JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya tingkat keterserapan lulusan sekolah menengah kejuruan di dunia kerja masih menjadi masalah dalam pendidikan kejuruan DKI Jakarta. Masalah tersebut akan diatasi melalui kerja sama dengan industri dalam penyusunan kurikulum pendidikan dan pemberian sertifikat kompetensi.
Data Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia pada Februari 2018 dari Badan Pusat Statistik menyebutkan, secara nasional tingkat pengangguran terbuka dari tingkat pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan jenjang pendidikan lain. Tingkat pengangguran terbuka dari lulusan SMK pada Februari 2018 sebesar 8,92 persen.
Tingkat pengangguran terbuka yang tertinggi berikutnya adalah diploma I/II/III, sebesar 7,92 persen, sekolah menengah atas 7,19 persen, universitas sebesar 6,31 persen, sekolah menengah pertama sebesar 5,18 persen, dan sekolah dasar 2,67 persen. Hal ini menunjukkan, banyak tenaga kerja yang tidak banyak terserap, terutama pada lulusan SMK dan Diploma I/II/III.
Saat ditemui di Jakarta Utara, Rabu (23/12/2019), pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Bowo Irianto mengatakan, pada 2018, tingkat keterserapan lulusan SMK di Jakarta pada tiga bulan pertama setelah lulus hanya mencapai 40 persen.
”Untuk tahun 2019 ini, kami menargetkan jumlah serapan lulusan SMK pada tiga bulan pertama naik menjadi 50 persen. Untuk mencapai target tersebut, SMK dituntut untuk meningkatkan kualitas lulusan,” kata Bowo.
Sertifikat kompetensi
Bowo memperkirakan tahun ini ada 68.000 siswa dari 580 SMK di DKI yang akan lulus. Menurut rencana, 20 persen dari jumlah lulusan itu akan akan dibekali dengan sertifikat kompetensi. Selain ijazah, sertifikat kompetensi merupakan hal yang perlu dimiliki lulusan SMK karena bisa menjadi jaminan kualitas untuk masuk dunia kerja. Semakin banyak lulusan yang tersertifikasi akan menambah jumlah tenaga kerja yang terserap ke dunia industri.
Saat ini, beberapa pelaku industri sudah mulai dilibatkan dalam penyusunan kurikulum pendidikan SMK. Tujuannya adalah untuk menjembatani antara kebutuhan dunia industri dan penyiapan tenaga kerja. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang terhubung dan sesuai dengan industri.
Dalam kegiatan Gebyar SMK yang diikuti sekitar 50 SMK se-Jakarta Utara, Rabu, Gojek berusaha memperkenalkan model bisnis kepada siswa-siswi SMK. Gojek berencana memberikan pembinaan dan pelatihan kewirausahaan kepada siswa-siswi SMK tersebut.
”Bentuk pembinaan yang akan kami lakukan adalah dengan membagikan keahlian kami dalam mengembangkan usaha secara digital melalui ekosistem Gojek lain, yakni, Gopay, Gofood, dan Golife,” ucap Head of Ecosystem Expansion Gopay Edwin Ariono.
Ke depan, para siswa SMK juga akan mendapatkan pelatihan keterampilan yang disediakan oleh Golife. Beberapa bidang keterampilan itu antara lain tata kecantikan yang bisa diaplikasikan pada layanan Goglam, keterampilan elektronika yang bisa diaplikasikan pada layanan Gofix, dan keterampilan otomotif yang akan diaplikasikan pada layanan Goauto.
Ketika sudah lulus, siswa-siswi SMK ini juga akan mendapatkan akses lapangan pekerjaan yang disediakan Golife tersebut. Hal ini dilakukan Gojek untuk mendukung dan memberdayakan pekerja sektor informal melalui inovasi teknologi.
Wali Kota Jakarta Utara Syamsuddin Lologau mengatakan, tujuan dari SMK adalah untuk melatih dan menyiapkan kemampuan anak didiknya menjadi tenaga kerja terlatih dan terampil. Dia berharap upaya peningkatan kualitas lulusan melalui pelatihan dan pembinaan semacam ini bisa didapatkan oleh para lulusan SMK se-Jakarta Utara secara merata.
”Kualitas lulusan SMK ini mencerminkan kualitas tenaga kerja kita sehingga segala kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lulusan SMK akan terus kami dukung,” ujar Syamsuddin. (KRISTI DWI UTAMI)