RUU Masyarakat Adat Tergantung Pemilihan Legislatif
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam inisiatif #Vote4Forest merilis kajian tentang rekam jejak anggota DPR dalam proses legislasi rancangan undang-undang masyarakat hukum adat atau RUU-MHA. Salah satu hasil kajian menunjukkan asal daerah pemilihan yang memiliki komunitas masyarakat adat tak otomatis mendukung legislasi perundangan RUU-MHA.
Selain itu, RUU MHA yang menjadi janji rezim pemerintahan saat ini tak otomatis didukung penuh partai pendukungnya seperti PDI Perjuangan, PKB, Golkar, dan Hanura. Hanya Nasdem, partai pendukung pemerintah yang menyatakan dukungan positif atas legislasi RUU-MHA.
Analisis ini dilakukan #Vote4Forest yang terdiri Yayasan Madani Berkelanjutan, Change.org, dan WikiDPR. Kajian dengan metode kualitatif dan kuantitatif ini menggunakan sumber daya utama dari rapat-rapat pembahasan RUU di DPRI yang dipublikasikan situs WikiDPR.org, dokumen resmi dari KPU, media sosial, dan pemberitaan di media massa.
Menurut penelusuran mereka, dari 28 anggota Badan Legislatif DPR saat ini, sejumlah 26 orang diantaranya akan mencalonkan diri kembali dalam pemilu 2019. Satu orang telah meninggal dunia (Azhar Romli/Golkar) dan satu anggota lagi (Khatibul U/Demokrat) tak terlacak dalam pencalonan kembali.
Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Rabu (23/1/2019) di Jakarta, menunjukkan hanya 12 orang dari 26 anggota Baleg DPR yang aktif terlibat dalam pembahasan RUU-MHA dan mencalonkan diri dalam pemilu 2019 ini, memiliki kecenderungan sikap mendukung RUU-MHA. Sejumlah 11 orang netral dan tiga orang menolak RUU-MHA.
Selain itu, kajian tersebut menunjukkan 16 anggota yang maju kembali dalam pemillihan legislatif 2019, berasal dari daerah pemilihan yang dihuni komunitas masyarakat adat. Dari situ, sejumlah 9 orang memiliki dukungan terhadap RUU-MHA, 5 orang netral, dan 2 menolak.
Sementara berdasarkan analisis dari sisi sikap fraksi, #Vote4Forest menunjukkan partai yang mendukung RUU-MHA yaitu Gerindra dan Nasional Demokrat, “hanya” cenderung mendukung yaitu PAN, PDIP, dan PKB, tidak memiliki posisi jelas yaitu Golkar dan PKS, serta tidak mendukung Hanura dan Demokrat.
Pemahaman legislatif
Menanggapi kajian organisasi masyarakat sipil ini, Kepala Pusat Studi Agraria Institut Pertanian Bogor Rina Mardiana mengasumsikan anggota DPR tersebut kurang paham urgensi isu RUU-MHA. Ini disinyalir lebih kuat dibandingkan faktor kemauan politik (political will).
Ia menunjukkan data dari WikiDPR menunjukkan partai yang setuju RUU-MHA dari Gerindra dan Nasdem. Namun yang paling sering hadir dalam rapat (menunjukkan perhatian dan keberpihakan) dari PDIP. “Yang saya duga, kalau dilihat dari political will belum ada kesatuan. Bisa jadi political will itu disebabkan dari ketidaktahuan,” katanya.
Yang saya duga, kalau dilihat dari political will belum ada kesatuan. Bisa jadi political will itu disebabkan dari ketidaktahuan.
Ia mengatakan isu masyarakat adat terkait berbagai sumber-sumber agraria, kemiskinan, hingga konstitusi. Namun justru obyek agraria – termasuk sumber agraria bagi masyarakat adat seperti hutan dan pesisir – yang sering dibicarakan dan difasilitasi negara. Sementara subyek agrarianya sendiri belum diakui dalam perundangan.
Namun, Teguh Surya tak sependapat berlarut-larutnya nasib RUU-MHA diakibatkan kekurangpahaman anggota DPR. “Kalau dibilang tidak paham, kami tidak yakin. Justru kenapa mereka berposisi seperti itu (netral dan menolak) karena sangat paham,” kata dia.
Ia mengatakan legislasi RUU-MHA telah melalui dua periode kepemimpinan dan menjadi janji dari Presiden Joko Widodo. Logikanya, kata dia, isu dan urgensi RUU-MHA telah diketahui oleh partai pemenang maupun oposisi.
Teguh Surya juga menunjukkan analisis Yayasan Madani Berkelanjutan pada visi-misi kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dari kajian itu, pasangan Joko Widodo – Ma’aruf Amin menyebutkan isu masyarakat adat sebanyak satu persen. Pasangan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno tak menyebutkan masyarakat adat namun menuliskan tentang kearifan lokal yang belum jelas konteksnya.
Desmarita Murni dari Change.org berharap kajian-kajian yang dilakukan ini memperkaya referensi para pemilih dalam menentukan pilihan dalam Pemilu 2019. “Sekaligus juga tetap mengawasi anggota legislatif tersebut saat mereka terpilih nantinya, “ kata dia.
Gerakan #Vote4forest ini menyatakan RUU-MHA penting untuk disegerakan dengan tetap mengakomodir pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Mengutip data Perkumpulan HUMA 2019, sepanjang tahun 2018 sedikitnya 326 konflik sumber daya alam dan agraria terjadi di areal lahan seluas 2,1 juta hektar, mengakibatkan lebih dari 176.000 warga dari komunitas masyarakat adat menjadi korban. Pengesahan RUU-MHA diharapkan dapat memberi payung hukum untuk melindungi hak-hak masyarakat adat.