China Semakin Tertekan
Pertumbuhan ekonomi China pada 2018 mencapai 6,6 persen. Hal itu menjadi pertumbuhan paling rendah dalam 25 tahun terakhir. Tekanan pada tahun ini diperkirakan masih berlanjut.
BEIJING, SENIN Investasi yang lemah, seiring perang dagang antara Beijing dan Washington, membebani ekonomi China setelah aneka langkah pengurangan utang dilakukan dan akan terus dilanjutkan.
Ekonomi China diperkirakan cenderung melambat dan baru akan stabil pertengahan tahun jika langkah lanjutan Pemerintah China tepat dan ada perkembangan positif terkait negosiasi perang dagang dengan Washington.
Data terbaru yang dirilis, Senin (21/1/2019), menunjukkan bahwa ekonomi China melambat pada triwulan keempat tahun lalu akibat tekanan dari permintaan domestik yang goyah dan kenaikan tarif AS. Hal itu berakibat anjloknya pertumbuhan 2018 ke level terendah dalam hampir tiga dekade dan menekan Beijing agar meluncurkan lebih banyak stimulus guna mencegah perlambatan lebih tajam.
Tanda-tanda pelemahan yang terus berlanjut di China itu—yang telah menghasilkan hampir sepertiga dari pertumbuhan global dalam beberapa tahun terakhir—memicu kecemasan tentang risiko terhadap ekonomi global. Perusahaan- perusahaan global, mulai dari Apple hingga produsen mobil, pun sudah merasakan laba yang tertekan.
Para pembuat kebijakan telah menjanjikan bakal ada lebih banyak dukungan pada tahun ini untuk mengurangi risiko hilangnya pekerjaan secara besar-besaran. Namun, mereka mengesampingkan ”banjir” stimulus, seperti yang menjadi andalan Beijing pada masa lalu. Padahal, risiko telah menanti, yakni berupa ”jebakan” tingkat pertumbuhan, tetapi dapat meninggalkan segunung utang.
”Pemerintah memiliki sarana untuk mendukung perekonomian. Mereka dapat memperluas pengeluaran infrastruktur dan mereka dapat memotong rasio persyaratan cadangan bank. Jadi, kita tidak perlu khawatir tentang pengeluaran modal,” kata Naoto Saito, kepala riset di lembaga Daiwa Institute of Research di Tokyo, Jepang.
Namun, lanjut Saito, salah satu masalahnya terletak pada konsumsi. Ketika AS dan China berbenturan di banyak bidang, sentimen konsumen tampaknya dirugikan. Hingga saat ini, pertumbuhan upah yang solid telah mendukung konsumsi. Namun, kini ada kekhawatiran yang samar-samar tentang masa depan mereka.
Produk domestik bruto (PDB) kuartal keempat China tumbuh pada laju paling lambat sejak krisis keuangan global, yakni turun menjadi 6,4 persen per tahun, seperti yang diharapkan dari 6,5 persen pada kuartal ketiga. Hal itu merujuk pada data yang dirilis Biro Statistik Nasional, Senin. Dilihat secara tahunan, pertumbuhan PDB China 6,6 persen, laju tahunan paling lambat sejak 1990. Angka PDB pada 2017 tumbuh 6,8 persen.
Kompromi yang rumit
Perlambatan perekonomian China pada paruh kedua 2018 terlihat mulai dari investasi, pengeluaran konsumen, hingga aktivitas pabrik. Data juga menunjukkan, perang dagang dengan AS makin berimbas negatif terhadap Beijing.
Harian The New York Times menganalisis hasil dan lanjutan langkah sejumlah otoritas China sebagai respons atas perlambatan ekonomi dan perang dagang dengan Washington. Beijing disebut melakukan sejumlah hal guna mendongkrak ekonominya. Namun, kebijakan-kebijakan yang diambil sering kali dinilai mengandung kompromi rumit. Hal ini justru dapat menambah masalah utang negara atau menambah ketidakseimbangan lain yang mengganggu perekonomian.
Data menunjukkan, misalnya, penjualan ritel dan hasil industri yang naik secara bulanan pada Desember. Namun, angka-angka bulanan itu tidak bisa sepenuhnya menebus kinerja yang buruk di paruh kedua tahun lalu. Penjualan ritel melambat tajam selama enam bulan terakhir, terbebani oleh penurunan tajam dalam aktivitas di dealer mobil China dan kelemahan luas dalam penjualan ponsel. Investasi dalam aset tetap, seperti pabrik baru dan gedung perkantoran, mengalami lesu darah.
Dilihat dari sisi lebih makro, sejumlah ekonom memperkirakan perlambatan ekonomi China lebih buruk daripada angka yang ditunjukkan pemerintah. Pertumbuhan ekonomi dinilai hanyalah sebagian kecil dari angka utama meski sebagian besar ekonom yang menghitung angka mengatakan jumlahnya hanya 1 atau 2 persen lebih rendah. Kini ditunggu apakah perbaikan pada akhir tahun itu akan berlanjut, minimal pada awal tahun ini. Upaya mendorong sektor keuangan, dua pekan lalu, dinilai menjadi bagian memperkuat upaya- upaya itu. (AP/REUTERS/BEN)