KPK Periksa Menpora sebagai Saksi Kasus Dana Hibah
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi meminta keterangan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi untuk mendalami prosedur persetujuan proposal dana bantuan atau hibah. Pemeriksaan itu terkait dengan kasus dugaan suap untuk penyaluran dana hibah oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah, Kamis (24/1/2019), di Jakarta, mengatakan, KPK mendalami keterlibatan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dalam memberi persetujuan proposal dana hibah untuk masyarakat oleh Kemenpora.
”KPK juga mendalami bagaimana pengajuannya, verifikasi, siapa yang berwenang, dan bagaimana yang terjadi sebenarnya,” kata Febri Diansyah.
Hal ini dilakukan KPK setelah ditemukannya beberapa proposal pengajuan dana bantuan oleh KONI di ruang kerja Menpora pada 20 Desember 2018. Proposal-proposal itu tidak hanya terkait pengajuan dana hibah, yang kini menjadi bukti dugaan suap yang disangkakan kepada beberapa pejabat Kemenpora dan KONI pada Desember 2018.
Seusai menjalani pemeriksaan, Imam mengaku telah menjawab pernyataan penyidik yang bersangkutan dengan tugas pokoknya sebagai menteri.
”Saya jelaskan tentang mekanisme pengajuan proposal yang bersumber dari masyarakat. Setiap pengajuan harus melalui proses penelaahan dan verifikasi mendalam,” kata Imam.
Menurut dia, mekanisme pengajuan dan persetujuan harus mengikuti perundang-undangan dan mekanisme yang berlaku di setiap lembaga pemerintahan.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto menjelaskan bahwa setiap pengajuan dana hibah ke Kemenpora harus ditelaah terlebih dulu oleh Menpora.
”Menpora kemudian bisa melakukan disposisi ke deputi terkait melalui asisten deputi. Kalau harus ditindaklanjuti, nanti dilimpahkan ke pejabat pembuat komitmen. Layak atau tidaknya akan di-review oleh Biro Hukum dan Inspektorat,” katanya menerangkan.
Dari penggeledahan, baik di Kemenpora maupun di KONI, KPK menemukan proposal-proposal untuk pembiayaan pengawasan dan pendampingan. Menurut Gatot, pembiayaan kegiatan pengawasan dan pendampingan merupakan implikasi dari penerapan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional.
”Peraturan presiden itu dikeluarkan untuk memotong birokrasi, yang sebelumnya harus melewati Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas. Sekarang ini jalurnya lebih pendek dan uang bisa langsung kami gelontorkan pada cabang olahraga. Dalam hal ini, KONI berfungsi membantu menteri melakukan pengawasan,” paparnya.
Akal-akalan
Febri mengatakan, prosedur pengajuan proposal tersebut kini menjadi materi pemeriksaan KPK. Ini digunakan untuk menjawab dugaan suap penyaluran dana hibah senilai Rp 17,9 miliar. KPK menduga telah ada kesepahaman sebelumnya di antara pihak terkait di Kemenpora dan KONI.
”Sejak awal, kami menduga proses formal (pengajuan proposal) sebagai ’akal-akalan’,” kata Febri.
Dana hibah tersebut disetujui setelah KONI mengajukan proposal kegiatan pengawasan dan pendampingan di tahun anggaran 2018 senilai Rp 26 miliar. Dana itu diajukan untuk penyusunan instrumen dan pengelolaan database berbasis Android bagi atlet berprestasi dan pelatih berprestasi multi-event internasional.
Kemudian, penyusunan instrumen dan evaluasi hasil pemonitoran dan evaluasi atlet berprestasi menuju SEA Games 2019, serta penyusunan buku-buku pendukung pengawasan dan pendampingan peningkatan prestasi olahraga nasional.
Dari pengajuan tersebut, Kemenpora hanya menyetujui alokasi anggaran senilai Rp 17,9 miliar. Sebelum dana itu diberikan, diduga telah terjadi komitmen fee antara Kemenpora dan KONI sebesar Rp 3,4 miliar atau 19,13 persen dari total dana hibah.
Pada periode Desember 2018, pihak KONI yang terlibat mendapat uang sebesar Rp 7 miliar. Uang tunai tersebut kemudian disita KPK dalam operasi tangkap tangan pada 18 Desember 2017. KPK juga menyita sejumlah barang bukti, antara lain uang sebesar Rp 318 juta, buku tabungan dan kartu ATM atas nama Jhonny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI, mobil Chevrolet Captiva warna biru milik Staf Kemenpora Eko Triyanto.
Saat ini, KPK telah menetapkan status tersangka terhadap Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy selaku pemberi suap. Lalu, Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen Adhi Purnomo, dan Staf Kemenpora Eko Triyanto sebagai penerima suap. (ERIKA KURNIA)