Panggung "Jagakarsa" Menjaga Asa Pelestarian Budaya
Oleh
Hendriyo Widi
·2 menit baca
"Jagakarsa" Universitas Negeri Jakarta, menjaga asa pelestarian budaya di Gedung Kesenian Jakarta, pada 19-20 Januari 2019. Sebanyak 41 koreografi ditampilkan dengan konsep dan cerita yang menarik dan apik.
Adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Tari Fakultas Bahasa dan Seni yang mengangkat "Jagakarsa" ke panggung pertunjukan. Mereka berupaya menjaga (jaga) dan kekuatan jiwa atau kehendak (karsa) kesenian melalui kolaborasi seni tradisonal, modern, dan kontemporer.
Sebanyak 680 tiket terjual habis yang dibagi dalam dua hari pertunjukkan. Jenis tarian yang dibawakan mulai dari tari tradisional, modern, hingga kontemporer.
“Pertunjukkan sekarang kan kita banyak genrenya, tetap menyisipkan unsur musik etnis seperti seruling,” ujar Ketua Produksi Arbi Ntan Era Komala, Minggu (20/1/2019).
Saat lampu ruangan dipadamkan, penonton hening dan mulai fokus untuk menyaksikan suguhan tari dengan berbagai karakter dan konsep tersebut. Secara bergiliran 20 koreografi di tampilkan dengan durasi lebih kurang 15 menit.
Banyak penampilan tari yang menarik, seperti contohnya koreografi dengan judul “Nyemot”. Para penari menggunakan kostum serta dandanan menyerupai monyet. Kemudian tambahan properti pohon buatan dan pisang menambah keriaan pertunjukkan, sehingga banyak penonton yang tertawa, entah lucu atau pun merasa geli.
Setiap hal buruk pasti diiringi dengan nama kami (monyet). Sedangkan yang kami tahu adalah hidup dengan tenteram dan mencintai kebersamaan bukan mencintai diri sendiri.
Dalam sinopsis tarian tersebut menyampaikan, “setiap hal buruk pasti diiringi dengan nama kami (monyet). Sedangkan yang kami tahu adalah hidup dengan tenteram dan mencintai kebersamaan bukan mencintai diri sendiri”.
Atau tarian kontemporer yang terinspirasi dari konsep Harry Pooter and The Deathly Hallows yang menceritakan tentang upaya manusia mengalahkan kematian selalu berujung kekecewaan. Hampir setiap penampilan membuat penonton terkesima, dan yang pasti diakhiri oleh tepuk tangan meriah usai pertunjukkan.
Pertunjukkan tersebut dipersiapkan selama enam bulan, bukan hanya dari gerakan tetapi juga musik, tata panggung seperti properti, konsep, dan plot cerita. Sebagai mahasiswa yang pernah menjadi penari Medley Nusantara pada pembukaan Asian Games 2018, Arbi dan teman-temannya menyatakan, penonton menjadi bagian yang penting agar kesenian tetap bertahan.
“Beruntung tiket terjual habis,” imbuhnya.
Salah satu penonton Sabrina Izzati (19) menyatakan kekagumannya dari pertunjukkan tari yang ditampilkan. Sabrina menambahkan, melihat pertunjukan seni tradisional merupakan kegiatan yang menarik, karena lebih menunjukkan budaya Indonesia.
“Ini pertama kali nonton tarian tradisional secara langsung. Gak mengecewakan dan layak untuk ditonton,” kata mahasiswi asal Medan yang saat ini kuliah di Universitas Islam Negeri Jakarta. (FRANSISCA NATALIA ANGGRAENI).