Satu jam setelah tayangan perdana debat penegakan hukum, hak asasi manusia, korupsi, dan terorisme, Natasha (29) mengunggah di akun Instagram-nya ke 1.722 pengikutnya. ”Jadi, gimana?” tanyanya. Fitur polling di Instagram memungkinkan pengikut Natasha memilih di antara dua opsi. Pertama, opsi ”Nomor 1 or 2, pilih deh pokoknya” atau opsi kedua, ”Masih bingung, mengawang”. Opsi kedua dipilih 37 persen. Ia pun tak heran hasil ”jajak pendapat” kecil-kecilan menunjukkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak meyakinkan.
Natasha pun ikut kecewa karena harapannya melihat tawaran baru dan menarik dalam debat itu tak terwujud.
Hal yang sama dialami Ambang (43) yang tak pernah menjadi golput. Mahasiswa program doktoral ini juga masih bingung karena tak melihat tawaran rinci program di debat.
Untuk pasangan Jokowi-Ma’ruf, Ambang menanti penjelasan kebijakan belum sempurna. Sementara untuk Prabowo-Sandiaga, ia menunggu tawaran baru konkret dan tak normatif. ”Jujur, debat sangat menjemukan dan akhirnya saya putuskan tak menonton sampai usai,” katanya.
Peluang
Mengacu jajak pendapat Litbang Kompas pada 14-15 Januari 2019 atau sebelum debat, antusiasme publik sebenarnya tinggi. Sebanyak 62,4 persen responden menyatakan hasil debat menjadi pertimbangan. Mereka berharap bisa memahami program, visi-misi, dan wawasan calon. Dari berbagai survei, pemilih mengambang (swing voters) berkisar 20-30 persen. Pada periode September-Oktober 2018, ada 14,7 persen responden merahasiakan atau belum menentukan pilihan. Selain itu, ada sekitar 30 persen lainnya di kedua pasangan calon yang masih bisa berubah pikiran.
Debat menjadi momen penting karena 66,7 persen kelompok pemilih mengambang adalah penonton televisi, khususnya pemberitaan pemilu. Sebagian besar dari mereka juga berpendidikan menengah-tinggi dan rasional, yang menjadikan debat sebagai referensi memilih.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Kuskridho Ambardi menilai kedua kandidat gagal memanfaatkan peluang. Debat justru memberi asupan pemilih loyal (partisan) yang memang yakin dengan pilihannya.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, juga menilai debat pada Kamis pekan lalu relatif gagal menggaet perhatian pemilih mengambang. Selain dari segi materi debat, kandidat juga kurang menarik simpati publik melalui gestur yang menyejukkan.
”Masih ada empat debat lagi. Presentasi setiap pasangan masih bisa diperbaiki jika ingin menggaet pemilih mengambang,” katanya.
Pemerhati politik asal Amerika Serikat, Thomas Holbrook, dalam risetnya, ”Political Learning from Presidential Debates”, berpendapat, rangkaian debat presidensial punya efek kuat dalam menyebarkan informasi dan pendidikan politik kepada pemilih mengambang. Dari segi efektivitas, debat paling penting adalah debat pertama. Ini karena daya gaungnya kuat di mata pemilih yang relatif haus informasi dan menjadikan debat sebagai referensi memilih.
Situasi saat ini mirip pemilihan presiden 2016 di AS saat Donald Trump berhadapan dengan Hillary Clinton. Debat pertama mereka sangat dinantikan dan menentukan arah preferensi kelompok pemilih AS yang belum menentukan memilih. The Economist mencatat, sebelum debat pertama, sekitar 20 persen pemilih berencana tak memilih capres mana pun akibat kecewa dengan suasana kampanye. Debat pertama Hillary versus Trump pun menarik perhatian 84 juta penonton, mencatat rekor debat presidensial paling banyak ditonton sejak 1980.
Saling klaim
Meski dampak debat atas preferensi pemilih masih jadi perdebatan, kedua tim sukses menganggap debat sebagai momentum penting mendongkrak elektabilitas. Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon, mengklaim penampilan pasangan calonnya di debat perdana berhasil menggaet kelompok pemilih mengambang. Debat itu, menurut dia, mendongkrak popularitas Prabowo.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding, juga mengklaim debat pertama mampu menambah dukungan dari kelompok pemilih mengambang untuk Jokowi-Ma’ruf. Ini karena, menurut dia, Jokowi lebih menguasai debat dari segi penyampaian program kerja.
Siapa sebenarnya yang paling berhasil menggaet pemilih mengambang? Masih ada empat debat lagi dan waktu sekitar tiga bulan menjelang pemungutan suara 17 April 2019 untuk menjawabnya.