JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan memprioritaskan perekrutan guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, atau PPPK. Dari total 150.000 yang akan direkrut menjadi PPPK, sekitar 50.000 adalah guru honorer. Namun, untuk menjadi PPPK, mereka tetap harus lolos seleksi. Selain itu, harus disertai juga dengan kepastian pembiayaan gaji mereka dari pemerintah daerah.
Perekrutan PPPK menurut rencana dilakukan pemerintah dalam dua fase. Fase pertama paling lambat Februari 2019. Adapun fase kedua pada Mei 2019. Di setiap fase, akan ada 75.000 orang yang direkrut menjadi PPPK.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin saat rapat dengan Komisi II DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/1/2019), mengatakan, di fase pertama perekrutan PPPK, sekitar 50.000 dari total 75.000 orang yang akan direkrut difokuskan untuk guru honorer.
Pemerintah memprioritaskan mereka karena hasil seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk mengisi posisi guru tahun lalu masih jauh dari harapan. Terlebih, sepanjang tahun 2018 hingga 2019, guru yang akan pensiun mencapai 120.000 orang.
”Jadi, kemarin sudah direkrut guru melalui CPNS ada 120.000 guru, tetapi yang masuk hanya sekitar 100.000. Jadi, masih kurang. Karena itu, kami akan genjot sekarang ini (lewat perekrutan PPPK),” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah guru honorer saat ini mencapai 152.000 orang. Namun, dari jumlah itu, hanya 71.000 orang yang memenuhi syarat seperti diatur di Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang itu menyebutkan, syarat menjadi guru harus berpendidikan minimal strata-1 (S-1).
”Mudah-mudahan dari 71.000 itu, nanti bisa direkrut 50.000,” ucapnya.
Adapun sisanya tidak dijelaskan dengan detail. Syafruddin hanya memastikan bahwa mereka pun akan diselesaikan oleh pemerintah. ”Nanti sisanya bisa diselesaikan,” ujarnya.
Untuk guru honorer yang berkeinginan menjadi PPPK, dia menegaskan, mereka harus lolos seleksi. Artinya, guru honorer tidak secara otomatis menjadi PPPK. Meski demikian, dia memastikan tes itu tidak rumit seperti tes pada perekrutan CPNS.
”Saya sudah pesan dengan tim panselnas, (kerumitan tes) jangan disamakan dengan PNS. Kalau disamakan, bisa tak lulus semua. Justru tesnya nanti akan kami beri afirmasi,” lanjutnya.
Komitmen daerah
Selain harus lolos seleksi, jumlah guru honorer yang bisa menjadi PPPK sangat bergantung pada kemampuan fiskal pemerintah daerah tempat guru honorer itu bekerja. Begitu pula jumlah total PPPK, di luar guru honorer, yang akan direkrut oleh pemerintah daerah (pemda).
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, yang juga hadir dalam rapat dengan Komisi II DPR, mengingatkan hal tersebut. Oleh karena itu, komitmen pemda dibutuhkan demi keberlanjutan program PPPK.
”Jadi, pastikan dulu gajinya tersedia. Kalau gajinya tersedia, berapa jumlah orang yang tersedia gajinya, itu yang akan direkrut terlebih dahulu. Mereka yang tak punya uang untuk bayar gaji, ya enggak bisa (rekrut) dulu. Jangan dipaksakan,” tutur Bima.
Terkait dengan hal itu, ia melanjutkan, pemerintah pusat akan mengumpulkan seluruh kepala daerah dan sekretaris daerah pada Rabu (23/1/2019) di Batam. Pertemuan tersebut untuk menyamakan persepsi soal skema pembiayaan PPPK.
”Besok (Rabu) akan diputuskan skema anggarannya karena PPPK akan menjadi tanggung jawab pemda nantinya,” kata Bima.
Sementara itu, Bupati Pandeglang Irna Narulita dan Pelaksana Harian Sekda Kota Bandung Ema Sumarna belum bisa berkomentar terkait pembiayaan gaji PPPK yang akan dibebankan kepada pemda.
”Sementara mohon waktu agar lebih jelas, terang-benderang, tidak miscommunication. Besok kami dengar dulu paparan Bapak Menteri PANRB,” kata Irna.
Adapun Sekretaris Daerah Yogyakarta Gatot Saptadi tidak mempersoalkannya. Pasalnya, selama ini, penggajian tenaga honorer sudah dialokasikan dari APBD Daerah Istimewa Yogyakarta.
”Artinya, itu konsekuensi pemda atau siapa pun pengguna PPPK, memang harus dibiayai sendiri. Kalau kita mau memanfaatkan PPPK, mestinya kita menyediakan anggaran,” ujar Gatot.
Namun, sama seperti Irna dan Ema, Gatot pun tak ingin mengomentari lebih lanjut soal skema pembiayaan PPPK. ”Besok (Rabu), kami diundang ke Batam. Semua pemda akan disosialisasikan terkait PPPK tersebut. Nanti baru ada kejelasan. Jadi saya enggak berani klaim itu beban daerah atau bukan,” tuturnya.