MATARAM, KOMPAS-Masyarakat bersedia melepas lahannya untuk dibangun Bendungan Meninting, Desa Bukit Tinggi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Kesediaan itu dengan syarat Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara 1 harus membayar ganti rugi sebelum pembangunan dimulai.
"Tuntaskan dulu pembayaran. Jangan menunda-nunda. Kami perlu bertemu informal untuk memastikan harga per meter per segi atau per arenya. Jangan sampai masyarakat dirugikan, tetapi juga jangan sampai proyek ini tidak berjalan," kata Jumarti, anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat, Selasa (22/1/2019).
Jumardi mengatakan itu saat berdialog dengan 50 warga dari tiga desa di Aula Kantor Camat Lingsar, Lombok Barat. Dalam dialog itu hadir pula Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid, dan jajaran Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara 1 (BWS NT1).
Kepala Desa Bukit Tinggi, Ahmad Mustakim, juga mengatakan hal serupa. Menurutnya warga tidak keberatan areal sawah dan kebunnya dibebaskan, namun uang pembebasan itu harus diterima sebelum bendungan itu dibangun. Bila uang pembebasan diterima setelah bendungan dibangun, dikhawatirkan harga pembebasan lahan mereka tidak sesuai dengan harapan mereka.
“Dalam pelaksanaan pembangunan bendungan, jangan sampai ada hati yang terluka. Paling pas adalah permintaan masyarakat dibayar dulu baru bisa bekerja,” ujar Ahmad Mustakim.
Bendungan Meninting, merupakan satu dari 222 proyek strategis nasional. Biaya pembangunan bendungan mencapai Rp 1,4 triliun. Perwakilan BWS NT 1, I Ketut Kariharta, menjabarkan BWS NT 1 mengikat kontrak dengan Konsultan 31 Desember 2018 untuk memulai kegiatan proyek.
"Belajar dari pengalaman proses pembangunan Bendungan Beringin Sila di Sumbawa, warga bersama Pemkab Sumbawa bersedia membuat pernyataan kesediaan. Ada 40 hektar lahan di sana yang belum dibayarkan, tetapi warga bersedia lahannya digunakan. Toh kalau apraisal sudah selesai bekerja, pasti dibayarkan (ganti ruginya)," ungkap Kariharta.
BWS telah menetapkan zona prioritas untuk pengerjaan awal seperti pembuatan jalan masuk, pembangunan area perkantoran dan gudang peralatan seluas 6 ha. Badan Pertanahan Nasional (BPN) pun sudah menuntaskan penyusunan 382 peta bidang di 93 hektar lebih lahan milik masyarakat, kata Kariharta.
Kariharta memastikan pertengahan April setelah proses appraisal atau penilaian harga, dana penggantian akan cair. Anggaran sebesar Rp. 200,35 miliar siap dicairkan melalui Lembaga Manajemen Aset Negara Kementerian Keuangan untuk pembangun bendungan itu.
Tidak Berani
Menanggapi permintaan warga dan BWS. Bupati Fauzan Khalid mengharapkan ada pertemuan khusus yang melibatkan semua pihak, terutama kepala keluarga di tiga desa terdampak pembangunan bendungan, yaitu Desa Bukit Tinggi, dan Desa Dasan Geria, di Kecamatan Gunungsari, serta Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar.
Mereka adalah pemilik lahan di zona prioritas seluas 6 hektar. “Saya pun tidak berani melanjutkan kalau masyarakat tidak membolehkannya," tutur Fauzan.
Oleh sebab itu pemilik lahan dan BWS NT 1 diharapkan melakukan pertemuan dalam dua hari ke depan. Warga diminta mendukung pembangunan bendungan itu, karena keberadaannya akan membantu kesejahteraan masyarakat Lombok Barat.
Bendungan ini diprediksi mampu menampung 9,91 juta meter kubik air yang dimanfaatkan untuk air baku irigasi pertanian di Lombok Barat, Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Tengah. Untuk pertanian, bendungan ini akan mampu mengairi antara 2.600 sampai 4.500 ha sawah. Sebagai sumber air baku minum untuk PDAM, bendungan ini mampu menghasilkan 150 meter kubik air per detik, selain untuk mesin pembangkit listrik tenaga mikrohidro dengan daya 2x0,4 Megawatt.
"Bendungan ini akan berkembang menjadi destinasi wisata. Pihak yang paling merasakan manfaatnya secara langsung adalah warga sekitar bendungan," kata Fauzan.