Partisipasi Masyarakat Dibutuhkan agar Pertanyaan Lebih Substansif dan Aktual
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partisipasi para aktivis, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi nonprofit diperlukan untuk memberikan masukan terkait pertanyaan debat calon presiden dan wakil presiden putaran kedua, 17 Februari 2019. Mereka dinilai lebih mengetahui kondisi dan fakta di lapangan sehingga pertanyaan-pertanyaan yang muncul lebih substansif atau mengangkat persoalan secara konkret.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan, debat perdana kurang menyertakan pembahasan substansif. Pertanyaan panelis kurang mendorong kedua pasangan calon menjelaskan permasalahan, solusi, dan komitmen konkret. Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga mandiri yang dijamin konstitusi diharapkan bisa mengoptimalkan kewenangannya untuk menyelenggarakan debat sesuai kebutuhan publik.
”KPU punya tanggung jawab mengonkretkan tema dan diharapkan berhasil menunjukkan perbedaan dari tiap calon,” kata Fadli dalam diskusi Evaluasi dan Rekomendasi Debat Pilpres 2019 di Jakarta, Minggu (20/1/2019).
Fadli menyebutkan, pembahasan tentang koruptor nyaleg dan hak warga penyandang disabilitas pada debat pertama tidak direspons maksimal oleh kedua kandidat. Kedua pembahasan itu akan semakin berbobot jika setiap paslon mengaitkannya secara aktual dan faktual. Hal itu karena kedua isu itu menjadi kontroversi berkepanjangan yang perlu segera dituntaskan penyelesaiannya.
Seperti diketahui, tema debat capres putaran kedua mengangkat isu terkait energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur sehingga keterlibatan para praktisi lapangan yang bergelut di bidang itu sangat diperlukan dalam mengolah fakta di lapangan ke dalam sebuah gagasan pertanyaan.
Menurut Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sebaiknya KPU menggelar agenda dengar pendapat dari publik sebelum merumuskan pertanyaan yang diajukan sata debat. Bagi Rukka, pertemuan antara pakar dan praktisi lapangan tersebut dapat menampung gagasan-gagasan lintas sektor sehingga perumusan pertanyaan dapat lebih spesifik.
Ia menyebutkan, penghormatan dan perlindungan masyarakat adat belum menjadi perhatian pemerintah. Banyak permasalahan yang dialami masyarakat adat terkait dengan kepemilikan tanah, misalnya, pengambilan hak tanah secara paksa dan pengelolaan sumber daya alam yang dibatasi.
Hal senada juga dikatakan Benni Wijaya, Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan Konsorsium Pembaruan Agraria. Ia menyebutkan, hadirnya pakar dan praktisi lapangan akan saling memperkuat dalam perumusan pertanyaan. Nantinya pihak KPU dapat menentukan prioritas permasalahan yang ditanyakan.
Beni mencontohkan, persoalan agraria yang tak kunjung selesai karena hambatan tumpang tindih regulasi. Ia mencatat ada sebanyak 630 regulasi yang bermasalah meliputi sektor perkebunan, kelautan, dan infrastruktur. Ia berharap, KPU menyinggung pertanyaan terkait ini pada debat kedua sehingga masyarakat bisa menilai bagaimana solusi yang diberikan oleh kedua kandidat itu.
KPU terbuka
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, menuturkan, KPU akan selalu terbuka jika ada masukan dari organisasi nonprofit yang ingin memberikan gagasan atau fakta relevan terkait materi debat capres. Bahan masukan tersebut akan diserahkan kepada panelis untuk diolah menjadi pertimbangan utama dalam menyusun soal.
Wahyu menyebutkan, proses pengumpulan aspirasi tersebut belum dapat dilakukan melalui forum pertemuan khusus. Namun, aspirasi itu dapat dikumpulkan secara tertulis lalu diserahkan kepada pihak KPU.
KPU terbuka jika ada masukan dari organisasi nonprofit yang ingin memberikan gagasan atau fakta relevan terkait materi debat capres.
”KPU belum bisa mengakomodasi suatu forum aspirasi secara fisik karena keterbatasan waktu. Pengumpulan aspirasi itu bisa disampaikan kepada KPU secara tertulis. Selanjutnya, kami akan menindak lanjuti untuk dikumpulkan sebagai bahan materi perumusan soal,” kata Wahyu.