JAKARTA, KOMPAS — Hak atas tanah merupakan salah satu unsur hak asasi manusia yang belum dinikmati secara adil oleh seluruh warga negara. Desakan dari pemerintah daerah hingga korporasi menjadi tantangan bagi sebagian masyarakat adat untuk menikmati tanah yang menjadi tempat kelahiran dan memenuhi kehidupan.
Anugerah Yap Thiam Hien 2018 memberikan penghargaan kepada aktivis lingkungan hidup asal Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, yaitu Eva Susanti Hanafi Bande, serta komunitas masyarakat di Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yakni Sedulur Sikep. Penghargaan untuk para pejuang HAM didasari perjuangan tanpa henti Eva dan Sedulur Sikep untuk memperjuangkan tanah adat.
Dalam pidato sambutannya, Eva menuturkan, keadilan atas tanah adalah HAM yang paling dasar karena tanah yang menjadi media segala sesuatu di muka bumi ini hidup dan kembali. Sejak berjuang untuk hak tanah adat sejak masih mahasiswa pada 1998, Eva menjelaskan, dirinya masih merasakan ketidakadilan, khususnya bagi para petani.
”Keadilan pemanfaatan tanah harus direbut. Pendakian kami untuk mewujudkan keadilan hak atas tanah belum separuhnya karena hingga saat ini belum terwujud,” ujar Eva dalam malam penganugerahan Yap Thian Hien 2018 di Jakarta, Senin (21/1/2019) malam.
Selama dua dekade, Eva berjuang untuk pemenuhan hak tanah adat bagi para petani di wilayah Toili, Kabupaten Banggai. Atas perjuangannya menuntut keadilan itu, Eva sempat ditangkap dan dijebloskan ke penjara pada 2010. Pada Desember 2014, ia menerima grasi dari Presiden Joko Widodo sehingga bisa kembali melanjutkan perjuangannya untuk petani Toili.
Adapun komunitas Sedulur Sikep merupakan komunitas masyarakat yang berjuang untuk keadilan tanah adat. Gerakan itu diawali oleh Samin Surosentiko sejak awal dekade 1900-an. Komunitas Sedulur Sikep adalah pengikut ajaran saminisme yang tidak mengeyam pendidikan formal dan menjaga budaya bertani dalam kehidupan mereka.
Menurut Eva, penghargaan Yap Thian Hien menjadi bayangan yang akan terus mengawal semangat aktivismenya demi terwujudnya keadilan tanah bagi masyarakat adat. Eva juga tengah berjuang untuk pemberian sertifikat tanah bagi seluruh petani di Toili.
Tokoh Sedulur Sikep, Gunretno, mengatakan, pihaknya selalu dipandang sebelah mata karena tidak mengenyam pendidikan formal. Padahal, pilihan hidup itu dilakukan untuk memberikan keseimbangan bagi kehidupan. Untuk keseimbangan, kata Gunretno, tidak bisa seluruh warga negara menulis atau sekolah sehingga perlu ada masyarakat yang tetap melestarikan kehidupan agrarian, yaitu mencangkul atau bertani.
Akibat pilihan hidup itu, masyarakat di Sukolilo sempat dipandang sebelah mata oleh korporasi yang hendak membangun pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Gunretno dan rekan-rekan Sedulur Sikep dalam satu dekade terakhir berjuang melalui jalur hukum dan aksi damai untuk mengurungkan pembangunan pabrik semen yang akan merusak ekosistem tanah kelahiran mereka.
”Kami berterima kasih atas penghargaan ini, tetapi tempat kami masih dirusak. Karena itu, kami berharap dulur-dulur sekalian hadir langsung ke tempat kami untuk melihat apa yang kami perjuangkan,” tutur Gunretno.
Tidak abai
Makarim Wibisono, perwakilan Yayasan Yap Thiam Hien, menyatakan, perjuangan yang dilakukan Eva dan komunitas Sedulur Sikep merupakan peringatan bagi seluruh pihak untuk tidak mengabaikan alam dan lingkungan di Tanah Air. Perjuangan mereka yang konsisten telah melahirkan kepedulian bagi masyarakat di luar komunitas mereka.
Menurut Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, yang mewakili Dewan Juri Penghargaan Yap Thiam Hiem 2018, pemberian penghargaan kepada Eva dan Sedulur Sikep didasari bencana alam yang dihadapi bangsa Indonesia sepanjang 2018.
”Bencana alam menjadi bukti bahwa kita tidak boleh mengabaikan kelestarian alam. Hikmah dari bencana alam ialah hadirnya pembelajaran bagi segenap bangsa Indonesia untuk merawat dan melestarikan alam,” katanya.
Ia pun mendorong agar pemerintah dan korporasi harus mengedepankan HAM dalam menjalankan pembangunan. Oleh karena itu, Yosep berpendapat, menjadikan penghormatan HAM sebagai prioritas utama bagi kepentingan bisnis dan pelaku usaha harus didorong oleh pemerintah dan parlemen yang akan datang.
Adapun penghargaan Yap Thiam Hien diberikan setiap tahun sejak 1992. Penghargaan itu dianugerahkan kepada individu dan kelompok masyarakat yang konsisten dan berani berjuang di bidang pembelaan HAM. Yap Thiam Hien (1913-1989) adalah advokat yang gigih memperjuangkan HAM dan keadilan.