Integrasi mudah diucapkan, namun perlu kerja teramat keras untuk mewujudkannya. Sebagai kunci untuk memuluskan perpindahan penumpang antarmoda, integrasi perlu diterjemahkan baik dan detail di lapangan.
Oleh
Irene Sarwindaningrum/Helena F Nababan/Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
Integrasi mudah diucapkan, namun perlu kerja teramat keras untuk mewujudkannya. Sebagai kunci untuk memuluskan perpindahan penumpang antarmoda, integrasi perlu diterjemahkan baik dan detail di lapangan.
Hingga 15 tahun bus transjakarta beroperasi, Dinas Perhubungan DKI Jakarta masih menyelesaikan proses integrasi transjakarta dengan angkutan umum reguler yang masih beroperasi.
Proses yang dirintis sejak beroperasinya transjakarta pada 2004 dilakukan dengan merangkul operator bus besar masuk dalam manajemen PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) sebagai operator bus transjakarta.
Integrasi ini menyatukan sistem tarif, operasional, dan rute antara transjakarta dengan angkutan umum reguler, mulai dari bus besar, sedang hingga angkutan kota. Proses ini dilakukan bertahap dalam sistem transportasi Jakarta, termasuk lewat Jaklingko yang digagas terakhir.
Kepala Bidang Angkutan Darat Dinas Perhubungan DKI Jakarta Masdes Arroufy, Selasa (22/1/2019) di Jakarta, mengatakan, proses integrasi transjakarta dengan angkutan umum reguler ditargetkan selesai pada 2021. Saat ini masih sekitar 10.300 unit angkutan umum reguler yang beroperasi di luar transjakarta.
Setelah restrukturisasi trayek, direncanakan hanya sekitar 6.300 unit angkutan kota yang masuk dalam sistem transportasi. “Kami juga ingin unit ditingkatkan sesuai standar pelayanan minimal dan kapasitas 1,5 kali lebih besar dari kapasitas angkutan kota sekarang,” katanya.
Untuk ini, masih banyak tantangan yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah ketersediaan armada yang sesuai standar dari karoseri dan kemampuan finansial operator. PT Transjakarta dan Pemprov DKI menggagas skema yang memungkinkan membantu finansial para operator untuk memenuhi standar.
Sementara, Institute of Transportation and Development Policy (ITDP) menyontohkan Cawang Cikoko sebagai titik koneksi transjakarta dengan KRL yang perlu dibenahi.
“Penumpang harus melalui jalur pejalan kaki yang hanya selebar 90 sentimeter jika ingin mengakses sisi selatan,” kata Transport Associate ITDP Gandrie Ramadhan.
Ketika malam dan hujan, lokasi ini minim pencahayaan dan kondisi jalur yang penuh kubangan. Titik ini perlu mendapat perhatian sebab Stasiun LRT Jabodebek akan ada di lokasi ini juga.
Gandrie mengatakan, mayoritas akses halte transjakarta saat ini menggunakan JPO dengan ramp yang sangat curam dan menyulitkan kaum disabilitas.
Vice President Corporate Communications PT KCI Eva Chairunisa mengatakan, integrasi Stasiun Cawang dan halte transjakarta Cawang Cikoko masih dalam tahap pembahasan intensif dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Namun, integrasi di Stasiun Cawang belum disebutkan jelas infrastruktur yang akan dibangun dan pihak yang bertanggung jawab untuk membangun.
Adapun integrasi sudah dilakukan di Stasiun Jakarta Kota. Alur keluar-masuk penumpang diarahkan mendekati halte transjakarta. “Tadinya kan tidak ada sama sekali integrasi seperti itu. Salah satu dukungan yang bisa kami berikan ya seperti itu.”
MRT-LRT
Ke depan, tantangan integrasi juga membayang dengan beroperasinya kereta ringan (LRT) Kelapa Gading-Rawamangun dan moda raya terpadu (MRT) Lebak Bulus- Bundaran Hotel Indonesia.
Masdes mengatakan, 13 stasiun MRT sudah tersambung dengan 40 rute angkutan umum lanjutan. “Satu stasiun ada 7-8 rute yang tersambung,” katanya.
Namun, belum semua stasiun MRT tersambung dengan transjakarta. Sebagian masih tersambung dengan bus pengumpan transjakarta, sebagian lain tersambung dengan angkutan umum reguler.
Menurut Masdes, integrasi ini tak hanya dilakukan secara fisik, namun juga integrasi waktu kedatangan dan keberangkatan transjakarta dan MRT.
Adapun integrasi tarif antara transjakarta dan MRT tengah dalam proses pembahasan sebab ada berbagai aspek yang perlu disepakati dan disinkronkan.
Iwan Takwin selaku Direktur Proyek LRT Jakarta PT Jakarta Propertindo, menjelaskan, LRT Jakarta sepanjang 6 km dari Kelapa Gading ke Velodrome, Rawamangun, akan diintegrasikan dengan bus transjakarta di Rawamangun, tepatnya di halte Pemuda.
"Saat ini, kami masih menuntaskan pembangunan fisik skybridge yang menghubungkan Stasiun Velodrome dengan Halte Pemuda. Sekarang kami akan memasang fondasi," jelas Iwan.
Pilihan membuat jembatan layang untuk penumpang, menurut Iwan, diambil untuk memudahkan penumpang berganti moda. Sehingga begitu keluar dari stasiun, penumpang bisa langsung mengarah ke halte.
Agung Wicaksono, Direktur Utama PT Transportasi Jakarta, menjelaskan, sejumlah halte transjakarta Koridor 1 yang beririsan dengan rute MRT, tengah disiapkan untuk terintegrasi, yaitu di halte Bundaran Hotel Indonesia, Halte Tosari, Halte CSW, juga halte Lebak Bulus.
Perubahan fisik halte yang dikerjakan Transjakarta ditujukan untuk memudahkan pergerakan penumpang, baik dari MRT ke transjakarta, dan sebaliknya.
Terkait integrasi MRT-transjakarta, ITDP mencatat, Simpang CSW yang merupakan perpotongan antara Koridor 1 dan 13 transjakarta dengan MRT dinilai masih terlalu tinggi. Halte transjakarta CSW di ketinggian 23 meter hanya memiliki akses tangga dan belum ada koneksi langsung dengan Stasiun MRT Sisingamangaraja yang berjarak kurang dari 100 meter di sebelah utara.
Menurut kajian ITDP, terdapat 53 titik yang sangat memungkinkan untuk integrasi transjakarta dan stasiun MRT. Kajian tersebut sudah diusulkan ke Pemprov DKI Jakarta.