JAKARTA, KOMPAS – Penataan trotoar di DKI Jakarta dinilai baru sebatas peningkatan infrastruktur, namun penegakan aturan masih lemah. Akibatnya, kendati trotoar sudah baik namun pelanggaran penggunaan trotoar masih terus dibiarkan sehingga fungsi trotoar tak maksimal. Ketegasan terhadap pelanggaran di trotoar dinilai semakin vital menjelang beroperasinya moda-moda transportasi massal baru.
Pelanggaran penggunaan trotoar masih terlihat di berbagai kawasan, mulai dari pedagang kaki lima, parkir kendaraan hingga sepeda motor yang melintas di trotoar. Dari pengamatan, baru sebagian kecil trotoar yang relatif bersih dari pelanggaran.
Di antaranya di Jalan Sudirman-MH Thamrin, Jalan Kebon Sirih, dan seputaran Stadion Gelora Bung Karno. Sebaliknya di seputaran Tanah Abang, sepeda motor juga terlihat menerabas tiang pembatas yang sudah dipasang untuk naik di trotoar.
Peneliti Transportasi Institute Studi Transportasi (Instrans) Deddy Herlambang mengatakan, indikator lemahnya penegakan aturan ini salah satunya terlihat dari perlawanan pedagang kaki lima (PKL) saat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Pusat berusaha menertibkan di Tanah Abang. Hingga sekarang, trotoar di Tanah Abang masih dipadati PKL.
Padahal, beberapa tahun lalu trotoar di Tanah Abang baru saja ditata dan diperlebar menjadi sekitar lima meter. “Jadi baru sekedar ditata dan diperlebar, juga sudah ditertibkan tapi juga baru sekedarnya. Namun setelah itu percuma, seperti dibiarkan mau diapakan. Belum ada komitmen berkelanjutan untuk berpihak pada pejalan kaki dan pengguna jalan tanpa kendaraan bermotor,” katanya di Jakarta, Senin (21/1/2019).
Menurut Deddy, seharusnya ada rencana induk (masterplan) untuk penggunaan trotoar secara jelas. Mulai dari perencanaan, pembangunan, sosialisasi dan penegakan aturan.
Kondisi trotoar yang belum sepenuhnya aman dan nyaman ini merupakan salah satu faktor penyebab volume pejalan kaki di trotoar yang sudah ditata sekalipun tetap sedikit dibandingkan kapasitas seharusnya. Hal ini mencerminkan masih tingginya keengganan warga berjalan kaki.
Padahal, rencana Jakarta yang tengah mencegah kemacetan bertambah parah bertumpu pada semakin banyak warga yang berjalan kaki yang secara otomatis juga meningkatkan warga yang beralih pada transportasi umum massal. Sebab, pengguna transportasi massal adalah pejalan kaki.
Penegakan aturan di trotoar ini dinilai semakin mendesak terutama dalam beberapa bulan lagi, Jakarta akan mempunyai dua moda transportasi massal baru, yaitu MRT dan LRT. “Kalau aksesibilitas trotoar tak dibuat maksimal, maka MRT dan LRT juga tak akan maksimal fungsinya,” kata Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki.
Perketat pengawasan
Alfred mengusulkan pengawasan yang diperketat dengan pemasangan CCTV yang dapat langsung mencatat kendaraan yang melewati trotoar serta menempatkan personil khusus untuk mencegah pelanggaran di trotoar.
Menurut Alfred, saat ini aksesibilitas pejalan kaki untuk mencapai moda transportasi massal masih banyak yang diperbaiki. Di simpul Stasiun Sudirman, Stasiun MRT Dukuh Atas dan Halte Transjakarta Karet, misalnya, seharusnya bisa ditingkatkan dengan memperbaiki trotoar di sekitarnya.
Di simpul itu, kata Alfred, trotoar yang baik kondisinya baru di koridor utama. Namun, kondisi di trotoar lingkungan sekitarnya masih sempit dan banyak pelanggaran. “Termasuk juga jempatan penyeberangan orang Karet yang kondisinya sudah overload, sempit dan curam,” katanya.
Ia juga menyoroti masih minimnya kondisi trotoar di sekitar Stasiun MRT Lebak Bulus. Trotoar di sana masih terputus-putus serta kondisi yang kurang memadai di sejumlah ruas. Termasuk juga belum adanya fasilitas kantong parkir (park and ride).
Dengan kondisi ini, keberadaan MRT tak akan maksimal dalam mengalihkan para pemukim di Tangerang Selatan untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi sehingga tetap akan masuk Jakarta yang menambah kemacetan.
Komitmen penataan
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan, perbaikan fasilitas pejalan kaki merupakan prioritas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini. Komitmen itu ditunjukkan dengan penataan trotoar sepanjang 2016-2018.
Selama tiga tahun terakhir, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penataan trotoar dengan panjang sekitar 108 Kilometer. Penataan ini memperlebar dan melengkapi dengan utilitas pedestrian yang membuat pejalan kaki aman dan nyaman.
Tahun 2019, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menganggarkan pembangunan trotoar dengan jumlah total Rp 733,71 miliar. Jumlah ini terbagi di Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 520 miliar dan di lima Suku Dinas Bina Marga di kota administratif sekitar Rp 213,71 miliar.
Menurut Hari, untuk mencegah sepeda motor naik ke trotoar, penataan juga telah memasang penghalang seperti bolard di trotoar. Pihaknya juga merencanakan pemasangan CCTV untuk mengawasi dan menindak kendaraan yang melanggar naik ke trotoar.