JAKARTA, KOMPAS — Arus konsumsi layanan data seluler menunjukkan tren kenaikan setiap tahun. Pada saat yang sama, harga layanan justru turun seiring ketatnya persaingan tarif. Kondisi itu dinilai kian mengimpit industri telekomunikasi.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono yang dihubungi di Jakarta, Senin (21/1/2019), menyebutkan, pada 2010 harga layanan data seluler sekitar Rp 1 per kilobyte (kb). Saat ini, harganya Rp 0,015 per kb atau turun 98,5 persen. Sementara arus konsumsi data seluler tumbuh sekitar 135 persen per tahun.
”Kompetisi menawarkan harga layanan data seluler sudah di luar kewajaran dan akan menyulitkan industri telekomunikasi sendiri. Pada 2018, misalnya, untuk pertama kali industri telekomunikasi tumbuh minus 5 persen,” katanya.
Jika kondisi itu dibiarkan, kata Kristiono, dampak negatifnya bisa menjalar ke perkembangan ekonomi digital. Pembangunan infrastruktur bisa melambat.
Direktur Eksekutif Indonesia Information Communication Technology Institute Heru Sutadi, mengutip laporan Organisasi Telekomunikasi Internasional (ITU) 2017, mengatakan, harga layanan data seluler Indonesia menempati urutan ke-88 termurah di dunia untuk kategori paket 500 megabyte (mb).
Menurut Heru, pemerintah seharusnya punya formula perhitungan dan angka dasar untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan operator untuk mendistribusikan layanan data seluler. Sampai sekarang, pemerintah belum memiliki formula perhitungan atau angka dasar.
”Operator telekomunikasi saat ini menghadapi pelanggan yang haus konsumsi bandwidth ukuran besar guna mengakses aneka aplikasi (over-the-top/OTT) sehingga operator harus pintar mengatur strategi harga. Pada saat yang sama, OTT belum diatur pemerintah,” papar Kristiono.
Penetapan tarif
Selain formula perhitungan, pelaku industri telekomunikasi dikabarkan pernah meminta agar pemerintah mengatur besaran batas bawah tarif layanan data seluler.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi, yang dikonfirmasi, menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999, pemerintah tidak bisa menetapkan besaran tarif layanan data seluler. Pemerintah hanya dapat mematok formula perhitungannya.
Keinginan membuat formula perhitungan tarif layanan data telah diserukan pemerintah sejak sekitar dua tahun lalu, beriringan dengan rencana mengatur ulang tata cara penetapan tarif jasa layanan telekomunikasi seluler. Salah satu fokus penataan ulang adalah pengaturan batas waktu promosi tarif layanan.
Promosi tarif dianggap terlalu murah. Promosi ini biasanya dilakukan dengan cara menjual layanan di bawah ongkos operasional. Kasus yang pernah terjadi, promosi tarif layanan tidak ada batas waktu. Pemerintah mengkhawatirkan tidak adanya untung yang bisa diperoleh operator (Kompas, 15/5/2017).
Pemerintah seharusnya punya formula perhitungan dan angka dasar untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan operator untuk mendistribusikan layanan data seluler.
Sejauh ini, Indonesia sudah mempunyai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Telekomunikasi yang Disalurkan Melalui Jaringan Bergerak Seluler. Dalam Permenkominfo tersebut mengatur tarif jasa telefoni dasar, jelajah, dan multimedia. Permenkominfo inilah yang akan diubah dan perubahannya turut menyertakan formula perhitungan tarif layanan data seluler.
”Kami tidak hanya mengatur formula perhitungan tarif untuk akses data seluler, tetapi keseluruhan jasa telekomunikasi. Sebagai contoh, suara, pesan singkat, jasa nilai tambah teleponi, dan jasa multimedia lain. Kami sekarang sedang finalisasi pembahasan rancangan permenkominfo,” jawab Ketut saat ditanya alasan lamanya realisasi rencana pembuatan formula perhitungan tarif.
Mengenai OTT, dia menambahkan pihaknya bersama Kemkominfo berencana menerbitkan peraturan setingkat menteri. Rencana ini juga diserukan sejak 2017, bahkan sudah sampai tahap draft dikonsultasikan ke publik.
Menurut Ketut, pembahasan berlangsung berlarut-larut karena cakupan isu mengenai OTT berasal dari berbagai sisi. Misalnya, kesetaraan perpajakan dan perizinan usaha, perlindungan konsumen, serta penerimaan negara bukan pajak.
Mengacu info memo PT XL Axiata Tbk sampai triwulan III-2018, jumlah pelanggan yang menggunakan ponsel pintar mencapai 42 juta orang, naik 14 persen dibandingkan periode yang sama 2017.
Berdasarkan info memo PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom sampai triwulan III-2018, jumlah pelanggan Telkomsel yang menggunakan layanan data seluler mencapai 112,6 juta orang. Jumlah ini naik 15 persen dibandingkan setahun lalu.
Sesuai info memo PT Indosat Tbk, basis pelanggan Indosat Ooredoo hingga triwulan III-2018 mencapai 64,1 juta orang dan 71 persen di antaranya pengguna ponsel pintar.