SURABAYA, KOMPAS – TNI Angkatan Laut memandang Kapal Republik Indonesia dr Soeharso-990 yang berfungsi sebagai rumah sakit bantu amat strategis. Bahtera tempur itu penting dan telah terbukti mampu menjalankan operasi selain perang terutama misi kemanusiaan penanganan korban bencana alam. Indonesia yang berada dalam jalur Cincin Api dan berkali-kali dihantam tsunami dipandang perlu menambah jumlah KRI dengan fungsi rumah sakit bantu.
Demikian diutarakan oleh Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Siwi Sukma Adji seusai peresmian pengoperasian KRI Semarang-594 di Dermaga Galangan Kapal Niaga PT PAL Indonesia (Persero), Surabaya, Jawa Timur, Senin (21/1/2019). SMR-594 berjenis landing platform dock (LPD) seperti KRI dr Soeharso (SHS-990) yang sebelumnya bernama KRI Tanjung Dalpele-972.
KRI Semarang berdimensi panjang 124 meter dan lebar hampir 22 meter. Bobotnya 7.200 ton yang disokong mesin berteknologi combined diesel and diesel (Codad). KRI ini mampu berlayar dengan kecepatan jelajah 14 knot sedangkan kecepatan maksimal 16 knots. Daya jelajahnya 17.300 kilometer atau setara pelayaran 30 hari.
Dalam operasi perang, LPD merupakan kapal amfibi untuk membawa, meluncurkan, dan mendaratkan elemen-elemen kombatan dalam misi tempur gerak cepat. SMR-594 dilengkapi dengan dua landing craft utilities (LCU) yang mampu mengangkut delapan kendaraan tempur jenis Anoa, 28 truk, dan tiga helikopter. Selain itu, KRI diawaki oleh 121 kru dan cukup untuk mengangkut 650 prajurit tempur yang setara dengan kekuatan satu batalyon.
Namun, karena difungsikan sebagai rumah sakit bantu, dalam lambung KRI berisi antara lain ambulans, mobil jenazah, bilik dekontaminasi, tenda instalasi gawat darurat, tindakan, dan apotek, peti kemas untuk laboratorium, radiologi sinar-X, ruang pra/pasca operasi, ruang rawat pasien, dan ruang jenazah. “Dengan kondisi geografis yang amat luas dan kerap diguncang bencana, Indonesia seharusnya memiliki tiga KRI rumah sakit bantu,” ujar Siwi Sukma.
Dengan peresmian KRI Semarang dengan nilai kontrak Rp 736 miliar, TNI AL berencana memesan satu buah KRI rumah sakit bantu lagi ke PAL. Keberadaan KRI dr Soeharso dan KRI Semarang akan banyak membantu misi kemanusiaan penanganan bencana alam seperti pernah terjadi di Lombok (Nusa Tenggara Barat) dan Palu-Sigi-Donggala-Parigi Moutong (Sulawesi Tengah).
“Pembuatan kapal ketiga akan dimulai tahun ini dengan target penyelesaian pada 2021,” kata Siwi Sukma. Apabila kapal ketiga selesai dibangun, TNI AL berencana mengembalikan fungsi KRI Semarang sebagai LPD untuk operasi perang.
KSAL juga melantik dan mengukuhkan Letnan Kolonel Laut (P) Pantun Ujung sebagai komandan pertama KRI Semarang. Bahtera tempur ini berada dalam jajaran Satuan Kapal Amfibi Komando Armada I di Jakarta.
Direktur Pembangunan Kapal PAL Turitan Indaryo, mengatakan pesanan kapal ketiga mulai dibangun pada triwulan ketiga 2019. Lama pembuatan diperkirakan setara dengan KRI Semarang yakni 23 bulan. Nilai investasi atau kontrak belum diketahui tetapi tak jauh berbeda dengan SMR-594. "Pola pengerjaan nanti juga tak jauh berbeda yakni enam starting poin dan dibangun sesuai dengan kebutuhan yang ada," katanya.
Direktur Utama PAL Budiman Saleh mengatakan, kepercayaan dari negara dalam hal ini AL untuk mengoperasikan produk buatan dalam negeri harus dijawab dengan kesiapan untuk terus membuat dan mengembangkan kapal-kapal kombatan.
“Izinkan saya mengutip pernyataan mantan KSAL Laksamana Ade Supandi, mati hidupnya PAL sejalan dengan mati hidupnya AL. Mati hidup AL sejalan dengan matinya Indonesia. Untuk itu, pengembangan teknologi kemaritiman merupakan keniscayaan dan kewajiban yang harus kami penuhi bersama dengan lainnya untuk kedaulatan bangsa dan negara,” katanya.
Pembangunan LPD tidak lepas dari kesuksesan peluncuran KRI Tanjung Dalpele pada 2003 dari galangan Daesun Shipbuilding & Engineering Corp di Korea Selatan. Bahtera yang kemudian diubah namanya menjadi KRI dr Soeharso itu dibuat oleh para insinyur perkapalan dari Indonesia dan Korea. Kesuksesan tadi mendorong Indonesia menyusun program pembangunan LPD secara mandiri melalui pola alih teknologi dan peningkatan material lokal secara bertahap.
Rancang bangun SHS-990 dipakai sebagai dasar untuk membangun LPD yang juga bisa dikatakan sebagai kapal induk mini. Untuk tahap pertama pembangunan disepakati empat LPD dimana dua unit dibangun di Korea dengan keterlibatan para insinyur Indonesia dan dua unit lainnya dibangun di PAL.
Kemudian, dari Korea meluncurlah LPD Makassar Class yakni KRI Makassar-590 dan KRI Surabaya-591. Sukses itu diikuti dengan keberhasilan membangun dan meluncurkan KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda Aceh-593 dari galangan PAL. Pada 2016 dan 2017, Indonesia sukses mengekspor LPD ke Filipina. Oleh AL Filipina, LPD buatan PAL dikategorikan kelas strategic sealift vessel (SSV) dan dinamai BRP Tarlac dan BRP Davao del Sur.