JAKARTA, KOMPAS – Guna menekan penyebaran hoaks, pemerintah mendorong kepada para milenial dari berbagai daerah untuk mengampanyekan internet positif. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan meningkatkan literasi digital.
TikTok, ICT Watch, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Siber Kreasi, dan Red and White China bekerja sama menyelenggarakan Digital Literasi for Internet Activist pada 22-23 Januari 2019. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pembekalan kepada 30 pegiat informasi dan literasi digital dari perwakilan daerah.
Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kemenkominfo, Septriana Tangkary, mengimbau kepada para milenial yang hadir untuk berkolaborasi dengan pemerintah dalam mengampanyekan internet positif.
“Pemerintah berharap kepada para milenial bisa melihat konten secara cerdas,” ujar Septriana di Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Terkait dengan hoaks, Sepriana mendorong milenial harus bisa mengklarifikasi kebenaran informasi yang didapatkan. Klarifikasi, antara lain meliputi asal sumbernya, siapa penulisnya, dan konfirmasi ke media arus utama.
Septriana mengatakan, saat ini hoaks lebih banyak tersebar dalam bentuk tulisan, yaitu sebanyak 62,10 persen. Adapun, penyebaran hoaks berbentuk gambar sebesar 37.50 persen, sedangkan video sebesar 0,40 persen.
“Tulisan itu tersebar dari berbagai media sosial, seperti Facebook dan Instagram serta media chatting seperti Line dan grup Whatsapp,” kata Septriana.
Septriana menambahkan, sebanyak 92,40 persen hoaks tersebar melalui media sosial. Selebihnya melalui media chating (62,80 persen), situs web (34,90 persen) dan lain-lain.
Sejumlah kasus hoaks bernuansa politik juga tengah mencuat. Misalnya, kasus hoaks penganiayaan kepada Ratna Sarumpaet, kontainer yang berisi surat suara tercoblos, dan informasi hoaks lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu.
“Saya pikir milenial sudah cukup cerdas dalam menangkap isu-isu Pemilu. Mereka bisa melihat apa yang telah dilakukan dari masing-masing kubu,” kata Septriana.
Literasi digital
Plt Direktur Eksekutif ICT Watch, Widuri, mengatakan, setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda dalam penyebaran hoaks. Untuk itu, pembekalan bagi perwakilan setiap provinsi, penting untuk menyebarkan penggunaan internet positif. Salah satunya dengan literasi digital.
Menurut Widuri, salah satu cara meningkatkan literasi digital adalah dengan mengambil ilmu dari penggiat literasi digital lainnya. Banyak dari penggiat tersebut yang sudah menghasilkan buku-buku bagus untuk dijadikan acuan.
“Sayangnya yang mengakses belum banyak,” ungkap Widuri.
Selain itu, juga bisa memanfaatkan sejumlah chanel yang tersedia untuk mendukung hal tersebut. Contohnya adalah Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang mengeluarkan www.turnbackhoax.id yang berisikan informasi hoaks yang tengah berkembang.
“Hoaks dapat menyebar dengan cepat, namun tidak dengan klarifikasinya,” ungkap Widuri.
Widuri mengatakan, sejumlah gerakan literasi digital di daerah-daerah juga sudah banyak bermunculan. Selain itu, banyak juga dari kalangan Blogger, Vlogger, dan youtuber berlomba-lomba mengajak netizen untuk cerdas menggunakan internet.(FAJAR RAMADHAN)