JAKARTA, KOMPAS - Polemik terkait pencalonan Oesman Sapta Odang sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah terus berlanjut dan belum terlihat menemukan titik temu. Komisi Pemilihan Umum dan Oesman Sapta tetap bersikukuh pada sikap masing-masing.
KPU memutuskan tidak mencantumkan Oesman dalam daftar calon tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pemilu 2019. Pasalnya, Oesman yang kini juga menjabat Ketua Umum Partai Hanura belum mengajukan surat pernyataan mundur sebagai pengurus partai politik.
”Sesuai putusan KPU, apabila Pak Oso (Oesman Sapta) tak mengirimkan surat pengunduran diri sampai 22 Januari, risikonya yang bersangkutan tidak dicantumkan dalam DCT,” kata anggota KPU, Wahyu Setiawan, Selasa (22/1/2019) di Jakarta.
Segala risiko atas putusan dan sikap KPU itu, menurut Wahyu, ditanggung bersama oleh anggota KPU karena putusan tersebut diambil kolektif kolegial saat rapat pleno KPU. ”Terkait konsekuensi dari putusan KPU, anggota KPU bertanggung jawab. Sebab, rapat pleno KPU merupakan forum tertinggi mengambil keputusan,” ujarnya.
KPU mengambil putusan itu karena ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan calon anggota DPD tidak boleh menjadi pengurus parpol.
Tidak patuh
Menanggapi hal ini, Oesman mengatakan tak akan patuh kepada putusan KPU itu. ”Saya tak akan patuh kepada KPU selama KPU tak patuh kepada hukum di negeri ini,” ujarnya.
Oesman menunjukkan surat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tertanggal 21 Januari 2019 yang ditujukan ke KPU. Lewat surat itu, KPU diminta melaksanakan putusan PTUN tanggal 14 November 2018, yang isinya adalah memasukkan Oesman Sapta dalam DCT anggota DPD di Pemilu 2019.
Kuasa hukum Oesman, Herman Kadir, mengatakan, pihaknya mengambil langkah hukum atas putusan KPU yang dinilai tak mematuhi putusan PTUN dan juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Pada 9 Januari lalu, Bawaslu memerintahkan KPU memasukkan nama Oesman dalam DCT. Namun, Bawaslu juga memerintahkan KPU tak memasukkan nama Oesman ke daftar caleg DPD terpilih jika sampai H-1 penetapan calon terpilih, Oesman tak mundur dari pengurus parpol.
Herman mengatakan, putusan KPU yang tetap meminta mundur Oesman tak mengikuti perintah Bawaslu lantaran kliennya tetap diminta mundur sebelum masuk DCT.
Sejak Jumat pekan lalu, pihak Oesman meminta surat eksekusi putusan PTUN kepada pimpinan PTUN Jakarta untuk dikirim ke KPU. Pada hari yang sama, anggota KPU juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan alasan tidak melaksanakan putusan undang-undang dan Bawaslu.
Dua langkah hukum lainnya, melaporkan kembali KPU ke Bawaslu atas pelanggaran administratif karena tak mematuhi putusan Bawaslu serta menyurati Bawaslu agar melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
”Kami mengambil empat langkah hukum meliputi ranah pidana maupun laporan administratif ke Bawaslu. Surat eksekusi dari PTUN sudah diterima KPU, dan seharusnya itu ditindaklanjuti dengan bijak,” katanya.
Surat eksekusi PTUN, menurut Wahyu, memang diterima, tetapi belum dikaji. Wahyu memastikan KPU menghadapi risiko dari tak dicantumkannya nama Oesman dalam DCT.