Program jaminan sosial ketenagakerjaan harus beradaptasi dengan perkembangan ekonomi digital yang memungkinkan cara kerja baru. Indonesia menghadapi sejumlah tantangan.
NUSA DUA, KOMPAS Era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan otomasi mengubah tatanan suplai-permintaan tenaga kerja. Perubahan itu dikhawatirkan berdampak ke pelaksanaan program jaminan sosial.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Agus Susanto, seusai membuka seminar dan pertemuan internasional Asian Workers’ Compensation Forum (AWCF) 2019 di Nusa Dua, Bali, Selasa (22/1/2019), menyatakan, kekhawatiran itu telah menjadi topik perbincangan bersama tingkat Asia.
AWCF adalah organisasi internasional bidang penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan, khususnya terkait kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. AWCF berdiri tahun 2012, anggotanya terdiri atas 13 institusi penyelenggara jaminan sosial dari 10 negara di Asia.
Program jaminan sosial ketenagakerjaan yang saat ini berjalan lebih banyak mencakup pekerja terikat waktu dan tempat tetap. Sementara tren ekonomi digital memungkinkan cara baru bekerja yang tidak terikat waktu, lintas negara, dan sistem mitra.
Laporan riset Organisasi Buruh Internasional (ILO), ”ASEAN In Transformation: The Future of Jobs at Risk of Automation”, 56 persen bidang pekerjaan berisiko tinggi akibat kehadiran otomatisasi. Pekerja Indonesia dengan keterampilan rendah dan menengah akan rentan tergerus di era Revolusi Industri 4.0.
Tergerus otomasi
Sejumlah pekerjaan memiliki kemungkinan tinggi tergantikan komputer. Di Kamboja, misalnya, hampir setengah juta operator mesin jahit diperkirakan menghadapi risiko otomasi sebesar 89 persen. Di Indonesia, tukang kebun, pramuniaga, dan penjahit diprediksi terkena otomatisasi.
Di Filipina, buruh perikanan, pelayan, tukang kayu, dan pembersih kantor menghadapi potensi otomatisasi yang tinggi. Sementara di Thailand, risiko otomatisasi sangat akut dihadapi asisten penjualan di toko, petugas layanan makanan, juru masak, dan pegawai kantor gabungan serta rekan profesional akuntansi.
Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Maliki Ahmad mengatakan, mulai tahun 2019, fokus pembangunan jangka pendek menengah adalah sumber daya manusia. Fokusnya pada tiga pilar utama, yakni layanan dasar dan jaminan sosial, produktivitas, serta karakter.
Di pilar layanan dasar dan jaminan sosial, pemerintah berupaya mentransformasi pelaksanaan, seperti dengan menggunakan data tunggal kependudukan guna mempermudah pencatatan kepesertaan dan menggali manfaat baru yang sesuai dengan perkembangan pasar tenaga kerja.
Mengutip laporan ”10 Global Challenges for Social Security Asia and The Pacific” yang diterbitkan International Social Security Association (2018), cakupan kepesertaan jaminan sosial masih timpang di antara negara-negara di Asia Pasifik. Penetrasi kepesertaan di Australia, misalnya, 82 persen, sedangkan di India hanya 19 persen.
Executive Director of Department of Labor and Employment di Employees’ Compensation Commission Filipina Stella Z Banawis mengatakan, meski 80 persen dari 104,9 juta penduduk Filipina telah tercatat menjadi peserta aktif jaminan sosial, upaya membangun kesadaran pekerja untuk jadi peserta program khusus ketenagakerjaan masih menjadi pekerjaan rumah. Selain itu, literasi manfaat jaminan sosial di kalangan pekerja juga dinilai belum matang. (MED)