SIDOARJO, KOMPAS — Maraknya penyelundupan benih lobster tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Selain godaan ekonomi berupa harga jual yang tinggi dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian sumber daya laut, juga ada faktor hukum yang dinilai belum mampu memberi efek jera kepada para pelaku.
Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian, dan Informasi BKIPM Surabaya I Wiwit Supriyono mengatakan, sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku penyelundupan terbilang ringan. Sanksi itu tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan ataupun usaha yang dikeluarkan untuk menangkap pelaku.
”Rata-rata hukuman pidana yang dijatuhkan kepada pelaku kurang dari setahun penjara dan pidana denda yang ringan. Padahal, berdasarkan undang-undang, ancaman hukumannya bisa sampai 6 tahun penjara,” ujar Wiwit, Minggu (20/1/2019).
Wiwit mencontohkan Dedy Kriswoyo, penyelundup 3.997 benih lobster yang ditangkap di Tulungagung, 12 Agustus 2018, hanya dijatuhi pidana 4 bulan dan denda Rp 1 juta subsider sebulan kurungan. Padahal, nilai benih lobster yang diselundupkan itu mencapai Rp 427 juta.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam sepekan terakhir, upaya penyelundupan belasan ribu ekor benih lobster digagalkan oleh petugas. Petugas keamanan Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (16/1/2019), menggagalkan penyelundupan 3.656 benih lobster jenis pasir dan mutiara yang hendak dibawa penumpang pesawat bernama Erik Kurniawan. Warga Surabaya yang akan menuju Singapura itu membawa benih lobster dalam kantong plastik yang dimasukkan di koper.
Dua hari sebelumnya, Senin, upaya penyelundupan benih lobster ke Singapura juga digagalkan di Jambi. Sebelum itu benih lobster sebanyak 9.575 ekor dari Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, diperdagangkan melalui Jakarta dan Jambi agar bisa diselundupkan ke Singapura.
Berdasarkan catatan BKIPM Surabaya 1, frekuensi penyelundupan benih lobster selama 2018 di Jatim mencapai 24 kasus dengan jumlah benih yang berhasil diselamatkan 323.818 ekor atau senilai Rp 40 miliar. Frekuensi penyelundupan tinggi kendati upaya penindakan terus digiatkan.
Dorongan ekonomi
Wiwit mengatakan, Provinsi Jatim merupakan salah satu daerah penghasil lobster, yakni dari kawasan pantai di selatan Jawa seperti Pacitan, Tulungagung, Trenggalek, Malang, hingga Banyuwangi. Bagi nelayan, menangkap benih lobster pada bulan Januari hingga April jauh lebih menguntungkan dibandingkan menangkap ikan.
Pada bulan Januari hingga April seperti saat ini, angin bertiup kencang dan ombak besar. Nelayan pantai selatan tak berani melaut karena risiko besar dan hasil belum tentu didapat. Di sisi lain, pada musim seperti ini banyak lobster bertelur dan benih-benih baru menetas.
Benih-benih itu berada di pinggir pantai sehingga mudah diambil dengan risiko kecil. Nelayan bahkan tidak butuh modal kerja karena mereka tinggal memasang perangkap sederhana yang terbuat dari kertas bekas bungkus semen. Benih yang diperoleh kemudian dijual ke pengepul.
Harga benih ditingkat nelayan bisa mencapai Rp 20.000 per ekor. Jenis lobster yang disukai pengepul adalah mutiara dan pasir karena harga jual di luar negeri sangat tinggi, yakni Rp 100.000 hingga Rp 200.000 per ekor.
Penyidik BKIPM Surabaya, I Hendri Gustrifandi, menambahkan, pihaknya telah melakukan sosialisasi terhadap nelayan. Namun, berhadapan dengan mereka bukanlah perkara sederhana apalagi menyangkut urusan perut. Di sisi lain, para penyelundup memiliki jaringan yang kuat dan luas hingga ke daerah pelosok di pesisir pantai.