Satu Warga Tangerang Selatan Meninggal Karena DBD
TANGERANG SELATAN, KOMPAS - Selama 1-20 Januari 2019, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mencatat, jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) mencapai 90 orang. Satu pasien di antarnaya meninggal dunia yakni seorang bayi di Situ Gintung, Ciputat Timur.
Tahun 2018, tercatat dua penderita DBD meninggal, yakni warga
Pondok Aren dan Setu.
"Sejauh ini (periode Januari 2019), jumlah pasien yang masih menjalani perawatan di Puskesmas dan rumah sakit masih ada 25 orang," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tulus Muladiyono dalam keterangan pers di Kantor Dinas Kesehatan Tangsel, Serpong, Rabu (23/1/2019).
Meski terdapat kasus meninggal dunia, namun status wilayah tersebut masih normal tidak KLB.
"Karena pasien rawat inap korban DBD tidak menumpuk, jadi status masih normal," ujar Tulus.
Tulus mengatakan, penyakit yang disebabkan virus dan dijangkitkan nyamuk Aedes aegypti ini seperti fenomena gunung es."Banyak kasus yang terjadi, tetapi tidak terdeteksi," kata dia.
Ia menjelaskan, prevalensi jumlah penderita DBD selama Januari sampai tanggal 20 ini mengalami peningkatan. Pada November 2018 tercatat sebanyak 50 penderita. Namun, pada bulan Desember hingga Januari 2019 jumlah penderita terus meningkat.
Tahun 2018, tercatat 480 penderita DBD.
Hingga kini, kata Tulus, pihaknya terus melakukan pemantauan di rumah sakit dan Puskesmas se-Tangsel. "Kami masih terus menyisir Puskesmas dan rumah sakit. Kalau memang ada korban meninggal perlu kita cek lagi apakah benar DBD atau bukan," kata dia.
Setu dan Serpong Rawan
Ia menjelaskan, penyebaran penyakit ini merata di tujuh kecamatan di Tangerang Selatan. Akan tetapi, kecamatan yang paling rawan adalah Setu dan Serpong. Hal itu dikarenakan daerah tersebut merupakan wilayah perbatasan.
Koordinator Program Demam Berdarah, Seksi Surveilans, Imunisasi dan Penanggulangan Krisis Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Supriyadi menambahkan, pihaknya melakukan pencegahan berupa fogging di 40 lokasi. Rencananya 15 lokasi lagi yang akan dilakukan fogging.
Fogging dilakukan selektif, melihat populasi nyamuk.
Antisipasi lain, kata Supriyadi, pihaknya (Dinas Kesehatan) telah mengeluarkan surat edaran dan dikirim ke semua Puskesmas agar waspada terjadinya wabah demam berdarah, terutama saat cuaca seperti sekarang ini.
"Dalam surat edaran itu kami meminta agar Puskesmas berkoodinasi dengan RT/RW, lurah, camat. Mengingat DBD adanya di tengah lingkungan, maka marilah bersama-sama memberantas nyamuk ini," kata Supriyadi.
Ia mengimbau warga agar rutin memberantas sarang nyamuk agar terhindar dari wabah demam berdarah yang mengancam.
Menurut Supriyadi, Tangerang Selatan belum dibilang endemi untuk kasus ini. Suatu daerah dikatakan endemi, jelas Supriyadi, jika secara berturut-turut selama tiga tahun ada warga yang terjangkit DBD.
Mengatasi agar tidak terjadi ledakan kasus tersebut, kata Tulus, pihaknya menggalakkan kegiatan 3M (menguras, mengubur, dan membakar). Program ini serentak dilakukan, sehingga mendapatkan lingkungan yang cukup bersih dan bisa menanggulangi nyamuk Aedes aegypti.
Terjadi peningkatan jumlah penderita, tambah Tulus, sebagai dampak dari iklim dan kelembaban udara di masa pancaroba ini. Juga dipengaruhi cara hidup masyarakat dalam menciptakan lingkungan bersih dan sehat.
Penyakit lain
Selain DBD, Tulus menambahkan, masyarakat harus mewaspadai penyakit yang muncul pada saat pancaroba ini. Penyakit itu adalah diare dan infeksi saluran pernapasan akut (ispa), flu, dan penyakit kulit.
"Waspada penyakit selain DBD. Selain tetap menjaga kesehatan, masyarakat juga diminta untuk tetap menjaga kebersihan, makan teratur dan sehat. Pola hidup bersih dan sehat harus tetap dijaga," tambah Tulus.
Ia menyadari, menangani antisiapsi atas DBD tidak segampang membalikkan tangan.
Sejauh ini, lanjut Tulus, masyarakat belum optimal untuk tergerak hatinya hidup dengan pola bersih dan sehat. Namun, kami akan terus berupaya agar masyarakat mau berubah untuk pola hidup bersih dan sehat.