Urun Biaya Hanya Diberlakukan untuk Peserta yang Ingin Tambahan Layanan
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah bakal mengeluarkan kebijakan tambahan biaya bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat atau JKN-KIS melalui ketentuan urun biaya dan selisih biaya. Ketentuan ini akan diberlakukan untuk peserta yang menginginkan tambahan pelayanan atau peningkatan kelas pelayanan.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Sigit Priohutomo mengatakan, ketentuan urun biaya tidak akan berlaku bagi seluruh layanan kesehatan. “Ketentuan ini hanya akan diberlakukan ketika ada keinginan dari peserta JKN untuk menambah pelayanan,” kata Sigit saat dihubungi di Jakarta, Senin (21/1/2019).
Ia mengatakan, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) tetap akan membayar tarif INA CBG’s atau model pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatan untuk mengganti klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit. Adapun uang urun biaya akan dibayarkan ke pihak rumah sakit dan bukan diterima oleh BPJS.
Sigit mengatakan, kebijakan ini akan menguntungkan peserta dan rumah sakit. Peserta akan memperoleh layanan sesuai dengan yang dikehendaki dengan membayar biaya tambahan sesuai dengan ketentuan urun biaya. Di sisi lain, rumah sakit dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan peserta JKN.
Sebagai contoh, seorang peserta JKN menerima obat generik. Namun, ia menginginkan jenis obat lain. Maka, orang tersebut dapat memperoleh keinginannya dengan membayar urun biaya.
Contoh lainnya, ketika seseorang meminta tindakan pemeriksaan tertentu atas keinginannya sendiri, maka dia harus membayar urun biaya. Namun, jika dia mau diperiksa secara normal, maka peserta JKN tersebut tidak akan dikenakan urun biaya.
Untuk saat ini, pemerintah belum memberlakukan ketentuan ini karena masih dalam proses pengkajian. Rencananya Menteri Kesehatan Nila Moeloek akan membentuk tim yang terdiri dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi, asosiasi fasilitas kesehatan, akademisi, dan Kementerian Kesehatan.
Sementara itu, selisih biaya akan dikenakan apabila peserta JKN ingin mendapatkan peningkatan kelas perawatan maksimal satu tingkat. Sigit mengatakan, kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan fasilitas pada peserta JKN yang menghendaki peningkatan kelas pelayanan.
Sebelumnya diberitakan, urun biaya akan dikenakan untuk jenis layanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan. Namun, saat ini belum ditentukan jenis layanan yang dikenai urun biaya. Sebelumnya, peserta tidak dikenai biaya tambahan apa pun untuk seluruh layanan.
Besarnya urun biaya yang dikenakan kepada pasien rawat jalan Rp 20.000 setiap kunjungan ke rumah sakit kelas A dan B. Untuk kunjungan ke rumah sakit kelas C dan D, pasien dikenai urun biaya sebesar Rp 10.000.
Jumlah urun biaya maksimal Rp 350.000 untuk maksimal 20 kali kunjungan dalam tiga bulan. Untuk rawat inap, besaran urun biaya 10 persen dari biaya pelayanan yang dihitung dari total tarif INA CBG’s atau model pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatan untuk mengganti klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit. Besaran paling tinggi urun biaya untuk rawat inap adalah Rp 30 juta.
Adapun selisih biaya dikenakan kepada peserta JKN yang naik kelas pada saat rawat inap ataupun rawat jalan di poliklinik eksekutif. Selisih biaya pada saat naik kelas tidak berlaku untuk penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta JKN yang iurannya dibayar pemerintah daerah, serta pekerja penerima upah (PPU) yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Naik kelas atas permintaan sendiri hanya boleh 1 kelas di atas hak peserta JKN.
Deputi Direktur Advokasi Jamkeswatch Heri Irawan mengatakan, peserta JKN seharusnya tidak dibebani oleh biaya tambahan, seperti untuk obat atau perawatan lainnya. Namun, pada praktinya masih ada peserta JKN yang harus membayar sebagian biaya pelayanan kesehatan atau iur biaya.
Menurut Heri, adanya ketentuan urun biaya dan selisih biaya akan menjadi celah untuk dimanfaatkan oleh oknum pemberi layanan kesehatan. “Mereka akan akan menjebak dan menambah beban peserta ketika membutuhkan perawatan yang seharusnya tidak perlu dan peserta tidak mengetahui,” ujarnya.