PALANGKARAYA, KOMPAS – Cendekia Dayak mendeklarasikan Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional. Ikatan itu dibentuk untuk memberikan sumbangsih pemikiran dan karya terhadap pembangunan daerah dan negara. Salah satu isu yang diangkat adalah soal kearifan lokal Dayak yang harus terus dijaga.
“Banyak organisasi-organisasi Dayak yang menjadi mitra kerja kami, tetapi yang membuat berbeda adalah organisasi ini tidak terikat atau tidak masuk ke ranah politik,” ungkap Ketua Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN) Willy M Yoseph di sela-sela penutupan Musyawarah Nasional I di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (21/1/2019).
Kegiatan tersebut diikuti 200 peserta dari berbagai latar belakang disiplin ilmu juga pekerjaan. Mereka berasal dari seluruh wilayah di Kalimantan. Bahkan, beberapa di antara mereka adalah pengajar yang berkiprah di luar pulau Kalimantan.
Menurut Willy, ICDN harus bisa memberikan sumbangsih pemikiran dalam berbagai bentuk, seperti penelitian atau program kerja. Hal itu dilakukan karena masih banyak daerah tertinggal yang belum tersentuh pembangunan di pelosok Kalimantan.
Willy menambahkan, besarnya sumber daya alam di Kalimantan harus bisa dijaga dan dikelola dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat di Pulau Kalimantan. Untuk itu, ICDN harus bisa memberikan pemikirannya untuk daerah agar pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam tepat sasaran.
“ICDN bisa masuk di semua aspek baik pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan lainnya. Karena ikatan ini terdiri dari berbagai latar belakang disiplin ilmu,” ungkap Willy.
Menurut Willy, perjuangan ICDN merupakan perjuangan intelektual sehingga memerlukan pembentukan kader. Pembentukan itu bertujuan agar putra-putri asli Dayak bisa menjadi pemimpin baik di daerah, nasional, bahkan internasional.
Semangat berkumpul dan berdiskusi, lanjut Willy, merupakan cerminan dari semangat Perjanjian Tumbang Anoi 1894. Perjanjian di mana, Damang Batu bisa mengumpulkan sedikitnya 275 suku Dayak dari seluruh pulau Kalimantan untuk berkumpul dan hidup berorganisasi.
Seperti dikutip dalam buku Usop tentang Pakat Dayak, dalam perjanjian tersebut, orang Dayak mulai mengenal hidup berorganisasi dan bersatu. Sebelumnya, mereka saling bunuh saat berebut wilayah berburu dengan mengayau atau memotong kepala.
Bupati Malinau, Kalimantan Utara, Yansen Tipa Dapa mengungkapkan, ICDN harus dilihat sebagai sebuah barisan kekuatan Indonesia, sebab Dayak juga memberikan kontribusi besar untuk Indonesia baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan.
“Jangan dicurigai ini sebagai gerakan yang macam-macam, tetapi harus didukung karena ini juga untuk bangsa dan negara. Adanya ICDN akan membuat bangsa ini semakin besar,” ungkap Yansen.