Hong Kong Jamin Perlindungan terhadap Pekerja Migran
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Hong Kong menjamin, perlindungan tenaga kerja migran di negara tersebut merupakan yang terbaik. Hal itu terjadi karena Hong Kong menerapkan sistem penyamarataan hak bagi pekerja lokal dan pekerja migran.
”Para pekerja migran di Hong Kong bisa menikmati hak yang sama dengan pekerja lokal. Jika dibandingkan dengan negara lain yang menerapkan sistem perlindungan pekerja migran serupa, negara kami lebih unggul,” ujar Sekretaris Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Hong Kong Law Chi-kwong di Jakarta, Senin (21/1/2019).
Law datang ke Indonesia untuk menemui Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri serta perwakilan dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Dalam pertemuan tersebut, Law ingin berdiskusi untuk merumuskan kebijakan terkait perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja migran Indonesia.
Selain itu, Law juga ingin menemui beberapa asosiasi agen tenaga kerja asing. Ia ingin melihat pusat pelatihan untuk tenaga kerja asing.
Saat ini, jumlah pekerja migran Indonesia yang ada di Hong Kong sekitar 165.000 orang. Jumlah tersebut adalah 43 persen dari total populasi pekerja migran yang ada di Hong Kong.
Menurut Law, warga Hong Kong senang mempekerjakan pekerja migran Indonesia karena terkesan dengan kinerja mereka karena pekerja migran Indonesia dinilai rajin dalam bekerja, pembelajar yang cepat, dan jujur. Hong Kong tidak menetapkan standar khusus bagi pekerja migran yang akan bekerja di negara tersebut.
”Setelah tenaga migran tiba di Hong Kong, kami akan memberikan edukasi terkait lingkungan kerja dan hal-hal yang mereka perlukan untuk menunjang pekerjaannya. Kami juga akan beri tahu perilaku dan kebiasaan orang-orang Hong Kong sehingga risiko ketidaksepahaman bisa dikurangi,” tutur Law.
Upah minimum yang diterima tenaga migran Indonesia di Hong Kong saat ini sebesar Rp 8 juta. Pemerintah Hong Kong mengatakan tidak melakukan pungutan pajak penghasilan kepada pekerja migran yang ada di negara tersebut.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo saat dimintai pendapatnya menilai, kondisi jaminan kesehatan dan keselamatan kerja tenaga migran Indonesia di Hong Kong relatif lebih baik dibandingkan dengan negara-negara kawasan Timur Tengah.
Meski begitu, lanjutnya, masih ada hal-hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah, seperti pembayaran upah pekerja migran Indonesia yang tidak sesuai dengan perjanjian.
Menurut Wahyu, masih ada pekerja yang mengeluh terkait ketidaksesuaian pembayaran upah. ”Memang benar, upah yang ditawarkan kepada pekerja migran Indonesia di Hong Kong tergolong cukup tinggi, tetapi praktik pemotongan upah juga masih terjadi,” ujarnya.
Wahyu mencontohkan, pemotongan upah tersebut dilakukan secara terselubung. Ketika waktu pembayaran gaji tiba, majikan mentransfer upah sesuai dengan perjanjian. Setelah bukti transfer diperoleh, sebagian uang yang telah ditransfer diminta kembali oleh majikan. Sementara itu, majikan menggunakan bukti transfer tersebut untuk melapor bahwa dirinya telah memenuhi perjanjian.
Terkait pembayaran upah yang tidak sesuai atau di bawah standar perjanjian, pekerja migran Indonesia bisa melapor kepada pemerintah, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Mediasi dan Advokasi Deputi Bidang Perlindungan BNP2TKI R Wisantoro mengatakan, perlindungan kepada pekerja migran Indonesia dilakukan mulai dari sebelum mereka berangkat.
Mulai dari pendaftaran, pekerja migran asal Indonesia dibantu untuk mengurus semua dokumen dan diberi pelatihan yang bisa meningkatkan keterampilannya. Apabila di negara tujuan menghadapi masalah, pekerja migran Indonesia bisa melapor ke perwakilan Pemerintah Indonesia di negara tersebut.
”Bagi keluarga pekerja migran Indonesia ataupun pekerja migran Indonesia yang ada di dalam negeri, kami memfasilitasi pengaduan bebas pulsa melalui nomor telepon 08001000. Adapun pekerja migran Indonesia yang sedang ada di luar negeri bisa menghubungi nomor +622129244800 untuk mengadu,” tutur Wisantoro.
Ia menambahkan, pihak BNP2TKI telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Hukum dan HAM tentang sinergi antara paralegal dan organisasi bantuan hukum yang telah terakreditasi oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional. Kerja sama itu ditujukan untuk memberikan bantuan hukum kepada pekerja migran Indonesia, terlebih jika mereka menghadapi proses hukum.
Selain menyediakan jasa pengacara, BNP2TKI juga telah membentuk Tim Tunda Layan. Tim tersebut bertugas menganalisis pelanggaran yang dilakukan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta atau perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia.
”Jika ketahuan ada pelanggaran, kami akan menunda layanan dan mengusulkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan untuk menjatuhkan sanksi terhadap pelaku pelanggaran,” lanjut Wisantoro.
Rentan
Minimnya pengawasan pemerintah terhadap pekerja migran Indonesia ketika sudah berada di negara tujuan dikeluhkan Wahyu. Pekerja migran asal Indonesia dinilai rentan terseret radikalisme.
Pendapat ini berdasarkan hasil penelitian Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) yang diterbitkan pada 2017. Dalam laporan yang dimaksud Wahyu itu, IPAC menyebutkan, sekitar 50 tenaga kerja wanita Indonesia terlibat aktivitas pro-NIIS di Hong Kong. Hal itu terjadi melalui penyebaran paham radikal secara terselubung melalui media sosial.
”Saya khawatir karena KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) di Hong Kong lamban merespons hal ini. Seharusnya KJRI lebih proaktif memantau dan memastikan pekerja migran Indonesia tidak terseret paham-paham radikal seperti itu,” ucap Wahyu.
Menurut dia, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengikis paham radikal adalah dengan lebih sering menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada pekerja migran Indonesia dalam berbagai kesempatan.
Wisantoro mengakui, pemerintah memiliki keterbatasan untuk mengontrol satu per satu pergerakan pekerja migran Indonesia di Hong Kong yang tersebar di sejumlah wilayah. Namun, bukan berarti pemerintah diam saja.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengikis paham radikal adalah dengan lebih sering menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada pekerja migran Indonesia dalam berbagai kesempatan.
Akhir 2018, BNP2TKI bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengadakan kegiatan peningkatan kapasitas pekerja migran Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, pekerja migran Indonesia diajak untuk menghindari kegiatan yang mengarah kepada terorisme dan radikalisme.
”Tidak hanya itu, kami juga mengadakan pengajian akbar bagi pekerja migran asal Indonesia yang mengundang beberapa tokoh agama dari Nahdlatul Ulama dan Majelis Ulama Indonesia untuk meluruskan pemahaman pekerja migran Indonesia tentang jihad yang sebenarnya,” kata Wisantoro.
Adapun untuk menanggulangi masalah narkoba, BNP2TKI juga pernah mengajak Badan Narkotika Nasional untuk mengedukasi pekerja migran Indonesia agar tidak terjebak di pusaran narkoba.
Kegiatan-kegiatan tersebut menuai antusiasme yang tinggi dari pekerja migran asal Indonesia di Hong Kong. BNP2TKI berencana memperbanyak kegiatan seperti itu untuk menanggulangi masalah kerentanan pekerja migran Indonesia terlibat kasus terorisme dan narkoba. (KRISTI DWI UTAMI)