PADANG, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi berencana mengumumkan nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang membandel tidak melaporkan harta kekayaannya di media cetak agar diketahui masyarakat. KPK menilai, anggota DPR ataupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mau melaporkan harta kekayannya memiliki kecenderungan melakukan tindakan korupsi.
”Saya pikir itu salah. Kita bisa menganggap mereka punya kencederungan untuk korupsi. Kenapa? Kan, cuma melaporkan harta kekayaan. Apalagi itu diwajibkan oleh undang-undang. Kenapa dia tidak melakukan,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam Diskusi Publik Potret Kebijakan dan Anggaran Lingkungan Hidup yang diselenggarakan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Perkumpulan Integritas, dan Yayasan Auriga di Padang, Sumatera Barat, Selasa (22/1/2019).
Oleh karena itu, kata Laode, pihaknya akan mengumumkan nama anggota Dewan, baik DPR, DPRD provinsi, maupun kabupaten/kota, yang tidak mau melaporkan harta kekayaannya. ”Jadi, kami akan mengumumkan nama, partai politiknya, alamat, termasuk dari kabupaten atau provinsi mana dia berasal. Selain di koran, kami juga akan membuat daftarnya di laman KPK. Tujuannya agar masyarakat tahu, apalagi sekarang sedang masa kampanye,” kata Laode.
Menurut Laode, alasan seperti gagap iptek (gaptek) yang dimunculkan adalah alasan yang dibuat-buat. ”Kalau dia tidak bisa mengisi, tinggal panggil KPK. Kami bisa mengirimkan tim untuk mengajari mereka. Begitu juga dengan (anggota Dewan) di provinsi dan kabupaten, kita bisa kumpulkan jadi satu lalu diajari. Tiga atau dua jam pasti sudah bisa,” kata Laode.
Laode mengatakan, dengan sistem daring pelaporan kekayaan, seharusnya menjadi lebih mudah. ”Dulu memang harus dikirim dalam bentuk salinan kertas. Kami juga susah karena penuh ditambah butuh waktu lama untuk mendapatkan lembaran negara. Sekarang kan sudah memakai sistem daring supaya memudahkan mereka,” kata Laode.
Laode juga meminta agar masyarakat Indonesia tidak memilih anggota Dewan yang tidak mau melaporkan harta kekayaan jika mereka mencalonkan diri lagi. ”Saya meminta agar masyarakat Indonesia kalau anggota Dewan itu mencalonkan diri sebagai caleg lagi, tidak usah dipilih lagi,” kata Laode.
Arief Paderi, koordinator Perkumpulan Integritas, organisasi nonpemerintah bidang hukum dan peradilan, kebijakan, dan pendidikan antikorupsi di Padang, mengapresiasi langkah KPK tersebut. Langkah itu dinilai sebagai upaya pencegahan korupsi.
Arief mengatakan, dalam konteks mendorong pemerintahan yang terbuka, pelaporan harta kekayaan selalu menjadi masalah. Apalagi lembaga legislatif sukar diatur untuk hal-hal administratif. ”Tidak hanya terjadi pada anggota DPRD, tetapi anggota DPR pun juga masih bandel. Paling mereka melaporkan ketika mau mencalonkan atau ketika pelantikan,” kata Arief.
Menurut Arief, penyebab lainnya adalah regulasi yang tidak tegas. ”Ada perintah, tetapi tidak ada sanksi. Ini harus diperjelas dan menjadi evaluasi di pengambil kebijakan,” kata Arief.
Dalam konteks lain, berdasarkan pengalaman Perkumpulan Integritas, pejabat tidak mau melaporkan harta kekayaan karena ada ketidaksesuaian antara pendapatan dia secara resmi dan harta yang dimiliki.
”Itu selalu menjadi alasan mereka tidak mau melaporkan harta kekayaan, termasuk pajak yang mereka tanggung. Kalau harta yang dilaporkan tidak sesuai dengan laporan pajak, mereka pasti akan dikejar-kejar soal itu,” kata Arief.
Direktur PUSaKO Feri Amsari menambahkan, KPK sedari awal sudah menjanjikan untuk mengumumkan nama anggota Dewan yang tidak mau melaporkan harta kekayaannya.
”Aneh kalau kemudian KPK tidak merespons lebih tegas. Misalnya menyampaikan kepada publik anggota Dewan yang tidak mau melaporkan harta kekayaannya. Dengan demikian, masyarakat bisa menilai sejauh mana orang-orang tersebut layak dipilih atau tidak,” kata Feri.