KARANGASEM, KOMPAS-Setelah dua kali erupsi pada Senin (21/1/2019) sore, Gunung Agung di Karangasem, Bali, kembali meletus Selasa (22/1) pukul 03.42 WITA. Ketinggian kolom abu mencapai 2.000 meter di atas puncak kawah selama 2 menit 25 detik.
Hingga pukul 04.42 WITA, Pos Pemantauan Gunung Agung Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi di Rendang, Karangasem, memantau angin bertiup ke arah timur dan tenggara. Dengan kondisi ini, angin diperkirakan tidak akan menganggu aktivitas penerbangan dari dan menuju Bandar Udara Internasional Ngurah Rai.
Dewa Martha Yasa, petugas pos pemantauan Gunung Agung, mencatat beberapa kegempaan sebelum erupsi. “Ada tercatat vulkanik dalam dengan amplitudo 3 milimeter selama 30 detik serta hembusan. Pantauan visual gunung dari Pos Rendang tidak terlihat karena kabut. Tetapi, pantauan di Pos Bukitasah dan Pos Amed, bisa merekam tinggi kolom abu,” kata Dewa.
Kepala Subbidang Mitigasi Gunungapi Wilayah Timur di PVMBG Devy Kamil Syahbana mengingatkan kewaspadaan tetap harus dijaga. Alasannya Gunung Agung masih dalam fase aktif dengan potensi erupsi setiap saat.
Ia menjelaskan, kemarin, semua erupsi terjadi karena kelebihan tekanan di dalam perut Gunung Agung. Tekanan ini bisa bersumber dari material magma yang naik secara masif, maupun berupa gas-gas magmatik yang naik sedikit demi sedikit untuk kemudian terakumulasi di kedalaman tertentu.
Devy juga mengatakan hujan dapat menjadi salah satu faktor eksternal yang mampu mempengaruhi aktivitas gunungapi. Faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi aktivitas gunungapi di antaranya gempa tektonik.
Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Wisnu Widjaja mengatakan agar waspada bagi warga di bantaran sungai yang terlewati lahar hujan dingin. Musim hujan ini, lanjutnya, dapat menghanyutkan material bekas letusan jika erupsinya terjadi ketika hujan deras.