Urun Biaya Hanya untuk Layanan Tambahan yang Diinginkan Peserta
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah bakal mengeluarkan kebijakan tambahan biaya bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat atau JKN-KIS melalui ketentuan urun biaya dan selisih biaya. Ketentuan ini akan diberlakukan untuk peserta yang menginginkan tambahan pelayanan atau peningkatan kelas pelayanan.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Sigit Priohutomo mengatakan, ketentuan urun biaya tidak akan berlaku bagi seluruh layanan kesehatan. “Ketentuan itu hanya akan diberlakukan ketika ada keinginan dari peserta JKN untuk menambah pelayanan,” kata Sigit saat dihubungi di Jakarta, Senin (21/1/2019).
Ia mengatakan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) tetap akan membayar klaim rumah sakit sesuai tarif INA CBG’s, tarif pelayanan kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Adapun uang urun biaya akan dibayarkan ke pihak rumah sakit dan bukan diterima oleh BPJS Kesehatan.
Sigit mengatakan, kebijakan itu akan menguntungkan peserta dan rumah sakit. Peserta akan memperoleh layanan sesuai dengan yang dikehendaki, dengan membayar biaya tambahan sesuai dengan ketentuan urun biaya. Di sisi lain, rumah sakit dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan peserta JKN.
Sebagai contoh, seorang peserta JKN menerima obat generik. Namun, ia menginginkan jenis obat lain. Maka, orang tersebut dapat memperoleh keinginannya dengan membayar urun biaya.
Contoh lainnya, ketika seseorang meminta tindakan pemeriksaan tertentu atas keinginannya sendiri, maka dia harus membayar urun biaya. Namun, jika dia mau diperiksa secara normal, maka peserta JKN tersebut tidak akan dikenakan urun biaya.
Untuk saat ini, pemerintah belum memberlakukan ketentuan ini karena masih dalam proses pengkajian. Rencananya Menteri Kesehatan Nila Moeloek akan membentuk tim yang terdiri dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi, asosiasi fasilitas kesehatan, akademisi, dan Kementerian Kesehatan.
Sementara itu, selisih biaya akan dikenakan apabila peserta JKN ingin mendapatkan peningkatan kelas perawatan maksimal satu tingkat. Sigit mengatakan, kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan fasilitas pada peserta JKN yang menghendaki peningkatan kelas pelayanan.
Sebelumnya diberitakan, urun biaya akan dikenakan untuk jenis layanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan. Namun, saat ini belum ditentukan jenis layanan yang dikenai urun biaya. Sebelumnya, peserta tidak dikenai biaya tambahan apa pun untuk seluruh layanan.
Besarnya urun biaya yang dikenakan kepada pasien rawat jalan Rp 20.000 setiap kunjungan ke rumah sakit kelas A dan B. Untuk kunjungan ke rumah sakit kelas C dan D, pasien dikenai urun biaya sebesar Rp 10.000.
Jumlah urun biaya maksimal Rp 350.000 untuk maksimal 20 kali kunjungan dalam tiga bulan. Untuk rawat inap, besaran urun biaya adalah 10 persen dari biaya pelayanan yang dihitung dari total tarif INA CBG’s. Besaran paling tinggi urun biaya untuk rawat inap adalah Rp 30 juta.
Selisih biaya juga dikenakan kepada peserta JKN yang naik kelas pada saat rawat inap ataupun rawat jalan di poliklinik eksekutif. Selisih biaya pada saat naik kelas tidak berlaku untuk penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta JKN yang iurannya dibayar pemerintah daerah, serta pekerja penerima upah (PPU) yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Naik kelas atas permintaan sendiri hanya boleh 1 kelas di atas hak peserta JKN.
Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan mengatakan, KPK menyetujui rencana pemerintah mengeluarkan ketentuan urun biaya. Menurut Pahala, selama ini BPJS menanggung pembayaran seluruh pelayanan kesehatan dari peserta JKN. Akibatnya, BPJS mengalami defisit.
Ia melihat, biaya pengeluaran paling besar dari BPJS, yaitu untuk membiayai penyakit-penyakit yang membutuhkan biaya perawatan yang tinggi, seperti jantung, diabetes, dan ginjal. Penyakit-penyakit tersebut biasanya diderita oleh masyarakat dari kelas menengah ke atas.
Di sisi lain, mayoritas peserta JKN hanya datang berobat untuk penyakit-penyakit yang tidak membutuhkan biaya besar, seperti diare dan luka ringan. Melihat situas tersebut, maka sebaiknya peserta dari kelas menengah ke atas diminta untuk membayar sebagian biaya pengobatannya.
Perlu pengawasan
Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Budi Hidayat mengatakan, kebijakan urun biaya dan selisih biaya akan tepat diterapkan apabila peserta yang menginginkan penambahan layanan tersebut. Ketentuan ini menjadi bentuk pengendalian dari konsumen, sehingga mereka tidak menyalahgunakan layanan JKN.
Dalam penerapannya, perlu ada pengawasan agar tidak terjadi kecurangan yang dilakukan oleh oknum tertentu. “Rumah sakit bisa memanfaatkan celah dari ketentuan ini untuk mendapatkan pemasukan tambahan karena selama ini rumah sakit dibayar oleh BPJS secara borongan,” kata Budi.
Menurut Budi, rumah sakit akan memanfaatkan ketentuan ini untuk meningkatkan kunjungan. Akibatnya, pasien akan dirugikan karena harus membayar biaya tambahan yang tidak diinginkannya.
Ia berharap, pemerintah dapat memperjelas layanan yang akan dikenakan ketentuan urun biaya. Selain itu, pemerintah juga perlu mengontrol sistem di urun biaya untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan.
Deputi Direktur Advokasi Jamkeswatch Heri Irawan mengatakan, peserta JKN seharusnya tidak dibebani oleh biaya tambahan, seperti untuk obat atau perawatan lainnya. Namun, pada praktinya masih ada peserta JKN yang harus membayar sebagian biaya pelayanan kesehatan atau iur biaya.
Menurut Heri, adanya ketentuan urun biaya dan selisih biaya akan menjadi celah untuk dimanfaatkan oleh oknum pemberi layanan kesehatan. “Mereka akan menjebak dan menambah beban peserta ketika membutuhkan perawatan yang seharusnya tidak perlu dan peserta tidak mengetahui,” ujarnya.
Ia menyoroti kasus rumah sakit yang meminta ibu melahirkan melalui cara cesar. Heri mengatakan, cara melahirkan cesar memiliki tarif klaim paling besar. Akibatnya, rumah sakit mendorong ibu melahirkan dengan cara cesar.
“Saya melihat ada kerjasama dari oknum tertentu yang bekerjasama dengan pihak rumah sakit untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar,” kata Heri. \
Untuk menekan kecurangan tersebut, Heri meminta pemerintah untuk memperbaiki tarif INA CBG’s. Ia menegaskan, sebaiknya tarif INA CBG’s harus sesuai dengan biaya yang dibutuhkan rumah sakit untuk setiap layanan kesehatan.