Indonesia Targetkan Jual Hak Cipta Minimal 50 Judul Buku
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Indonesia menargetkan dapat menjual hak cipta penerjemahan minimal 50 judul buku pada Pameran Buku London 2019. Ajang tersebut merupakan kesempatan bagi pertemuan khusus bisnis antara pengarang, penerbit, dan sektor-sektor lain terkait perbukuan.
"Total ada 450 judul buku yang dibawa ke Pameran Buku London (LBF) 2019. Acaranya berlangsung pada tanggal 12-14 Maret," kata Ketua Komite Buku Nasional Laura Bangun Prinsloo dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (21/1/2019).
Indonesia menjadi market focus atau negara yang dipromosikan dalam pameran tersebut. Oleh sebab itu, tema yang diusung adalah "Indonesia: 17.000 Pulau Imajinasi". Terdapat 12 pengarang yang diboyong ke ibu kota Kerajaan Inggris Raya tersebut, antara lain adalah Seno Gumira Adjidarma, Leila S Chudori, Faisal Oddang, dan Clara Ng.
Laura mengatakan, LBF berbeda dengan Pameran Buku Frankfurt di Jerman. Apabila Frankfurt merupakan pameran buku terbesar di dunia dan memberi kesempatan bagi para penulis muda untuk memperkenalkan diri ke kancah literasi global, LBF khusus untuk bisnis jual beli buku dan produk terkait seperti permainan komputer, animasi, dan desain.
"Kami sengaja membawa penulis-penulis senior yang sudah mapan karena mereka sudah memiliki pasar dan nama mereka juga mulai dikenal di luar negeri," ucapnya. Terdapat lima genre tulisan yang diharapkan bisa menarik minat penerbit internasional, yakni novel fiksi, non fiksi, cerita anak, seni, dan komik.
Selain mengisi acara di arena pameran, para penulis mengikuti program diskusi publik yang diadakan di toko-toko buku dan kampus-kampus lokal. Selain itu, juga ada 20 perusahaan penerbit buku dan 14 perusahaan terkait perbukuan yang juga akan melakukan pameran produk di LBF 2019.
Terjemahan
Laura mengatakan, sejak 2015 sudah 1.200 judul buku Indonesia yang diterjemahkan ke bahasa asing, mayoritas adalah cerita anak dan disusul oleh novel fiksi. Pengarang yang karyanya diminati oleh pasar internasional antara lain adalah Eka Kurniawan dan Ayu Utami.
Menurut dia, karya-karya pengarang Indonesia sudah banyak diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh penerbit dalam negeri. Akan tetapi, hal ini tidak memastikan penerbit internasional mau begitu saja membeli produk buku berbahasa Inggris itu.
"Ada kemungkinan penerbit internasional menerjemahkan kembali karya-karya itu ke dalam Bahasa Inggris yang sesuai dengan selera pasar setempat, misalnya Bahasa Inggris untuk pasar Amerika Serikat gaya bertuturnya berbeda dengan selera pembaca di Australia," papar Laura.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, hendaknya di LBF 2019 tidak hanya terjadi penjualan buku, tetapi juga konten. Ia mencontohkan, cerita populer seperti Wiro Sableng sangat potensial dibuat sebagai waralaba seperti tokoh-tokoh pahlawan super dari AS. Ceritanya terus berlanjut walaupun pengarang aslinya telah tiada.
Kanon sastra
Hilmar menjabarkan, dalam satu tahun terakhir pihaknya tengah mengolah Kanon Sastra Indonesia. Di dalamnya adalah daftar judul karya sastra yang merepresentasikan Indonesia.
"Tujuannya adalah membuat bacaan sastra wajib untuk level SD hingga SMA sederajat. Akan tetapi, masih terbentur kendala distribusi karya-karya itu ke sekolah-sekolah," ujarnya.
Ia menuturkan, pemasaran buku melalui bentuk selain buku fisik juga harus didorong. Contohnya adalah buku elektronik yang bisa diunduh dari internet atau pun buku yang langsung dibaca di laman situs. Hal ini guna mendukung minat baca masyarakat, terlebih pihaknya mengamati ada peningkatan kembali kegiatan membaca di masyarakat. Dugaannya ialah masyarakat jenuh dengan hoaks dan mencari kembali tulisan-tulisan yang bisa dipertanggungjawabkan kontennya.
Sementara itu, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengutarakan bahwa buku merupakan industri yang sangat potensial. "Melalui buku bisa dikembangkan film, serial televisi, komik, permainan komputer, dan medium lainnya," katanya.