Tawuran di Jakarta masih terus terjadi, antarpemuda, antargeng, hingga antardaerah. Tak terkecuali di Jakarta Barat, yang hampir setiap minggu polisi menangkap pelaku yang terlibat tawuran atau yang akan melakukan tawuran.
Pada awal 2019, jajaran Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Barat (Jakbar) menangani tiga kasus tawuran. Kasus terbaru terjadi pada Minggu (13/1/2019). Polisi mengangkap lima pemuda yang masih berusia sekolah, yakni BF (15), MAM (17), MR (16), AF (15), dan MD (12). Mereka merupakan anggota geng motor yang akan menyerang pemuda di perkampungan samping Perumahan Permata Buana, Kembangan, Jakbar.
Dari kasus ini, polisi menyadari pola tawuran telah berubah, dari malam hari menjadi subuh atau pagi untuk menghindari operasi polisi. Sehari sebelumnya, pada Sabtu 12 Januari 2019, Kepolisian Sektor (Polsek) Cengkareng, Jakbar, mengamankan 26 anak yang hendak tawuran di depan Puri Agung Cengkareng Timur, Jakbar.
Awal tahun baru pun disambut dengan tawuran di Jalan Kedoya Raya, Kedoya Utara, Kebon Jeruk. Pada saat tawuran ini, polisi hanya menangkap satu pelaku berinisial MRA (18).
Ketiganya merupakan contoh kasus yang ditangani polisi, namun yang tidak sempat ditangani polisi tentu masih banyak. Seperti yang dikatakan warga yang tinggal di daerah rentan tawuran.
”Hampir setiap minggu ada tawuran di sini. Biasanya malam, jadi kalau pagi di jalan sudah penuh pecahan beling,” kata pedagang kopi depan Kantor BPN Jakarta Barat, Qodir (54), beberapa jam setelah terjadi tawuran di Perumahan Permata Buana, Kembangan, pada 13 Januari 2019.
Awalnya biasa saja
Qodir juga mengatakan, umumnya para pemuda di daerah itu kumpul bersama di sekitar daerah yang menjadi titik tawuran tersebut. Mereka awalnya berkumpul biasa saja, tapi saat hari semakin dini, mereka semakin banyak lalu menyerang perkampungan atau geng lain.
Berbagai modus melatarbelakangi terjadinya tawuran. Dendam, mengadu kekuatan, hingga untuk mengalihkan perhatian polisi untuk bertransaksi narkoba. Seperti yang terjadi di wilayah Tambora, Jakbar, pada 7 Oktober 2018. Para pengedar sengaja membuat tawuran terjadi antarpemuda saat mereka melakukan transaksi.
Tawuran tidak hanya mengganggu ketertiban, tapi juga mengancam keselamatan, baik itu masyarakat sekitar maupun pelaku tawuran itu sendiri. Mereka yang kerap kali tawuran menggunakan senjata tajam itu seringkali membuat yang lain terluka bahkan meninggal dunia.
Sampai kapan pelajar yang menjadi penerus negara ini bisa bebas dari tawuran? Tidak hanya dari dia menjadi pelaku, tetapi menghindari mereka menjadi korban.
Salah satu langkah yang dilakukan Pemerintah Kota Jakarta Barat dengan mengeluarkan Surat Tugas tentang Tim Koordinasi dan Monitoring Jam Belajar Masyarakat (JBM) di Jakbar. Surat ditetapkan oleh Rustam Effendi, Wali Kota Jakbar pada 22 Oktober 2018.
Dalam surat tugas itu, tertulis bahwa tujuan JBM untuk meningkatkan kesadaran belajar di kalangan anak usia sekolah dan peran serta warga. Lalu tercipta lingkungan yang aman, nyaman, dan tertib untuk belajar.
"Salah satu tujuan JBM itu untuk menghindari terjadinya tawuran, terutama yang melibatkan pelajar," kata Sugiono, Kepala Suku Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Jakbar, Rabu (23/1).
JBM dilaksanakan pada pukul 18.00 hingga 21.00 WIB. Di jam tersebut, masyarakat diimbau untuk menghindarkan anak dari televisi, ponsel, permainan, dan lainnya yang dapat mengganggu proses belajar. Selain itu, orang tua juga diimbau mendampingi anaknya.
Program ini kemudian dilanjutkan dengan Instruksi Wali Kota Jakarta Barat pada 5 Desember 2018. Dalam instruksi tersebut, perangkat daerah harus ikut mendukung JBM dengan memfasilitasi, mengoordinasi, dan memonitor JBM.
Sementara camat dan lurah harus mensosialisasikan dan mewujudkan JBM yang berubah waktu berlaku menjadi pukul 19.00 hingga 21.00. JBM ini pun tidak berlaku di malam libur. Spanduk pun dipasang di berbagai daerah di wilayah Jakbar untuk mendukung program ini.
Temukan akar masalah
JBM kemudian dijadikan indikator penilaian kerja para camat dan lurah di wilayah Jakbar. Mereka juga diwajibkan untuk membuat laporan hasil pelaksanaan JBM kepada walikota.
Sayangnya, program ini dinilai kurang efektif untuk mengurangi atau mencegah terjadinya tawuran di Jakbar. Penyelesaian tidak menyentuh akar masalah tawuran.
"Tentu aturannya baik, tapi cegah tawuran belum nyambung (dengan JBM), belum maksimal. Jam belajar untuk menghindari tawuran itu sangat jauh karena tawuran melibatkan banyak pihak di luar keluarga," kata Retno Listyarti, Komisioner Komisi Perlindungan Anak.
Retno juga mengatakan waktu tawuran yang umumnya terjadi pada pagi atau dini hari di hari Jumat atau Sabtu tidak bertepatan dengan waktu JBM. Diperlukan langkah yang lebih spesifik untuk menghindari terjadinya tawuran yang banyak melibatkan pelajar.
Retno mengatakan, pemerintah harus menyentuh akar masalah dari tawuran. Setiap tawuran beda akarnya, tapi umumnya merupakan dendam masa lalu yang tidak berkaitan langsung dengan pelakunya.
"Misalnya pada masa lalu siswa sekolah A tawuran dengan sekolah B sehingga ada yang meninggal dari sekolah A. Sampai sekarang, mereka merasa sekolah B adalah musuhnya, sehingga perlu terus menyerang dengan tawuran," jelas Retno.
Setelah mengetahui masalahnya, program pendidikan dan pencegahan lain dapat dilakukan dengan spesifik. Tidak hanya besar di bagian publikasi tapi dampaknya minim. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)