Agnes Theodora Wolkh Wagunu dan FX Laksana Agung Saputra
·4 menit baca
Sudah dua kali di bulan Januari ini, Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengadakan acara khusus dengan mengatasnamakan anak-anak muda, atau yang lebih sering disebut para milenial. Untuk merayakan hari ulang tahunnya yang ke-72 tahun, kemarin, Megawati mengadakan pagelaran seni dan budaya yang menampilkan pertunjukan dari ratusan milenial. Sebuah gestur di tahun politik?
Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyapa tamu undangan yang hadir di acara perayaan hari ulang tahunnya, Rabu (23/1/2019) sore. Ia mengakui, awalnya tidak ingin mengadakan acara besar-besaran untuk merayakan hari ulang tahunnya yang ke-72 tahun.
“Saya tadinya tidak mau lagi mengundang banyak tamu. Kalau istilahnya orang Jawa, saya ingin di hari bahagia ini saya leyeh-leyeh saja. Tetapi, anak muda di sekeliling saya bilang, ini kan tahun politik, bu,” kata Megawati.
Anak-anak muda di sekelilingnya itu ingin berekspresi di tengah tahun politik
Megawati menuturkan, anak-anak muda di sekelilingnya itu ingin berekspresi di tengah tahun politik. Atas dorongan para milenial, Megawati memutuskan tetap merayakan hari jadinya, dengan mengadakan pagelaran seni budaya yang melibatkan anak-anak muda yang diadakan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, kemarin.
Berbagai pertunjukan seni ditampilkan dalam bentuk tari-tarian, baik modern maupun tradisional, yang dibawakan oleh sejumlah anak muda. Mereka berasal dari kelompok seni Swara Gembira yang terdiri dari pemuda-pemudi dari berbagai latar belakang profesi.
“Seni tidak bisa dipikirkan, seni adalah roso (rasa). Dalam politik kita bisa mengekspresikan kehendak politik orang. Tetapi dalam seni, itu suatu hal yang bebas,” ujar Mega.
Dalam kesempatan itu, saat menutup perayaan hari ulang tahunnya yang turut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Megawati memberi masukan pada para anak muda untuk menjaga kondusivitas suasana di tahun politik dengan tidak menyebar kebencian dan kabar bohong di era kemajuan komunikasi digital.
“Begitu banyak anak muda memunculkan kreasi teramat baik. Jadi mengapa kita harus timbulkan rasa kebencian dan kebohongan?” kata Mega.
Megawati juga memberi pesan yang sama pada anak-anak muda yang hadir agar bijak berkomunikasi di era digital dan menjaga situasi kondusif di tahun politik.
Sebelum ini, 7 Januari 2019 lalu, Megawati juga mengadakan acara khusus berdialog dengan anak-anak muda, yang bertajuk “Megawati Bercerita”. Di acara itu, sejumlah anak muda diberi kesempatan bertanya pada Megawati mengenai berbagai hal. Megawati juga memberi pesan yang sama pada anak-anak muda yang hadir agar bijak berkomunikasi di era digital dan menjaga situasi kondusif di tahun politik.
Perayaan ulang tahun Megawati kali ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Megawati biasanya merayakan hari jadinya dengan menyelenggarakan pagelaran teater kebangsaan, yang biasanya berisi pentas parodi dan humor bernuansa satir tentang kondisi bangsa dan negara. Namun, tahun ini, Megawati memilih mengadakan pentas musik dan seni budaya untuk para milenial.
Selain pagelaran seni budaya, kemarin, turut diadakan peluncuran buku berjudul “The Brave Lady” atau “Perempuan Pemberani” yang berisi berbagai kisah Megawati selama menjabat presiden, yang ditulis oleh para mantan menteri Kabinet Gotong Royong di era pemerintahan Megawati pada periode 2001-2004. Beberapa penulis buku itu, antara lain, mantan Menteri Keuangan Boediono, mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra, dan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro.
Strategi elektoral
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, acara perayaan ulang tahun Mega sengaja mengangkat tema milenial untuk memberi ruang ekspresi dan berkreasi bagi anak muda. Hasto tidak menampik, pemilihan tema itu sebagai salah satu strategi menarik perhatian para pemilih milenial, yang secara demografis strategis untuk pemenangan pemilu. “Sama-sama tertarik, kami tertarik pada milenial, milenial tertarik pada partai kami,” kata Hasto.
Ia meyakini, cara-cara simbolik seperti itu dapat menarik perhatian dan simpati pemilih muda. “Ketika ada ruang ekspresi, anak-anak muda merasa dihargai. Itu tugas kami memberi ruang bagi mereka berkreasi dengan dunianya sendiri,” ujarnya.
Berdasarkan data hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, sekitar 40 persen pemilih dalam Pemilu 2019 mendatang didominasi generasi milenial. Diperkirakan, jumlahnya sekitar 80 juta dari 185 juta pemilih. Data ini lebih kurang juga selaras dengan estimasi Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pusat Statistik, yang memperkirakan 35-40 persen dari total jumlah pemilih 2019 adalah anak muda.
Hasil survei Litbang Kompas pada September-Oktober 2018 lalu pada 1.200 responden di 34 provinsi menunjukkan, para pemilih milenial cenderung lebih kritis dibandingkan nonmilenial.
Pemilih milenial yang cenderung rasional dan kritis ini tidak semuanya sudah memiliki pilihan di pemilu mendatang.
Pemilih milenial yang cenderung rasional dan kritis ini tidak semuanya sudah memiliki pilihan di pemilu mendatang. Mengacu pada survei Litbang Kompas, masih ada ceruk pemilih mengambang di kalangan milenial sebesar 20,4 persen, yang belum menentukan pilihan calon presiden dan wakil presiden, atau calon anggota legislatif dari partai politik.
Di tengah dinamika kelompok pemilih mengambang yang masih gamang menentukan pilihan sampai saat ini, arah preferensi politik pemilih milenial memang menjadi penentu. Maka, tidak heran, berbagai cara ditempuh partai politik untuk mencuri perhatian milenial sebanyak-banyaknya, termasuk lewat perayaan hari jadi Megawati Soekarnoputri. (MELATI MEWANGI)