JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum memutuskan untuk tidak mengubah daftar calon tetap perseorangan anggota Dewan Perwakilan Daerah setelah Oesman Sapta Odang memastikan dirinya tidak mengundurkan dari pengurus partai politik. Dengan terlewatinya tenggat waktu bagi Oesman untuk mengundurkan diri, 22 Januari 2019, KPU kini bisa meneruskan pencetakan surat suara untuk pemilihan calon anggota DPD dari Kalimantan Barat, yang merupakan daerah pemilihan Oesman.
Hingga Selasa (22/1/2019), pukul 24.00, KPU tidak menerima surat pernyataan pengunduran diri Oesman dari pengurus parpol. Tenggat akhir bagi Oesman untuk mundur terlewati, dan sesuai dengan keputusan KPU yang dikirimkan kepada pihak Oesman, 15 Januari 2019, persyaratan bagi Oesman untuk bisa dicatat di dalam DCT tidak terpenuhi. Pencetakan surat suara DCT untuk anggota DPD dapil Kalbar dengan demikian tidak akan menyertakan nama Oesman.
“DCT untuk calon anggota DPD yang telah kami tetapkan tidak akan diubah, dan itu menjadi basis bagi kami untuk mencetak surat suara di daerah pemilihan,” kata anggota KPU Ilham Saputra, Rabu (23/1/2019) di Jakarta.
Ilham mengatakan, sesuai dengan surat yang dikirimkan KPU kepada pihak Oesman, yang bersangkutan sudah harus mengundurkan diri dari pengurus parpol pada 22 Januari 2019. Namun, karena hingga Selasa malam tidak ada surat pengunduran diri yang diterima oleh KPU, lembaga penyelenggara pemilu itu memutuskan untuk tidak mencantumkan nama Oesman di dalam DCT untuk calon anggota DPD dapil Kalbar.
“Sampai tadi malam kami tunggu tidak ada yang menyampaikan atau mengantarkan surat pengunduran diri tersebut, sehingga kami sudah memutuskan DCT untuk DPD dapil Kalimantan Barat tidak ada nama beliau (Oesman),” kata Ilham.
Terkait hal ini, sebelumnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mempersoalkan DCT perseorangan anggota DPD yang kini dipakai oleh KPU karena dinilai tidak memiliki landasan hukum. DCT untuk anggota DPD itu telah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta karena tidak memasukkan nama Oesman. PTUN juga memerintahkan KPU agar membuat DCT baru.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan, saat ini yang menjadi konsen pihaknya ialah legalitas DCT tersebut, lantaran ada ratusan calon anggota DPD yang menjadi tidak jelas nasibnya setelah keluar putusan PTUN Jakarta, serta putusan Bawaslu, yang tidak ditindaklanjuti oleh KPU. Persoalan DCT itu menjadi lebih penting daripada sekadar dorongan kepada Bawaslu untuk melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Soal apakah Bawaslu akan melapor ke DKPP karena KPU tidak mengikuti putusan Bawaslu, itu masih dalam kajian kami. Namun, sebenarnya yang lebih penting dalam persoalan ini bukanlah soal itu, melainkan legalitas DCT yang sekarang dijadikan dasar oleh KPU. Apa sekarang dasar hukum bagi berlakunya DCT itu, karena putusan PTUN telah membatalkan SK penetapan DCT tersebut,” kata Fritz.
Menurut Fritz, saat ini ada ratusan calon anggota DPD yang secara hukum statusnya di dalam DCT dipertanyakan. Alasannya, DCT yang mencantumkan nama mereka sebagai peserta pemilu sudah dibatalkan oleh PTUN. Putusan PTUN Jakarta juga dijadikan dasar bagi Bawaslu untuk menyatakan KPU secara administratif melanggar karena tidak menindaklanjuti putusan PTUN tersebut.
Ilham mengatakan, problem SK KPU mengenai DCT itu sudah selesai, dan diputuskan oleh KPU melalui surat yang dikeluarkan 15 Januari lalu. Surat yang dikirimkan kepada Oesman itu menyatakan Oesman akan dimasukkan ke dalam DCT bilamana mengundurkan diri hingga 22 Januari 2019. “KPU tidak akan menerbitkan surat keputusan baru menyangkut DCT DPD tersebut, karena dengan tidak adanya pengunduran diri Oesman, DCT yang telah ditetapkan sebelumnya tidak berubah,” katanya.
Tidak dilanjutkan
Kemarin, Bawaslu juga menggelar sidang pelanggaran administratif dengan KPU sebagai terlapor, sedangkan Oesman sebagai pelapor. Kuasa hukum Oesman mempersoalkan KPU yang tidak mematuhi putusan Bawaslu. Sidang yang dipimpin oleh Ketua Bawaslu Abhan itu memutuskan tidak akan melanjutkan proses pemeriksaan. Bawaslu menilai persoalan yang menjadi pokok laporan pihak Oesman telah diputuskan oleh Bawaslu 9 Januari lalu.
Kendati demikian, dalam pertimbangannya, Abhan mengatakan, sesuai dengan Pasal 464 Undang-undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu, Bawaslu dapat melapor ke DKPP bila KPU tidak menjalankan putusan Bawaslu. Terkait hal ini, Bawaslu berpendapat persoalan itu menjadi kewenangan DKPP.
Kuasa hukum Oesman, Herman Abdul Kadir, menuturkan, pihaknya telah menyurati Bawaslu yang meminta lembaga itu melaporkan KPU ke DKPP karena tidak mengikuti putusan Bawaslu. Pihak Oesman juga mengambil langkah hukum lain guna memastikan nama Oesman masuk ke dalam DCT, antara lain menyurati pimpinan PTUN Jakarta menerbitkan surat eksekusi. Surat eksekusi itu telah diterima KPU, Senin lalu. Anggota KPU juga dilaporkan telah melakukan tindak pidana ke Kepolisian Daerah Metro Jaya.
“Bila sampai tiga hari setelah surat itu tidak ditindaklanjuti oleh KPU, ketua PTUN akan menyurati DPR dan Presiden guna meminta KPU melaksanakan putusan pengadilan. Kami akan melihat apakah KPU juga berani mengabaikan presiden dan DPR,” kata Herman.
Menanggapi langkah hukum yang ditempuh Oesman, Ilham menegaskan, pihaknya siap menghadapinya. “Kami akan menghadapi tindakan hukum apapun yang ditujukan kepada kami. Kami akan bertanggung jawab dengan apa yang kami putuskan. Mengenai surat eksekusi dari PTUN itu, kami sedang mengkajinya, karena kami sudah mengumpulkan para ahli dan menganggap putusan MK harus dijalankan,” ujarnya.