Kemenhub Mempersilakan KPPU Tangani Dugaan Kartel Tiket Pesawat
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan mempersilakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU mengusut dugaan kartel pengaturan harga tiket pesawat. Tugas pemerintah sebagai regulator mengawasi harga tiket telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
”Bagi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara selaku regulator, jika (harga tiket) masih dalam koridor regulasi yang ada, kami tidak dapat berbuat apa-apa,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana Banguningsih Pramesti melalui pesan singkat yang diterima Kompas, Selasa (22/1/2019).
Jika (harga tiket) masih dalam koridor regulasi yang ada, kami tidak dapat berbuat apa-apa.
Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016. Permenhub itu tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Polana melanjutkan, Kementerian Perhubungan hanya memastikan maskapai tidak melanggar aturan tersebut terkait penetapan harga tiket. ”(Terkait dugaan kartel) Biarkan KPPU melakukan penelitian,” ujar Polana.
Senin lalu, KPPU tengah menyelidiki dugaan kartel dalam pengaturan harga tiket pesawat. Penyelidikan itu dalam rangka membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
KPPU berinisiatif menyelidiki dugaan kartel karena ada indikasi beberapa pelaku usaha penerbangan dengan pelaku usaha pesaingnya menetapkan harga tiket secara bersama-sama. Hal ini terkait kompaknya maskapai dalam menaikkan dan menurunkan harga tiket pada Januari 2019.
Pengamat penerbangan Chappy Hakim menilai kartel adalah wujud paling ekstrem dari persaingan yang tidak sehat dalam industri penerbangan Indonesia. Selama ini, masyarakat berasumsi penerbangan itu berharga murah. Padahal, itu hanya efek dari model bisnis atau strategi pemasaran industri penerbangan.
”Saat low season, maskapai berlomba menurunkan harga tiket. Sebaliknya, saat high season, harga tiket melonjak naik,” kata Chappy saat dihubungi dari Jakarta.
Menurut Chappy, kondisi tersebut pada tingkat ekstrem akan bermuara pada kartel. Kartel merupakan persekongkolan atau persekutuan di antara produsen produk sejenis dengan tujuan mengontrol produksi, harga, penjualan, dan mengambil posisi monopoli.
”Analoginya seperti kita belanja di Pasar Glodok. Ketika membeli barang elektronik di sana, hampir semua harganya seragam. Ambil untung sekian saja. Ada yang bermain seperti itu,” katanya.
Ganti struktur
Oleh karena itu, Chappy menawarkan restrukturisasi industri penerbangan nasional. Restrukturisasi dilakukan dengan membagi penerbangan menjadi tiga tingkatan. Pertama, penerbangan untuk tata kelola pemerintahan. Ini bertujuan untuk menjaga eksistensi negara dengan mengirim dokumen penting dan sebagainya. Kedua, penerbangan untuk layanan masyarakat, dan terakhir untuk bisnis.
”Kalau tidak dibedakan seperti sekarang, orang jadi bingung. Garuda kok mahal? Lion kok bisa murah? Ini karena kepentingannya lain-lain,” ujarnya.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 memberi peluang maskapai untuk bersaing secara tidak sehat.
Dia melanjutkan, untuk penerbangan tata kelola pemerintahan dan layanan masyarakat, pihak maskapai harus menjadi bagian dari pemerintah. Artinya, biaya operasional tidak ditanggung sendiri oleh maskapai.
Dengan restrukturisasi ini, katanya, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 otomatis tidak diberlakukan lagi. ”Sebab, aturan ini memberi peluang maskapai bersaing secara tidak sehat,” ujarnya. (INSAN ALFAJRI)