Natal nasional,” pungkas sopir taksi daring
di Manila, Bernie Gutierrez Trinidad.