MATARAM, KOMPAS — Bank NTB Syariah, yang semula berbentuk bank konvensional, kini menjadi barometer bagi daerah-daerah yang ingin membentuk bank syariah. Jika berkinerja bagus, bank ini akan menjadi proyek percontohan dari beberapa provinsi untuk menerapkan perbankan syariah.
”Bank NTB Syariah menjadi sorotan nasional. Banyak bank daerah yang ingin berkonvensi, tetapi masih melihat perkembangan kinerja Bank NTB Syariah,” kata Farid Paletehan, Kepala Otoritas Jasa Keuangan NTB, Rabu (23/1/2019) di Mataram, Lombok, dalam acara Sharia Business Gathering.
Saat ini ada dua bank konvensional yang dikonversi menjadi bank syariah, masing-masing satu di Provinsi Aceh dan Bank NTB Syariah. Bank NTB dikonversi pada September 2018.
Dalam setahun terakhir, kinerja Bank NTB Syariah terus dipantau. Terlihat adanya perkembangan yang membaik, bahkan kini sudah on the track. Kinerja yang baik itu di antaranya terindikasi dari munculnya beragam produk bagi nasabah, yakni tabungan Tambora, Simpeda, Simpel (Simpanan Pelajar), Tabunganku untuk kalangan produktif dan UMKM. Selain itu, ada giro dan deposito.
Bank NTB Syariah juga telah bekerja sama dengan 27 institusi, seperti rumah sakit, pengusaha real estate, hotel, Gapensi, lembaga pendidikan, perusahaan keuangan, asosiasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji, pengusaha mal, dan pedagang peralatan bangunan.
Namun, Farid mengingatkan masih perlu sosialisasi lebih karena tingkat literasi keuangan syariah belum terlalu baik. Misalnya, masyarakat menilai produk syariah tidak banyak, atau tidak selengkap bank konvensional, padahal produk menjadi omzet utama. Oleh karena itu, Bank NTB Syariah perlu menumbuhkan kepercayaan masyarakat agar menjadi pilihan yang akuntabel, transparansi, dan tepercaya.
Wakil Bupati Lombok Timur H Rumaksi mengatakan, Bank NTB Syariah terkesan lebih dekat dibandingkan ketika masih menjadi bank konvensional. Pemkab Lombok Timur, selaku pemilik saham, berupaya melakukan sosialisasi terkait literasi keuangan syariah. Tahun 2018 Pemkab Lombok Timur mendapat deviden Rp 14 miliar.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sumbawa Rasyidi melihat perkembangan Bank NTB Syariah cukup signifikan, bahkan mampu merangkul dunia usaha dan institusi lainnya untuk berkolaborasi. Hal itu menjadi bekal mengatasi tantangan dalam berkompetisi dengan perbankan syariah lainnya sehingga bank daerah bisa menjadi pemimpin dan tuan di rumahnya sendiri.
Dari 10 kabupaten-kota, Pemkab Sumbawa memiliki penyertaan modal sebesar Rp 200 miliar setelah Pemprov NTB. Ke depan Pemkab Sumbawa membantu kemajuan Bank NTB Syariah dengan cara mengimbau aparatur sipil negara dan semua kalangan agar menjadi nasabah.
Pendekatan budaya
Sementara H Mudjitahid, mantan Bupati Lombok Barat yang turut membidani lahirnya Bank NTB menjadi bank syariah, mengatakan, Bank NTB Syariah menggarap potensi yang cukup besar di NTB. Potensi itu bisa diraih asalkan Bank NTB tak diam diri, tetapi turut memberikan pemahaman kepada masyarakat, sekaligus mendorong lahirnya pengusaha-pengusaha lokal NTB.
”Tidak seperti sekarang ini, pedagang kuliner lokal hanya ayam taliwang dan nasi puyung. Selebihnya, PKL (pedagang kaki lima) di sepanjang Kota Mataram, adalah soto lamongan, bakso solo, pecel madiun, sate madura, bahkan cendol banjarnegara. Ada apa ini?” kata Mudjitahid.
Mestinya model institusi keuangan syariah melakukan pendekatan dan mengetahui nilai sosial budaya masyarakat NTB guna meningkatkan etos kerjanya. ”Masyarakat entis Sasak kebanyakan ’aro’ (ah)-nya dalam bekerja. Aro timak te mauq sekediq, laguq molahan (biar dapat sedikit tetapi lebih banyak santainya),” kata Mudjitahid.
Oleh sebab itu, jajaran Bank NTB Syariah diminta berinovasi dan mengubah pola pikir bermalas-malasan menjadi produktif. ”Caranya turun ke masyarakat, ajak mereka berdialog dari hati ke hati, apabila perlu luangkan waktu menginap di kampung,” ungkap Mudjitahid.
Saat konversi Bank NTB Syariah dari bank konvensional 13 September 2018, Kepala OJK Farid Paletehan mengungkapkan, aset perbankan syariah di NTB tahun 2017 tumbuh 37,26 persen atau naik dari Rp 2,897 triliun 2016 menjadi Rp 3,977 triliun. Penyaluran pembiayaan tumbuh 40,51 persen, naik dari Rp 2,408 triliun menjadi Rp 3,384 triliun.
Adapun dana pihak ketiga tumbuh 21,64 persen dari Rp 1,6 triliun menjadi Rp 1,975 triliun. Tingginya pertumbuhan pembiayaan syariah di NTB membuat angka financing to deposit ratio cukup tinggi sekitar 171,31 persen. Namun, otoritas menekankan perlunya prinsip kehati-hatian guna menjaga nonperforming financing yang mencapai 2,27 persen tahun 2017.